JAKARTA (IndoTelko) - Indonesia memiliki beragam komoditas budidaya yang penting, seperti udang vannamei dan rumput laut, yang menjadi andalan dalam sektor perikanan. Untuk meningkatkan performa produksi perikanan, Yayasan WWF Indonesia dan Seafood Savers menginisiasi Aquaculture Improvement Program (AIP) untuk meningkatkan praktik budidaya yang berkelanjutan.
Seafood Savers mendampingi pelaku usaha memperoleh sertifikasi ecolabel Marine Stewardship Council (MSC) untuk perikanan tangkap dan Aquaculture Stewardship Council (ASC) untuk perikanan budidaya, yang diakui secara internasional. Contohnya adalah upaya yang dilakukan oleh PT SeaSae Solusi Indonesia dan PT Winaros Kawula Bahari.
PT SeaSae Solusi Indonesia dan PT Winaros Kawula Bahari adalah dua anggota baru dalam program Seafood Savers. Kedua perusahaan ini secara resmi bergabung melalui penandatanganan Perjanjian Kerja Sama (PKS) pada Senin, 26 Agustus 2024, di Kantor WWF-Indonesia di Bali. Hingga saat ini, sebanyak 13 perusahaan telah bergabung sebagai anggota Seafood Savers, dengan 4 perusahaan lainnya dalam proses pendaftaran. Acara ini juga disertai dengan acara simbolis penyerahan donasi dari Uluu, yang menandakan komitmen bersama untuk memajukan praktik perikanan berkelanjutan di Indonesia.
WWF-Indonesia terus mendukung penerapan praktik perikanan berkelanjutan di Indonesia melalui inisiatif Seafood Savers. Dibentuk pada tahun 2009, Seafood Savers merupakan platform relasi antar usaha (business to business) yang melibatkan produsen perikanan, pembeli, dan institusi keuangan untuk bersama-sama mempromosikan bisnis dan praktik perikanan berkelanjutan.
Menurut Sustainable Fisheries Manager WWF-Indonesia, Achmad Mustofa, Seafood Savers bertujuan untuk menjembatani upaya menuju perikanan berkelanjutan, yang terkait erat dengan pencapaian sertifikasiecolabel seperti ASC. Program ini tidak hanya berfokus pada pencapaian sertifikasi, tetapi bagaimana setiap pelaku usaha dan yang terlibat ikut menjaga dan melestarikan lingkungan. "Hal ini akan sangat berdampak pada keberlangsungan usaha perikanan dan lingkungan sekitar akan tetap lestari. Yang terpenting, kami juga berkomitmen untuk memberdayakan masyarakat setempat dalam setiap langkah yang diambil," jelasnya.
Sementara, Direktur PT SeaSae Solusi Indonesia, Bhima Aries Diyanto, mengatakan, semoga ini menjadi awal yang bermanfaat bagi perusahaannya sebagai industri, WWF-Indonesia, masyarakat, dan semua pihak yang terlibat. "Kami berharap masyarakat juga semakin memahami cara mengelola tambak mereka secara berkelanjutan. Semoga perikanan berkelanjutan ini dapat menjadi fondasi dasar bagi kita semua dalam menjaga kelestarian sumber daya perikanan," kata Bhima dalam sambutannya.
PT SeaSae Solusi Indonesia, yang berbasis di Sidoarjo, Jawa Timur, akan berkontribusi dalam program ini dengan komoditas rumput laut. Sementara itu, PT Winaros Kawula Bahari, yang berbasis di Pasuruan, Jawa Timur, akan fokus pada komoditas udang vannamei. Kedua perusahaan ini berkomitmen untuk menjalankan aktivitas perbaikan perikanan budidaya pada rantai suplainya sesuai dengan standar yang ditetapkan.
Sedangkan, Direksi PT Winaros Kawula Bahari, Indra Budi Saputra mengungkapkan, ke depannya, pihaknya jelas sangat membutuhkan bimbingan dari tim Seafood Savers dan WWF-Indonesia, yang juga sudah dimulai sejak sekarang. "Langkah ini merupakan wujud komitmen kami, tidak hanya kepada para pelanggan, tetapi juga terhadap lingkungan sosial masyarakat di sekitar kami," katanya.
Dalam upaya meraih sertifikat ASC, masing-masing perusahaan memiliki target yang harus dicapai. Berdasarkan hasil dari internal gap assessment, rantai suplai yang didaftarkan oleh PT SeaSae Solusi Indonesia memenuhi kepatuhan awal sebesar 25,47% terhadap persyaratan Standar ASC-MSC rumput laut. Sedangkan PT Winaros Kawula Bahari yang memiliki tambak di Paiton, sejauh ini sudah memenuhi 26,06% persyaratan ASC udang. Oleh karenanya kedua perusahaan masih harus melalui proses yang panjang untuk memenuhi 100% persyaratan ASC atau menuju perikanan budidaya yang bertanggung jawab secara lingkungan dan sosial.
Di kesempatan yang sama dilakukan pula simbolis penyerahan donasi dari Uluu kepada WWF-Indonesia. "Salah satu permasalahan utama dunia saat ini adalah sampah plastik, dan kami berupaya untuk mengatasinya. Kami menciptakan material pengganti plastik yang ramah lingkungan dan dapat terurai, yaitu produk alternatif plastik yang berbahan dasar rumput laut," ujar Co-CEO dari Uluu, Michael Kingsbury. Dalam implementasi praktik perbaikan perikanan rumput laut ini, Uluu berkontribusi sebagai pembeli rumput laut produksi PT SeaSae Solusi Indonesia.
Penandatanganan Perjanjian Kerjasama ini merupakan langkah nyata dalam mendukung upaya perikanan berkelanjutan di Indonesia. Dengan adanya kolaborasi ini, diharapkan praktik perikanan yang bertanggung jawab dapat terus berkembang, memberikan dampak positif bagi lingkungan, pelaku usaha, dan masyarakat sekitar. (mas)