JAKARTA (IndoTelko) - Jumlah pemain fintech di Indonesia telah bertumbuh hingga enam kali lipat dalam satu dekade terakhir. Hasil laporan Annual Members Survey Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH) memaparkan jumlah anggota mereka yang merupakan pemain fintech awal mulanya sebanyak 24 pada 2016, kian bertambah menjadi 340 pada 2023 ini.
Pesatnya pertumbuhan lanskap fintech telah membawa banyak peluang dan juga tantangan baru pada industri keuangan di Indonesia, salah satunya terkait keamanan data pribadi pengguna.
Berdasarkan data yang dirilis oleh Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), ditemukan lebih dari 1 juta anomali trafik jaringan pada sistem elektronik sektor keuangan. Pencegahan insiden dan serangan siber perlu dilakukan untuk mencegah penipuan, pelanggaran data pribadi, akses yang tidak sah, dan meminimalisir kerugian keuangan pada masyarakat.
Dikatakan Direktur Pengembangan dan Pengaturan Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK, Rela Ginting, upaya pencegahan insiden dan serangan siber merupakan prioritas utama yang didukung penuh oleh Dewan Komisioner OJK. "Kami melakukan tindakan preventif dengan menerbitkan peraturan pelindungan data pribadi yang didukung dengan menjalankan edukasi rutin kepada masyarakat untuk menjaga data pribadinya, serta pengawasan langsung kepada pelaku jasa keuangan berupa implementasi pelindungan data pribadi dan penilaian sistem keamanan siber," ungkapnya pada acara Expert Lab bersama VIDA.
Dengan semakin berkembangnya industri fintech, perlu adanya teknologi keamanan digital yang dapat membantu menangani dan mengolah data kategori sensitif untuk memfasilitasi transaksi online.
Pada kesempatan yang sama, Sekretaris Jenderal AFTECH Budi Gandasoebrata menjelaskan, pertumbuhan industri fintech yang sangat pesat tidak terlepas dari meningkatnya kasus kebocoran dan penyalahgunaan data pribadi yang bahkan berujung pada tindakan kriminal. "Diperlukan upaya untuk mencegah kebocoran data dengan membuat framework keamanan siber yang kuat melalui inovasi yang mudah digunakan," katanya.
"Upaya pencegahan bukan hanya tentang infrastruktur dan regulasi, tetapi juga tentang komponen keamanan siber dalam menjaga integritas, kerahasiaan, dan keaslian transaksi keuangan dalam ekosistem fintech dalam rangka meningkatkan digital trust," tambah Budi.
Masyarakat memiliki posisi yang paling rawan mendapatkan ancaman kejahatan siber, penggunaan identitas digital lebih sulit untuk diretas karena biometric identity sangatlah unik dari setiap personal atau data pribadi. Identitas digital dapat meningkatkan efektivitas dan level keamanan setiap pengguna.
Sementara, SVP Product VIDA, Ahmad Taufik menambakhan, pertumbuhan ekonomi digital berkembang cepat, VIDA hadir untuk menjembatani keinginan ekonomi yang tumbuh dengan mitigasi berbagai ancaman yang ada. "Semua layanan kami bertujuan untuk memastikan keamanan data pengguna dengan penguatan keamanan siber bagi bisnis fintech yang beroperasi di Indonesia, agar tercipta kepercayaan digital dan peningkatan kinerja bisnis berkelanjutan," katanya.
Sebagai Penyelenggara Sertifikat Elektronik (PSrE) Indonesia yang berinduk di bawah Kominfo, VIDA menghadirkan solusi keamanan data komprehensif mulai dari verifikasi identitas, tanda tangan digital yang memiliki kepastian hukum, hingga otentikasi.
Inovasi digital akan semakin baik apabila menghadirkan komponen keamanan siber yang andal untuk menjaga integritas, kerahasiaan, dan keaslian transaksi keuangan dalam ekosistem fintech, sehingga aman dalam melindungi data pribadi pengguna. Selain itu, dalam menciptakan kepercayaan digital perlu memperhatikan undang-undang terkait UU Pelindungan Data Pribadi agar tujuan digital trust dapat tercapai. (mas)