JAKARTA (IndoTelko) - Huawei Digital Power, penyedia produk dan solusi digital global terkemuka, meluncurkan smart photovoltaic (PV) untuk C&I dan Residential Solution SUN5000-150KTL, solusi Battery Energy Storage System (ESS) yang memiliki fitur arsitektur pengaturan suhu yang inovatif bernama hybrid cooling, dan Smart Charging Network untuk infrastruktur kendaraan listrik, FusionSolar.
Inovasi ini menunjukkan kecakapan dan keunggulan teknologi Huawei dalam teknologi PV sebagai bentuk energi universal utama masa depan, sekaligus menegaskan dukungan bagi Indonesia dalam mencapai net-zero emission pada tahun 2060 serta target-target lingkungan dan keberlanjutan.
Asisten Deputi Bidang Energi, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman & Investasi Ridha Yasser, mengatakan, Indonesia, dengan 17.500 pulau, kaya akan sumber daya alam dan energi, termasuk bahan bakar fosil, mineral, dan sumber daya terbarukan yang melimpah. Untuk mencapai target emisi nol bersih, Indonesia harus menyeimbangkan pembangunan ekonomi dengan stabilitas dan ketahanan energi, sekaligus mendorong pertumbuhan nasional.
Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman & Investasi menargetkan pengembangan tenaga surya hingga 421 GWp atau bahkan lebih pada tahun 2060. Untuk mencapainya, diperlukan peningkatan daya saing melalui inovasi, hilirisasi sumber daya alam, dan penguasaan teknologi manufaktur seperti produksi panel surya menyeluruh, penyimpanan baterai skala besar, dan pemanfaatan jaringan listrik.”
Pada kesempatan yang sama, Senda Hurmuzan Kanam, Direktur Perencanaan dan Pengembangan Infrastruktur EBTKE (ESDM), mengatakan, ESDM berkomitmen untuk mencapai emisi nol bersih pada tahun 2060 atau lebih cepat, dengan target 23% energi terbarukan dalam bauran energi kita pada tahun 2025. Salah satu peluang utama untuk mencapai tujuan ini adalah melalui panel surya.
“Kita membutuhkan sekitar 10 gigawatt pembangkitan energi bersih pada tahun 2025 untuk mengejar kesenjangan yang ada. Indonesia memiliki potensi untuk menghasilkan hingga 15 gigawatt dari atap surya. Kami bersyukur memiliki kesempatan untuk berkolaborasi dengan tim teknis Huawei dalam mengembangkan konsep atap surya 'tanpa ekspor', memastikannya terintegrasi dengan lancar dengan jaringan PLN yang ada,” katanya.
Hadir pula dalam peluncuran tersebut Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional (DEN) Djoko Siswanto yang menyampaikan bahwa bauran energi terbarukan saat ini telah mencapai 16,75% dari target 23% yang ditetapkan pada tahun 2025.
“Untuk mendukung inisiatif tenaga surya, sedang dibangun pabrik solar PV di Kendal dengan kapasitas 1 gigawatt yang 90%-nya telah selesai dibangun, serta pabrik baterai di Karawang yang saat ini berkapasitas 10 gigawatt dan berencana untuk diperluas menjadi 20 gigawatt. Selain itu, ekosistem kendaraan listrik juga berkembang pesat, didukung oleh kemitraan antara Ikatan Insinyur Indonesia dan Universitas Nasional Singapura untuk mendirikan Pusat Penelitian Energi Surya Indonesia, yang diresmikan pada 2 Oktober 2024. Pusat penelitian ini akan mempercepat pengembangan teknologi solar PV dan sumber daya manusia, sekaligus memfasilitasi ekspor listrik dari Batam ke Singapura.”
Sementara itu, CEO Huawei Digital Power Jin Song mengatakan bahwa elektronika daya dan teknologi digital merupakan pendorong utama transformasi energi, dan energi terbarukan menjadi penggerak lebih dari 80% infrastruktur energi TIK.
“Huawei terus mengembangkan inovasi energi terbarukan untuk menghadirkan solusi yang berkelanjutan bagi para pelanggan dan menjawab tantangan seputar lingkungan hidup. Selain itu, penting untuk fokus pada peningkatan solusi penyimpanan energi sekaligus memastikan bahwa aset pembangkit listrik tetap aman, andal, dan hemat biaya. Oleh karena itu, Huawei berkomitmen untuk berkolaborasi dengan seluruh pemangku kepentingan, terutama mitra strategis, untuk berkontribusi lebih banyak dalam perjalanan transformasi energi di Indonesia,” ujar Jin Song dalam acara peluncuran FusionSolar di Indonesia.
Jin Song menambahkan bahwa pendekatan strategis Huawei Digital Power dalam mendukung transisi Indonesia, dari negara dengan emisi karbon tinggi menuju emisi rendah, melibatkan integrasi empat teknologi utama, yaitu teknologi digital (Bit), teknologi daya elektronik (Watt), teknologi manajemen termal (Heat), dan teknologi manajemen sistem penyimpanan energi (Battery). Keempat teknologi ini disebut sebagai teknologi "4T".
“Kolaborasi kami dengan seluruh pemangku kepentingan, terutama mitra strategis merupakan wujud peran aktif kami dalam mendorong transisi energi terbarukan di Indonesia dan mengurangi emisi karbon, dalam upaya memberikan manfaat jangka panjang bagi industri, masyarakat, dan lingkungan. Kami senang dapat menjadi bagian dari lompatan besar dalam perjalanan energi terbarukan di Indonesia,” ujar Jin Song.
Bekerja sama dengan mitra strategisnya, Huawei Digital Power telah berkontribusi terhadap pengembangan energi hijau di Indonesia dalam lima tahun terakhir, membangun total 743+ MW listrik yang mencakup lebih dari 600 pembangkit listrik tenaga surya di seluruh Indonesia.
Selain dikenal sebagai penyedia infrastruktur TIK dan perangkat pintar global, Huawei Digital Power juga merupakan pemimpin dalam pasar global industri solar PV inverter. Huawei juga menjadi yang terdepan dalam ndustri UPS dan pusat data prefabrikasi.
Menurut data dari International Energy Agency (IEA), persentase penggunaan tenaga surya di Indonesia menunjukkan peningkatan yang signifikan. Selain itu, dengan komitmen pemerintah untuk menjadikan Indonesia sebagai masyarakat yang berkelanjutan dan ramah lingkungan, teknologi tenaga surya sebagai bentuk energi terbarukan yang paling matang dan terjangkau akan membuka lebih banyak peluang bagi berbagai industri dan ekosistem.
Diperkirakan bahwa pada tahun 2050, tenaga surya akan menjadi sumber listrik utama. Sebagai salah satu pemain utama di industri ini, Huawei berharap kontribusinya dapat memberikan manfaat bagi seluruh masyarakat.(ak)