Bermimpi internet rumahan dengan kecepatan 100 Mbps

Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) tengah mencari jalan keluar atas masih rendahnya kecepatan akses internet di Indonesia, khususnya untuk fixed broadband.

Di kawasan ASEAN, Indonesia berada pada peringkat 9 dari 11 negara. Berdasarkan data per bulan Desember 2023, kecepatan internet mobile Indonesia hanya mencapai 24,96 Mbps. Sedangkan untuk jaringan fixed broadband 27,87 Mbps.

Jika melihat laporan terbaru Speedtest Global Index pada bulan Desember 2023 yang dirilis Ookla. Posisi Indonesia melorot dua peringkat di penghujung 2023 dibandingkan bulan sebelumnya. Hasil membuat Indonesia menempati peringkat ke-126 dari 178 negara di dunia dengan kecepatan rata-rata 27,87 Mbps.

Indonesia memiliki kecepatan download fixed broadband 27,87 Mbps, upload 16,85 Mbps, dan latency 7 ms. Singapura menjadi negara dengan kecepatan fixed broadband terbaik dunia dengan 270,62 Mbps. Untuk kawasan Asia Tenggara, kecepatan internet fixed broadband Indonesia hanya lebih baik daripada Myanmar dan Timor Timur.

Sementara data Direktorat Telekomunikasi Ditjen Penyelenggaraan Pos dan Informatika Kementerian Kominfo Tahun 2023, tarif efektif layanan data melalui Jaringan Bergerak Seluler (Mobile Broadband) turun secara signifikan setiap tahun, dengan rata-rata tingkat penurunan setiap tahun (CAGR) periode 2017-2023 sebesar 17.72%. Dari data ini terlihat proporsi beban biaya dibandingkan pendapatan pada operator seluler pada periode kuartal kedua tahun 2023 berada pada kisaran 70% - 106%. Sehingga kecil peluang bagi operator seluler untuk menurunkan lagi tarif mobile broadband seperti periode-sebelumnya. Penerapan tarif ke depan perlu mempertimbangkan Capital Expenditure (CAPEX) untuk penggelaran 5G yang besarnya beberapa kali lipat dari CAPEX 4G.

Kominfo melihat ada tiga aspek penting untuk meningkatkan kecepatan akses internet dengan menyehatkan industri, kualitas dan perluasan layanan, serta pertumbuhan ekonomi.

Guna memperbaiki kualitas dan perluasan layanan, Kominfo menekankan investasi CAPEX yang mencukupi. Sementara, pembiayaan untuk CAPEX bergantung pada profitabilitas dan model pembiayaan lain yang menjadi beban operator. Makin besar permintaan layanan dari pengguna diperlukan upaya untuk mengurangi beban operator agar dapat memperbaiki dan memperluas layanannya.

Dari aspek pertumbuhan ekonomi, mengutip data International Telecommunication Union (ITU) Tahun 2022 yang menunjukkan presentase tarif Mobile Broadband Indonesia terhadap Gross National Income (GNI) per kapita sebesar 1,1% (Tarif MBB 2GB US$3.78. Sedangkan tarif Fixed Broadband terhadap GNI per kapita sebesar 6.13% (Tarif FBB 20 Mbps U$$20.97).

Hal ini berarti jika biaya yang dialokasikan masyarakat untuk membeli layanan broadband makin tinggi presentasenya, maka semakin sulit masyarakat mendapatkan layanan broadband atau harga tidak terjangkau masyarakat.

Guna mengatasi isu ini, kabarnya Menkominfo Budi Arie Setiadi akan mengeluarkan juga instruksi mengharuskan Penyedia Jasa Internet menjual fixed broadband dengan kecepatan 100 Mbps.

Saat ini, sudah ada beberapa operator penyedia jasa internet menghadirkan paket internet fixed broadband 100 Mbps. Bahkan, ada juga yang sampai 1 Gbps.

IndiHome dari Telkomsel memiliki beberapa paket yang menyediakan layanan internet dengan kecepatan hingga 100 Mbps, yakni Paket Jitu1-1p yang dibanderol Rp425 ribu per bulan.

XL memiliki XL Satu Fiber dengan kecepatan internet mulai 75 Mbps, 150 Mbps, dan 200 Mbps. Untuk paket Smart dengan kecepatan internet 150 Mbps, XL membanderolnya dengan harga mulai Rp334 ribu per bulan. Kemudian, paket Family hadir dengan kecepatan internet 200 Mbps. Paket ini dibanderol mulai Rp399 ribu per bulan. XL juga menawarkan paket Ultimate dengan kecepatan hingga 1Gbps. Paket ini dibanderol mulai Rp999 ribu alias hampir Rp1 juta per bulan.

Biznet juga memiliki paket internet rumahan dengan kecepatan 150 Mbps. Paket ini dibanderol dengan harga mulai Rp375 ribu per bulan.

Indosat Ooredoo Hutchison lewat HiFi menawarkan beragam paket internet dengan kecepatan di atas 100 Mbps sampai 1Gbps yang dapat dipilih pelanggan. Pertama, paket HiFi 100 Mbps dengan harga Rp345 ribu per bulan. Paket ini sudah termasuk router Wi-Fi, gratis instalasi, dan ideal untuk 16-20 perangkat dalam satu rumah. Kemudian, ada juga paket HiFi 300 Mbps dengan harga Rp555 ribu per bulan, HiFi 500 Mbps dengan harga Rp655 ribu per bulan, dan HiFi 1Gbps dengan harga Rp1.255.000 per bulan.

Namun, jika dilihat, penawaran itu cukup mahal, di atas mayoritas pelanggan internet fixed broadband (66,27%) yang mengambil paket Rp100.001-300 ribu per bulan, berdasarkan Survei Internet Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia 2023.

Asosiasi Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi (Apjatel) mengingatkan untuk menghadirkan internet cepat ke rumah perlu diperhatikan dan dianalisa bersama tentang regulatory cost atau biaya regulasi yang ada sekarang di penyelenggara jaringan. Misalnya, sewa tanah untuk jaringan telekomunikasi yang ada di Kota Surabaya dan biaya yang dibebankan terhadap kabel yang melintas di perlintasan kereta api.

Hal ini sangat berpengaruh terhadap perluasan jaringan dan kualitas layanan, termasuk result speed test. Poin tersebut berpengaruh kepada penyelenggara jaringan terhadap opex dan capex yang ada.

Terlepas dari semua isu di atas harus secara obyektif melihat masalah yakni jika hasil survei kecepatan internet Indonesia itu merupakan angka rerata atau melihat beberapa daerah. Harap diingat, Indonesia adalah negara kepulauan berbeda dengan Singapura atau Hong Kong.

Secara teknis hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi ketimpangan kecepatan adalah melakukan lokalisasi akses konten dengan memperbanyak Content Delivery Network (CDN) dari platform asing atau menambah gateway akses dimana routing-nya tidak hanya ada di Jakarta atau Pulau Jawa.

Karena, masalah utama bagi pengguna sebenarnya adalah kenyamanan akses. Tak ada gunanya diberikan kecepatan 100 Mbps jika diberlakukan sistem kuota dan Fair Usage Policy (FUP) yang ujungnya kecepatan akan melambat karena kuota mulai menipis.

Selain itu, regulator harus mampu membangun equal level playing field dimana ada persaingan sehat, konsumen mempunyai cukup pilihan, pengawasan hingga sanksi untuk tingkat layanan yang tidak memenuhi persyaratan minimal.

Jangan gunakan kacamata 20 tahun lalu untuk mengatur industri yang terus bergerak cepat ini.

@IndoTelko