Perairan Selat Malaka dan Flores strategis untuk gelar kabel laut

Asisten Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Bidang Media dan Komunkasi Publik Doni Ismanto bersama para narasumber Bincang Bahari yakni Asopssurta Danpushidrosal Laksamana Pertama TNI Dyan Primana Sobarudin, GHG & ESG Manager Premiere Oil Andaman Ltd Otte Sulistyo M, Wakil Ketua Bidang Legal & Regulatory Asosiasi Sistem Komunikasi Kabel Laut Seluruh Indonesia (ASKALSI) Benny Herlambang, serta peneliti Center for Maritime and Ocean Law Studies Maraclow Unair Dr. Nilam Andalia Kurniasari.

JAKARTA (IndoTelko) - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengungkapkan perairan Selat Malaka dan Laut Flores menjadi wilayah yang strategis untuk dilewati Sistem Komunikasi Kabel Laut (SKKL) internasional.

"Selat Malaka itu perairan yang padat dengan kabel laut karena dipakai melintasi untuk jalur ke Singapura atau Amerika Serikat. Laut Flores ideal untuk menghubungkan Indonesia dengan Australia," ungkap Asisten Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Bidang Media dan Komunikasi Publik, Doni Ismanto usai talkshow Bincang Bahari di Jakarta, kemarin.

Diungkapkannya, berdasarkan data setidaknya untuk kabel laut lokal ada satu yang menghubungkan NTB dan Sulawesi Selatan dan 3 kabel yang menghubungkan antar pulau NTB. Hingga saat ini terdapat satu rencana kabel yang akan digelar melalui Laut Flores. Sementara di Selat Malaka ada 8 kabel laut telah tergelar, satu sedang digelar, dan dua lagi dalam rencana akan digelar.

"Pemanfaatan ruang laut di wilayah Selat Malaka dan Laut Flores akan lebih terkawal seiring terbitnya aturan rencana zonasi antar wilayah di dua kawasan tersebut, khususnya untuk menjamin keberlanjutan ekosistem di tengah aktivitas ekonomi di dua wilayah itu," katanya.

Kedua aturan itu adalah Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 29 tahun 2023 tentang Rencana Zonasi Kawasan Antarwilayah Laut Flores dan Perpres Nomor 30 Tahun 2023 tentang Rencana Zonasi Kawasan Antarwilayah Selat Malaka yang diyakini menjadi jalan terang geliat investasi di ruang laut, keselamatan pelayaran, menjamin kedaulatan negara, sekaligus perlindungan bagi kesehatan ekosistem.

Peraturan yang terbit pada 6 Juni tersebut menjadi dasar pedoman pengelolaan sumber daya kelautan serta penataan efektivitas pemanfaatan ruang laut di Laut Flores dan Selat Malaka. RZ KAW juga menjadi acuan bagi Menteri Kelautan dan Perikanan dalam menerbitkan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL) yang merupakan syarat dasar suatu pihak melakukan kegiatan menetap di ruang laut.

Tahun lalu KKP telah memprakarsai lahirnya enam beleid serupa untuk mengatur rencana zonasi antar kawasan di Laut Jawa, Laut Sulawesi, Teluk Tomini, Teluk Bone, Laut Maluku, Laut Natuna-Natuna Utara dan Selat Makassar. Ini mencatatkan rekor karena berhasil menghasilkan enam regulasi RZKAW dalam setahun.

Penyusunan RZ KAW sendiri merupakan amanat Undang-Undang (UU) Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan, di mana pemerintah harus menetapkan sebanyak 20 lokasi kawasan antarwilayah meliputi laut, selat, dan teluk lintas provinsi.

"Saya melihat dari kedua perpres ini tidak tumpang tindih, semua diatur, mulai dari eksplorasi sumber daya, perikanan, konservasi, kabel maupun pipa, sudah ada tempatnya masing-masing. Misalnya Selat Malaka, satu tahunnya ada 90 ribu kapal yang melintas. Dengan padatnya pelayaran ini, kalau tidak diatur akan berpengaruh pada hal-hal yang lain," urai Asopssurta Danpushidrosal Laksamana Pertama TNI Dyan Primana Sobarudin.

Peneliti Center For Maritime and Ocean Law Studies, Universitas Airlangga Dr. Nilam Andalia Kurniasari juga menyampaikan pentingnya regulasi rencana zonasi di Selat Malaka dan Flores untuk keselamatan pelayaran. Dua area itu merupakan lokasi lintasan kabel serta pipa bawah laut, yang bila tidak diatur penggelarannya dapat mengganggu keselamatan kapal-kapal yang melintas.

Lebih dari itu, pengaturan ini menegaskan kedaulatan Indonesia dalam mengelola wilayah perairannya. Selat Malaka menghubungkan tiga negara yakni Indonesia, Malaysia, dan Singapura.

"Indonesia yang sangat kaya sumber daya laut, kedua tempat itu juga demikian. Butuh penataan, agar masyarakat Indonesia dapat maksimal tanpa melanggar hak-hak negara lain yang memiliki hak juga disana. Ternyata Selat Malaka ada hak berdaulat dan kedaulatan. Kalau perairan laut Flores, dimana Indonesia berdaulat penuh," bebernya.

Wakil Ketua Bidang Legal dan Regulatory Asosiasi Sistem Komunikasi Kabel Laut Indonesia (ASKALSI) Benny Herlambang melihat besarnya potensi Indonesia sebagai jalur alternatif penggelaran kabel laut menuju Australia, Jepang, hingga Amerika.

"Kami melihat Laut Flores ini akan menjadi sangat strategis, karena ini bisa jadi jalur alternatif kabel laut menuju Australia dan keatasnya itu untuk menuju ke timur ke Amerika maupun ke Jepang. Jadi dengan terbitnya dua aturan ini menjadi penting sekali bagi kami dalam menentukan penggelaran kabel laut ke depannya," tegasnya.