Kementrian Koordinator Bidang Perekonomian menyebut sejumlah Kawasan Ekonomi (KEK) di Indonesia akan menjadi pilot project pengembangan artificial inteligence (AI/kecerdasan buatan) dan semikonduktor.
Keduanya merupakan komponen inti dalam strategi ekonomi digital Indonesia yang ingin menyaingi Singapura dan Malaysia, dimana kedua negara itu telah mengembangkan ekosistem serupa.
Malaysia melalui Iskandar yang terletak di Johor Bahru, menjadi salah satu contoh KEK sukses di Asia Tenggara. Dengan dukungan kebijakan fiskal yang menarik dan berlokasi berdekatan dengan Singapura, Iskandar berhasil menarik investasi besar di sektor manufaktur dan teknologi.
Kunci sukses Iskandar adalah kemudahan regulasi dan upaya pemerintah Malaysia untuk memastikan stabilitas infrastruktur, akses tenaga kerja, dan lingkungan bisnis yang ramah investasi.
Sementara di Asia, Shenzhen dan Hsinchu Science Park adalah contoh sukses konsep KEK digital.
Shenzhen berubah menjadi salah satu pusat teknologi terbesar di dunia berkat kombinasi kebijakan pro-investasi, pembangunan infrastruktur yang agresif, dan fokus pada pengembangan SDM.
Shenzhen tidak hanya menawarkan insentif pajak, tetapi juga kemudahan regulasi, akses ke teknologi, serta ketersediaan tenaga kerja terampil. Pemerintah China juga berinvestasi besar-besaran dalam pengembangan pendidikan teknologi tinggi dan riset, menciptakan ekosistem inovasi yang kuat.
Sementara Hsinchu Science Park sebagai pusat industri semikonduktor dunia, adalah model sukses KEK berbasis teknologi. Kuncinya, Kolaborasi erat antara pemerintah, universitas, dan perusahaan swasta.
Taiwan berfokus pada peningkatan kapasitas tenaga kerja lokal dengan menyediakan pendidikan yang kuat dalam sains dan teknologi, serta investasi besar dalam infrastruktur teknologi. Hsinchu juga dikenal karena kluster industrinya yang kuat, di mana perusahaan teknologi dan manufaktur saling mendukung dalam satu ekosistem.
Sedangkan Indonesia rencananya akan mendorong Batam untuk pengembangan semikonduktor. Di Batam juga melalui KEK Nongsa telah mempunyai digital park, termasuk memiliki AI data center.
Selain Batam, sejumlah kawasan yang akan meniadi pengembangan ekosistem AI dan semikonduktor adalah KEK Galang Batang, Kabupaten Bintan, lalu KEK Kendal, Jawa Tengah, dan KEK di Jawa Timur.
Pertanyaan
Di balik megahnya rencana pemerintah, pertanyaan krusial harus diajukan yakni apakah KEK ini benar-benar solusi untuk mendorong Indonesia ke panggung teknologi global, atau sekadar mimpi kosong yang penuh jebakan?
Industri semikonduktor adalah salah satu yang paling menuntut dalam hal sumber daya manusia (SDM), infrastruktur, serta dukungan energi dan air. Di sinilah mulai muncul tanda tanya besar.
KEK sering dipuji sebagai cara efektif untuk menarik investasi dengan insentif yang menggoda. Namun, mari jujur sejenak: apakah infrastruktur di kawasan tersebut benar-benar siap?
Batam, yang diklaim memiliki ekosistem digital mapan, masih menghadapi masalah mendasar dalam hal pasokan listrik yang stabil dan logistik.
Produksi semikonduktor memerlukan ketepatan yang ekstrem, di mana gangguan kecil dalam energi bisa berarti kerugian besar. Bagaimana kita bisa bersaing dengan Singapura, yang sudah menjadi raksasa teknologi dengan infrastruktur kelas dunia?
Lebih lanjut, apakah membangun KEK di wilayah-wilayah terpencil benar-benar mempercepat industrialisasi? Atau justru memaksa investor untuk menanggung beban pembangunan yang seharusnya menjadi tanggung jawab negara? KEK mungkin menawarkan lahan dan fasilitas, tetapi tanpa dukungan penuh dari infrastruktur esensial, proyek ini bisa berubah menjadi beban daripada berkah.
Masalah SDM
Keberhasilan industri AI dan semikonduktor tidak hanya tergantung pada fisik pabrik atau teknologi, tetapi terutama pada kualitas SDM. Di sinilah letak lubang terbesar dalam strategi ini.
Indonesia mengalami kekurangan tenaga ahli di bidang teknologi tinggi. Bahkan lulusan perguruan tinggi sering kali tidak siap untuk masuk ke sektor semikonduktor atau AI tanpa pelatihan intensif lebih lanjut.
Apakah kita hanya akan mengandalkan tenaga kerja asing untuk mengisi kekosongan ini? Jika ya, bagaimana nasib tenaga kerja domestik yang justru harusnya diuntungkan dari proyek ini?
Lebih dari itu, apakah sudah ada rencana jangka panjang untuk membangun pendidikan dan pelatihan yang memadai? Tanpa investasi besar dalam pendidikan, pembangunan KEK hanya akan menjadi simbol kosong dari ambisi tanpa substansi.
Persaingan Brutal
Singapura dan Malaysia bukan pesaing yang bisa diabaikan. Keduanya telah lama membangun fondasi kuat dalam pengembangan teknologi dan menarik investor kelas dunia.
Singapura, dengan kebijakan pro-bisnis dan infrastrukturnya yang unggul, telah menjadi tujuan utama bagi perusahaan teknologi global. Malaysia juga tidak kalah agresif, menawarkan insentif besar dan lingkungan bisnis yang stabil.
Apa yang bisa Indonesia tawarkan untuk bersaing? Apakah insentif pajak di KEK cukup? Jika tidak ada inovasi dalam kebijakan atau langkah strategis yang jelas, kita hanya akan menjadi bayang-bayang dalam permainan teknologi global ini.
Jika KEK hanya difokuskan untuk memproses bahan baku tanpa mendorong inovasi lokal dan pengembangan produk bernilai tinggi, kita akan tetap terjebak dalam ketergantungan lama: menjadi penyedia bahan mentah untuk kekuatan asing.
Indonesia berpotensi besar untuk menjadi pemain utama dalam ekonomi digital global, tetapi potensi saja tidak cukup.
Tanpa eksekusi yang tepat, strategi KEK ini hanya akan menjadi proyek ambisius tanpa arah yang jelas. Tantangan utama seperti kesiapan infrastruktur, pengembangan SDM, dan daya saing kebijakan harus segera diatasi jika kita tidak ingin sekadar menjadi penonton dalam peta teknologi dunia.
Jika tidak, alih-alih menjadi hub teknologi di ASEAN, Indonesia hanya akan menjadi mimpi kosong di tengah persaingan brutal dan ketertinggalan yang semakin jauh.
Mari pastikan kita tidak berjalan di jalan buntu yang penuh dengan janji tanpa realisasi.
@IndoTelko