Menggenjot ekonomi digital untuk pertumbuhan 8%

Pemerintahan Prabowo-Gibran tak lama lagi akan memimpin Indonesia untuk lima tahun mendatang.

Selama proses transisi, Presiden terpilih, Prabowo Subianto, menyatakan akan membawa pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 8% di rentang 2024-2029.

Bagi Prabowo, pertumbuhan ekonomi 8% tidak bisa ditawar jika ingin Indonesia menjadi negara maju di masa depan.

Jika Indonesia berhasil tumbuh ekonominya 8%, artinya produk domestik bruto (PDB) nasional akan mencapai Rp35.500 triliun pada 2029 dibandingkan 2024 yang diperkirakan Rp22.500 triliun.

Dalam dokumen draf Indonesia emas 2045, disebutkan salah satu sektor yang menjadi andalan sebagai penggerak pertumbuhan adalah ekonomi digital yang akan berkontribusi sekitar 20% dari PDB nasional yang diproyeksikan 13.000 triliun pada rentang 2024-2029. Nilai kontribusi pertumbuhan ekonomi digital tersebut ekuivalen dengan Rp520 triliun setiap tahun pada periode sama.

Angka ini melesat tinggi karena ekonomi digital diprediksi berkontribusi sampai 4,6% dari PDB Indonesia selama tahun 2024, berdasarkan data dari Wantiknas tahun 2023.

Tim Prabowo-Gibran telah menyiapkan sejumlah langkah untuk menggenjot sektor ekonomi digital diantaranya pembangunan pusat data berbasis kecerdasan buatan (AI), infrastruktur digital, serta investasi dalam teknologi energi baru terbarukan.

Langkah Strategis
Pembangunan pusat data berbasis AI menjadi langkah strategis pertama yang menonjol dalam rencana ekonomi digital pemerintahan Prabowo-Gibran.

Proyek ini diharapkan tidak hanya meningkatkan efisiensi operasional berbagai sektor, tetapi juga memicu transformasi besar-besaran di bidang energi dan infrastruktur. Dengan proyeksi peningkatan kapasitas data center dunia menjadi 95 GW pada tahun 2029, Indonesia berada di jalur yang tepat untuk memanfaatkan tren global ini, terutama dengan dukungan energi baru terbarukan yang terus berkembang.

AI juga menjadi katalisator inovasi dalam berbagai sektor ekonomi, termasuk industri otomotif melalui peningkatan produksi kendaraan listrik (EV), serta dalam penyediaan jaringan telekomunikasi dan infrastruktur berbasis internet.

Penataan kabel laut oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), misalnya, menjadi kunci untuk memperluas konektivitas digital di seluruh nusantara. Ini tidak hanya menghubungkan wilayah-wilayah terpencil, tetapi juga memungkinkan masuknya investasi asing yang besar, terutama di sektor teknologi informasi dan telekomunikasi.

Tantangan Utama
Tantangan pertama dan terbesar untuk menggenjot ekonomi digital nantinya adalah pengembangan talenta digital.

Saat ini, Indonesia masih kekurangan sumber daya manusia yang mampu beradaptasi dan memanfaatkan teknologi digital secara maksimal. Kehadiran program studi kecerdasan buatan (AI) di universitas-universitas baru dimulai, dan ini menunjukkan adanya kesadaran akan pentingnya pengembangan talenta. Namun, perlu upaya yang lebih agresif dalam mempercepat proses ini.

Pemerintah harus menggandeng sektor pendidikan, industri, dan komunitas digital untuk menciptakan ekosistem talenta yang mampu bersaing di tingkat global.

Selain itu, masalah kesenjangan teknologi atau digital divide masih menjadi penghambat utama. Meskipun kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Bandung menikmati akses teknologi yang maju, banyak wilayah di Indonesia yang masih tertinggal. Infrastruktur digital di daerah-daerah terpencil dan tertinggal masih belum memadai untuk mendukung pertumbuhan ekonomi digital yang merata.

Tanpa pemerataan infrastruktur, Indonesia berisiko menjadi negara dengan perkembangan digital yang timpang, di mana hanya sebagian kecil dari populasi yang menikmati manfaat ekonomi digital.

Kebutuhan Regulasi
Di sisi lain, kebijakan regulasi juga menjadi tantangan besar. Meskipun pemerintah telah berkomitmen untuk mendukung pertumbuhan ekonomi digital, regulasi yang konsisten dan adaptif masih minim.

Tanpa kebijakan yang kuat, ekonomi digital tidak akan berkembang dengan optimal.

Contoh yang bisa dipelajari adalah kebijakan insentif yang diterapkan oleh pemerintah Malaysia, seperti insentif untuk pengadaan GPU yang menarik perusahaan global seperti Google dan Microsoft untuk membangun data center di negara tersebut.

Indonesia perlu mempertimbangkan langkah serupa dengan memberikan insentif, baik di sektor teknologi maupun energi, agar dapat bersaing di kancah internasional.

Tantangan lainnya adalah bagaimana menjaga konsistensi dalam penerapan regulasi. Pemerintahan Prabowo-Gibran harus bisa menepis persepsi Indonesia memiliki kebijakan yang sering kali tidak konsisten dengan implementasinya.

Kondisi ini membuat investor ragu, terutama dalam proyek-proyek besar seperti subsea cable dan pengembangan data center, yang memerlukan jaminan kepastian hukum dan regulasi yang stabil.

Untuk mengatasi berbagai tantangan tersebut, kolaborasi lintas sektor menjadi kunci. Pemerintah, sektor swasta, akademisi, dan komunitas digital perlu duduk bersama untuk menciptakan sinergi yang kuat.

Pemerintah perlu mendukung inovasi dengan kebijakan yang ramah teknologi, sementara sektor swasta harus siap mengambil peluang dari perkembangan teknologi yang ada.

Hanya dengan langkah-langkah tersebut, Indonesia dapat mewujudkan visi ekonomi digital yang inklusif dan berkelanjutan, serta mencapai target ambisius pertumbuhan ekonomi 8% pada 2029.

@IndoTelko