Ojol, kemudahan yang menyimpan ketidakadilan

Jelang tutup bulan Agustus lalu terjadi demonstrasi besar-besaran dari pengemudi ojek online (Ojol) di Jakarta.

Sedikitnya ada enam tuntutan yang diajukan peserta demonstrasi yang tergabung dalam Koalisi Ojol Nasional.

Pertama, merevisi dan menambahkan pasal dalam Peraturan Menteri Komunikasi dan Informasi (Permenkominfo) No.1 Tahun 2012 tentang formula tarif layanan untuk mitra ojol dan kurir online di Indonesia.

Kedua, Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo) wajib mengevaluasi dan memonitoring segala bentuk kegiatan bisnis dan program aplikator yang dianggap mengandung unsur ketidakadilan terhadap mitra pengemudi ojol dan kurir online di Indonesia.

Ketiga, menghapus program layanan tarif hemat untuk pengantaran barang dan makanan pada semua aplikator karena dinilai tidak manusiawi dan memberikan ketidakadilan terhadap pengemudi ojol dan kurir online.

"Keempat, penyeragaman tarif layanan pengantaran barang dan makanan di semua aplikator. Kelima, tolak promosi aplikator yang dibebankan pada pendapatan mitra pengemudi.

Terakhir, legalkan ojol di Indonesia dengan membuat surat keputusan bersama (SKB) dari kementerian-kementerian terkait yang membawahi ojol sebagai angkutan sewa khusus.

Masalah Lama
Dalam sepuluh tahun terakhir, ojol telah menjelma menjadi tulang punggung transportasi di perkotaan Indonesia.

Layanan yang menawarkan kemudahan dan fleksibilitas ini telah membawa perubahan besar di tengah hiruk-pikuk lalu lintas.

Namun, di balik kenyamanan yang dinikmati jutaan penumpang setiap hari, ada pertempuran yang tak terlihat, pertempuran yang semakin memanas antara aplikator dengan pengemudi Ojol.

Aplikator selalu berlindung sudah menjalani regulasi. Misal, terkait masalah tarif pengantaran menyatakan bahwa besaran tarif layanan pengantaran telah dihitung secara saksama sesuai dengan ketentuan Pasal 3 Permenkominfo No. 1/Per/M.Kominfo/01/2012 tentang Formula Tarif Layanan Pos Komersial dan dirancang untuk menjaga pendapatan mitra pengemudi, dan kestabilan permintaan pasar terhadap layananya.

Padahal, masalah utama yang membakar amarah para pengemudi Ojol adalah ketidakjelasan dan ketidakadilan dalam sistem penetapan tarif. Biaya potongan aplikasi yang mencapai 20% hingga 30% dianggap tidak adil oleh pengemudi Ojol.

Algoritma yang digunakan oleh platform sering kali diibaratkan sebagai ‘senjata rahasia’ yang menargetkan pendapatan pengemudi.

Besarnya potongan, ketidakpastian tarif, serta ketidakseimbangan antara jarak tempuh dan pendapatan adalah problematika utama yang terus berulang. Di balik angka-angka dan persentase yang tidak transparan, banyak pengemudi yang merasa dipaksa bekerja dengan bayaran yang tidak sepadan.

Sedangkan soal status pekerjaan memang membingungkan, sehingga wajar diapungkan dalam demonstrasi tersebut.

Di satu sisi, pengemudi Ojol dianggap sebagai pekerja lepas alias gig, tetapi kenyataannya, ketergantungan mereka pada platform sangat tinggi. Tanpa kejelasan status ini, pengemudi berada dalam posisi yang rentan—tanpa jaminan sosial, tanpa perlindungan kesehatan, dan tanpa masa depan yang pasti.

Regulasi Lemah
Pertumbuhan industri yang cepat telah membuat pemerintah kewalahan, dan tekanan dari perusahaan platform raksasa semakin memperumit situasi.

Alih-alih bertindak sebagai pelindung hak-hak pengemudi, pemerintah terlihat cenderung lebih berpihak pada perusahaan platform, membiarkan ketidakadilan ini berlarut-larut.

Konsekuensi dari lemahnya regulasi tidak hanya dirasakan oleh pengemudi, tetapi juga oleh konsumen.

Pendapatan yang tidak stabil dan kondisi kerja yang berat tidak hanya merusak kesejahteraan pengemudi, tetapi juga mengancam kualitas layanan yang mereka berikan. Persaingan tidak sehat di antara pengemudi, yang diakibatkan oleh kebijakan platform yang tidak adil, berpotensi menurunkan standar layanan bagi pengguna.

Bandingkan dengan sejumlah negara yang sudah memberikan aturan main jelas terkait fenomena Ojol ini.

Misalnya, di Inggris pemerintah telah menerapkan undang-undang yang mewajibkan perusahaan platform untuk menetapkan upah minimum bagi pekerja tidak tetap (gig), termasuk pengemudi ojek online.

Hal ini guna memastikan bahwa pengemudi memiliki pendapatan dasar yang layak, terlepas dari fluktuasi tarif yang diberlakukan oleh algoritma.

Di Spanyol, pemerintah telah mengeluarkan regulasi yang mengklasifikasikan pekerja platform, termasuk pengemudi ojek online, sebagai pekerja tetap dengan hak-hak penuh. Ini berarti mereka berhak mendapatkan jaminan sosial, termasuk asuransi kesehatan dan pensiun.

Di Prancis, pemerintah secara aktif melibatkan serikat pekerja dalam diskusi regulasi industri gig. Pengemudi ojek online dan pekerja platform lainnya memiliki perwakilan yang kuat dalam negosiasi kebijakan, memastikan suara mereka didengar dan hak-hak mereka dilindungi.

Tuntaskan
Mengingat terus bertambahnya populasi Ojol dan layanannya kian memberikan pengaruh kepada perekonomian sudah saatnya pemerintah menyelesaikan isu-isu yang diapungkan dalam demonstrasi itu.

Segera lakukan revisi regulasi untuk memastikan bahwa pengemudi menerima upah yang layak. Berikan kejelasan status pekerjaan bagi pengemudi yang mencakup jaminan sosial dan kesehatan.

Pemerintah harus mewajibkan platform untuk transparan dalam penggunaan algoritma yang menentukan pendapatan pengemudi, serta menjalani pengawasan dengan ketat.

Demonstrasi 29 Agustus 2024 bukan hanya seruan protes, tetapi juga peringatan bahwa ketidakadilan yang terus dibiarkan bisa berubah menjadi gejolak sosial yang lebih besar.

Sudah saatnya pemerintah, platform, dan masyarakat bersama-sama menciptakan ekosistem transportasi online yang lebih adil dan berkelanjutan.

Perlindungan yang layak bagi pengemudi tidak hanya akan menjamin kesejahteraan mereka, tetapi juga memastikan bahwa layanan yang diterima oleh konsumen tetap berkualitas tinggi.

@IndoTelko