Tip maksimalkan pertumbuhan bisnis model crowdsourcing

Ilustrasi (dok)

JAKARTA (IndoTelko) - GDP Venture, kembali menggelar acara bincang-bincang bisnis bertajuk Power Lunch dengan tema "Maximizing Business Growth with an Effective crowdsourcing Model" dengan narasumber David Soong - CEO SweetEscape, Dimas Harry Priawan - Co-founder & CEO Dekoruma, dan Ardyanto Alam - CEO Garasi.id. SweetEscape, Dekoruma dan Garasi.id merupakan tiga portfolio GDP Venture yang cukup berhasil menerapkan crowdsourcing model dalam bisnisnya.

Konsep bisnis crowdsourcing kini sudah tidak asing lagi di mana layanan, ide, atau konten diperoleh dengan meminta kontribusi dari banyak orang secara daring. Contoh perusahaan yang sukses secara global dari menerapkan konsep ini adalah Airbnb.

SweetEscape, platform layanan jasa fotografi oleh fotografer lokal, kini hadir di lebih dari 500 kota di lima benua dengan lebih dari 1,000 partner fotografer. Bisnis SweetEscape tidak hanya melayani klien retail dengan berbagai layanan jasa foto seperti acara ulang tahun, pertunangan, liburan, bayi yang baru lahir dan momen penting lainnya, tetapi juga telah merambah pasar B2B dengan menyediakan layanan foto produk, foto jajaran direksi & manajemen, bahkan hingga video perusahaan.

Dengan beragam klien hingga ke mancanegara, SweetEscape harus memilih mitra fotografer yang tepat untuk memenuhi kebutuhan klien.

Dikatakan CEO SweetEscape, David Soong, selain menghasilkan foto yang bagus, partner fotografer kami harus memiliki kemampuan komunikasi yang baik. Mereka harus bisa berkomunikasi dengan anak-anak maupun klien yang datang dalam kelompok besar SweetEscape. "Untuk pemotretan di luar negeri, fotografer kami sering kali juga berperan sebagai pemandu lokal dengan memberikan informasi tentang tempat-tempat menarik untuk dikunjungi, tempat makan, dan aktivitas yang bisa dilakukan. Oleh karena itu, mereka diwajibkan mampu berkomunikasi dalam bahasa Inggris. Dengan soft skills seperti ini, klien kami menjadi lebih puas dengan layanan yang kami berikan," ujarnya.

Dalam menerapkan crowdsourcing secara efektif, perusahaan harus menerapkan standar operasional yang jelas untuk mendapatkan kualitas yang sama dari partner kerja serta meminimalisasi resiko akan ketidakpuasan pelanggan, seperti yang diutarakan oleh Ardyanto Alam, CEO dari Garasi.id.

"Kami di Garasi.id bekerjasama dengan bengkel-bengkel pilihan untuk memastikan layanan yang diberikan kepada pelanggan kami mempunyai kualitas yang sama. Kami menerapkan standar operasional yang jelas dan bisa diadopsi dengan standar operasional yang telah ada di bengkel tersebut. Tentunya supaya standar operasional kami bisa diterima dengan baik, kami memilih mitra bengkel yang memang kualitasnya tidak diragukan, seperti salah satunya selalu menggunakan komponen asli," jelasnya.


Saat ini Garasi.id mempunyai produk Warranty, Jasa Inspeksi, Jasa Servis dan Asisten Darurat, dimana mereka menawarkan berbagai layanan untuk garansi mobil bekas yang mencakup komponen mesin dan transmisi selama satu tahun, dengan batas usia mobil 14 tahun dan klaim maksimal Rp20 juta per tahun. Mereka juga menyediakan jasa inspeksi untuk pemeriksaan kendaraan atau mobil bekas yang akan dibeli. Layanan servis mobil di rumah atau di bengkel mitra yang mencakup servis berkala, perawatan eksterior dan interior, serta perawatan AC. Hingga layanan bantuan darurat 24 jam untuk situasi seperti derek, ganti ban, kehabisan bahan bakar, dan kunci tertinggal.

Dekoruma berdiri pada tahun 2015 sebagai marketplace furniture, kemudian ekspansi bisnis dengan membuka jasa layanan desain interior hingga penjualan rumah. Dalam menjalankan bisnisnya, Dekoruma bekerjasama dengan desainer-desainer interior yang mampu mengerjakan desain dengan gaya Japandi (Jepang dan Skandinavia), gaya interior khas Dekoruma.

Sementara, Co-founder & CEO Dekoruma, Dimas Harry Priawan menjelaskan, pihaknya selalu mencantumkan nama desainer interior nya di setiap karyanya, karena hak cipta adalah milik mereka. Ada salah satu desainer nya yang menjadi mandiri dari hasil kerja dengannya dan membuka usahanya sendiri.

"Kami tidak merasa tersaingi dan sangat bangga, bahkan seringkali kami masih tetap bekerjasama dengan baik. Kelebihan dari kami adalah kami membangun suatu teknologi yang kami namakan Thudio by Dekoruma, dimana para desainer bisa langsung mengetahui estimasi biaya dari desain yang mereka kerjakan, sehingga bisa menyesuaikan dengan anggaran yang dimiliki oleh konsumen," katanya.

David Soong juga memberikan insight bahwa model ini tidak hanya menguntungkan perusahaan dengan efisiensi waktu dan biaya operasional, tetapi juga memberikan keuntungan bagi mitra crowdsourcingnya. "Mereka adalah tenaga kerja dengan modal yang tidak besar dan mendapat kompensasi yang adil sesuai hasil kerja mereka. Di SweetEscape, bahkan pekerjaan editing foto dilakukan oleh tim kami dibantu oleh Machine Learning untuk mempercepat waktu editing, sehingga fotografer hanya perlu fokus memotret tanpa merasa terbebani untuk melakukan editing yang menghabiskan waktu sangat banyak," ungkapnya.

Senada dengan David, Ardyanto pun sepakat dengan penjelasannya, bahwa model crowdsourcing menguntungkan kedua belah pihak. Ia ingin menekankan bahwa tidak semua perusahaan dapat menerapkan model crowdsourcing. Model crowdsourcing sangat cocok untuk perusahaan yang membutuhkan keahlian khusus. Jika diterapkan dengan hati-hati dan strategis, model bisnis ini bisa sangat ampuh untuk meningkatkan skalabilitas, inovasi, dan efisiensi.

"Dengan membangun jaringan mitra yang luas, menerapkan standar yang jelas, memanfaatkan teknologi, dan berfokus pada kualitas serta kepuasan pelanggan, perusahaan dapat mencapai pertumbuhan bisnis yang berkelanjutan dan sukses. Contohnya seperti di Garasi.id, mitra bengkel kami mendapatkan keuntungan karena mobil yang warrantynya diperbaiki di bengkel tersebut bisa menjadi langganan untuk maintenance selanjutnya,"ujarnya.

Perlu diketahui bahwa model crowdsourcing tidaklah semudah yang terlihat. Meskipun menawarkan potensi pertumbuhan yang besar, perusahaan perlu melakukan pendekatan yang hati-hati dan strategis dalam mengembangkan jaringan mitra. Mengambil langkah kecil, melakukan riset yang menyeluruh, dan memahami perilaku konsumen adalah kunci untuk memastikan kesuksesan dalam mengimplementasikan model ini.

Dekoruma menggunakan pendekatan yang berbeda dalam mengembangkan toko offline mereka. Dengan membuka 29 toko offline di berbagai lokasi, mereka dapat secara langsung mempelajari perilaku pembeli di setiap kota dan menyesuaikan strategi pemasaran mereka sesuai dengan kebutuhan pasar lokal. Sebaliknya, SweetEscape mengadopsi pendekatan yang lebih fleksibel dengan membuka terlebih dahulu di beberapa kota sebelum melanjutkan ke lokasi lain. Dengan demikian, masing-masing perusahaan dapat memanfaatkan potensi crowdsourcing untuk mencapai pertumbuhan bisnis yang berkelanjutan. (mas)