Untuk keamanan siber, Indonesia perlu strategi krusial

Ilustrasi (dok)

JAKARTA (IndoTelko) - Di era digital, data menjadi aset berharga bagi perusahaan, khususnya industri jasa keuangan. Namun, ancaman terhadap keamanan data terus meningkat seiring dengan berkembangnya serangan siber, seperti pencurian data (data heist).

RDS Group melalui anak perusahaannya BION menyadari bahwa banyak perusahaan di Indonesia belum sepenuhnya siap menghadapi ancaman ini. Oleh karena itu, BION seringkali membahas isu “Data Heist Prevention & Rescue Mission: Optimize Your Data Security” untuk menemukan strategi efektif melindungi data pelanggan pada masing masing industri.

Dikatakan Solution Architect OPSWAT, Rudy Setiawan, terdapat 5 hal penting yang perlu di proteksi untuk mencapai pengamanan Cyber Security, yaitu: Identity, Device, Network, Application & Data. Dengan berkembangnya zaman, semakin banyak orang bekerja dari mana saja, sehingga memerlukan teknologi Zero Trust Network Access (ZTNA) yang bisa di akses dimana saja dengan aman. Rudy juga membedakan teknologi OPSWAT dengan ZTNA yang lain menutnya meta-defender yang dimana segala file yang lewat akan disanitasi terlebih dahulu sebelum masuk ke dalam jaringan perusahaan.

Pun Solution Architect Entrust, Falentino Wangean mengungkapjan hal senada, untuk melakukan proteksi data pribadi bisa dengan data tokenisasi / enkripsi Entrust. Data tokenisasi ini menggunakan algoritma Hardware Secure Module (HSM) dengan sertifikat keamanan FIPS 140-3 yang tertinggi dari sistem sekuriti. Pengamanan data juga perlu didukung dengan fitur backup yang mempunyai teknologi AI yang dapat mendeteksi file yang direkam cadang terkena Ransomware atau tidak.

Sementara, Solution Architect DELL, Fardy Umar mengatakan, Cyber Recovery Solution (CRS) DELL akan melakukan monitor & inspeksi setiap dilakukan pencadangan data dan ketika terjadi anomali maka CSR ini akan secara otomatis akan melakukan karantina file cadangan tersebut.

Kedepan tantangan dan ancaman di bidang keuangan juga menjadi perhatian bagi pemerintah. OJK sebagai lembaga pemerintah yang menjadi penjaga gawang dalam semua proses sirkulasi keuangan di Indonesia juga menyoroti hal ini. Kepala Wilayah 1 OJK Indonesia, Roberto Akyuwen menyampaikan tantangan yang dihadapi pemerintah dalam menanggapi kemajuan teknologi, khususnya dalam hal inovasi Artificial Intelligence (AI). Ia mencatat bahwa ada kesenjangan dalam sinkronisasi teknologi dan pentingnya implementasi UU Perlindungan Data Pribadi (PDP).

“Dengan perkembangan teknologi yang sangat cepat, kita perlu memastikan bahwa peraturan dan kebijakan yang ada tetap relevan dan efektif,” ujar Roberto. Ia juga menegaskan bahwa peran Data Protection Officer (DPO) harus mencakup pemahaman mendalam tentang hukum dan teknologi. “Penerapan UU PDP memerlukan keahlian yang luas, dan Data Protection Officer (DPO) harus mampu menggabungkan pengetahuan hukum dan teknologi secara menyeluruh untuk melindungi data secara efektif,” jelasnya.

Diharapkan, dengan memberikan panduan berharga bagi organisasi organisasi ini industri dapat melakukan pengembangan teknologi dan sistem untuk melindungi data mereka. Meskipun UU PDP dan regulasi terkait telah diterapkan, masih banyak hal yang perlu dibenahi untuk perbaikan dan penyesuaian dengan kemajuan teknologi yang cepat. Tidak sampai pada tahap tersebut saja, tetapi menjadi sangat penting bagi organisasi untuk memperbarui strategi keamanan mereka dan beradaptasi dengan ancaman baru yang memiliki potensi untuk muncul.

Dengan wawasan dari para ahli di acara ini, diharapkan bahwa organisasi akan lebih siap menghadapi tantangan dan ancaman di dunia digital yang semakin kompleks. Keamanan data adalah tanggung jawab bersama yang memerlukan pendekatan komprehensif dan kesiapan yang berkelanjutan untuk menjadi informasi tetap aman. Pencurian data dianggap sebagai pelanggaran keamanan dan privasi yang serius, dengan potensi konsekuensi yang signifikan bagi individu dan organisasi. (mas)