KKP perkuat keamanan data neraca sumber daya laut

Pengunjung The 5th Global Dialogue on Sustainable Ocean Development tengah memperhatikan dashboard Neraca Sumber Daya Laut Indonesia

BALI (IndoTelko) - Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP) memastikan penguatan keamanan siber untuk melindungi data-data yang dihasilkan Neraca Sumber Daya Laut atau Ocean Accounting Indonesia (OAI) yang baru saja diresmikan pada acara The 5th Global Dialogue on Sustainable Ocean Development di Sanur, Bali, Jumat (5/7).

"Insya Allah kita akan protect terus lewat firewall yang baik, kita juga punya backup data selain nanti kita taruh juga di Pusat Data Nasional," ujar Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono usai peluncuran Ocean Accounting Indonesia.

Ocean Accounting Indonesia merupakan sistem berbasis web yang dapat menampilkan nilai ekonomi sumber daya laut, beserta nilai ekologi dan sosialnya. Sistem ini juga dapat menganalis dampak lingkungan dari berbagai kegiatan di laut, seperti kegiatan perikanan, pembangunan infrastruktur, hingga wisata bahari.

Di dalamnya mencakup tujuh komponen data yakni aset ekosistem, arus ke ekonomi, arus ke lingkungan, ekonomi kelautan, tata kelola, presentasi kombinasi dan kekayaan laut. Sistem mengolah data tersebut secara dinamis sehingga menghasilkan informasi-informasi terbaru sesuai kondisi lapangan.

Dashboard mampu menampilkan nilai ekonomi, ekologi, serta sosial suatu wilayah perairan laut dan pesisir. Kemudian dapat menganalisis dampak investasi di laut dan pesisir terhadap kesehatan ekologi untuk jangka pendek dan panjang. Baik itu investasi di bidang perikanan tangkap dan budidaya, pariwisata, transportasi laut, hingga pembangunan di wilayah pesisir yang berpotensi menimbulkan dampak lingkungan.

Lebih dari itu, Neraca Sumber Daya Laut Indonesia dapat melacak wilayah lautan yang memiliki nilai ekologis dan ekonomi tinggi maupun sebaliknya. Informasi ini dapat digunakan untuk mendukung kegiatan rehabilitasi serta capaian target luasan kawasan konservasi laut Indonesia seluas 30% pada tahun 2045.

"Selama ini kita tidak tahu persis terjadi perubahan apa di lautan kita. Dengan teknologi membantu mempermudah mengetahui apa yang terjadi dan kondisinya seperti apa. Misalnya apa sudah terjadi overfishing, apakah pesisir di kawasan ini mulai rusak, apakah wilayah program konservasi di tempat ini berjalan efektif, dan sebagainya," ungkap Trenggono.

Ocean Accounting Indonesia diakuinya masih akan terus dikembangkan dari sisi fitur maupun informasi yang dihasilkan. Pengadaan satelit dan drone laut diantaranya untuk mendukung kinerja Ocean Accounting Indonesia ini.

Lebih jauh Trenggono menerangkan, sejauh ini sudah ada 10 sepuluh kawasan laut yang terhubung dalam Ocean Accounting Indonesia. Meliputi konservasi Gili Matra, Banda, Padaido, Raja Ampat, Waigeo Barat, Anambas, Pieh, Aru, Sawu, serta Pulau Kapoposang.

"Ini masih terus kami lengkapi, dan data-data yang sudah ada itu berasal dari hasil riset dan survei jadi sudah bisa dipertanggung jawabkan. Dengan sistem ini kita bisa menganalisa dampak pemanfaatan ruang laut, kondisi laut secara cepat. Ini tools untuk mendukung pengambilan kebijakan pengelolaan laut berkelanjutan," bebernya.(wn)