Proteksi atau adaptasi

Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mengambil langkah tegas terhadap aplikasi TEMU dengan berencana memblokirnya.

Kominfo menilai aplikasi itu tidak comply atau tidak patuh dengan regulasi di Indonesia dan berpotensi mengancam keberlangsungan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM).

Kominfo melihat dari sisi bisnis modelnya, TEMU tidak comply dengan regulasi yang ada di Indonesia, baik dari sisi perdagangan maupun ekosistem UMKM yang harus dilindungi dan jaga.

Pemerintah menilai aplikasi TEMU menghubungkan langsung produk dari pabrik ke konsumen, yang memungkinkan terjadinya predatory pricing atau price dumping. Hal itu dianggap sangat berbahaya bagi UMKM lokal.

Menurut Kominfo kehadiran aplikasi semacam itu dapat merusak ekosistem bisnis UMKM, terutama ketika harga produk asing sangat rendah dan mengancam keberlangsungan usaha kecil.

Skema cross border yang dikembangkan TEMU dimana perusahaan bisa mengirimkan barang dari pabrik China atas permintaan konsumen di setiap negara dikhawatirkan bisa mengacaukan ekosistem perdagangan dan industri di Indonesia karena tak ada lagi namanya "reseller", perantara ketiga, afiliator. Ini yang dinilai sangat berbahaya bagi UMKM Indonesia.

Sejauh ini aplikasi TEMU belum terdaftar sebagai Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) di Indonesia. Ketika belum terdaftar sebagai PSE, potensi diblokirnya sangat terbuka lebar.

Kominfo tak segan memblokir karena melihat trafik pengguna aplikasi ini di Indonesia masih sangat rendah. Namun, jika ada peningkatan trafik dan dampak yang signifikan, Kominfo akan segera mengambil tindakan.

Kominfo juga menyoroti aspek perlindungan konsumen. Produk-produk yang dijual melalui TEMU dinilai tidak terjamin kualitasnya, terutama karena belum comply dengan regulasi yang ada di Indonesia.

Proses registrasi PSE sendiri sebenarnya mudah, namun hingga kini belum ada gesture atau tanda-tanda dari TEMU untuk comply. Kominfo akan terus mengkaji aplikasi itu berdasarkan parameter legalitas, trafik pengguna, dan keamanan data.

TEMU merupakan aplikasi yang didukung perusahaan asal China PDD Holdings dengan kantor pusat yang berada di Boston, Amerika Serikat (AS).

Sama seperti eCommerce lainnya, aplikasi ini memungkinkan pelanggan untuk menelusuri dan membeli produk dari berbagai kategori, termasuk elektronik, peralatan rumah tangga, pakaian, dan aksesori.

Aplikasi ini tersedia secara gratis untuk diunduh dan digunakan pada perangkat Android dan iOS. Temu diluncurkan pertama kali pada tahun 2022 dan dengan cepat berhasil menjadi salah satu aplikasi belanja paling populer di Amerika Serikat.

Saat ini, aplikasi Temu bahkan menjadi salah satu yang paling banyak diunduh di App Store dan Google Play, bahkan jumlah unduhan aplikasi Temu sudah mencapai 165,12 juta unduhan.

Berdasarkan pengalaman di sejumlah negara, aplikasi asal China itu merugikan pelaku UMKM lokal juga para konsumen. Kualitas produk yang dijual TEMU juga tidak memenuhi standar mutu sehingga merugikan konsumen atau pembeli.

Pada 2023, Google sempat menangguhkan PINDUODUO, induk aplikasi Temu, karena diduga disusupi malware yang bisa mengamati aktivitas pengguna aplikasi. TEMU dikabarkan melakukan ekspansi pada dua negara di Asia Tenggara, Brunei dan Vietnam, sebagaimana dilaporkan South China Morning Post.

Vietnam dipilih karena menjadi salah satu negara dengan pertumbuhan ekonomi tercepat di kawasan. TEMU di Vietnam mendukung bahasa Inggris dengan transaksi menggunakan Google Pay dan kartu kredit. Transaksi di Vietnam belum termasuk pembayaran seluler, Momo.

Langkah Tepat
Jika membaca paparan dari pemerintah, tentu secara ekonomi ini bisa dikatakan langkah tepat mengingat UMKM adalah tulang punggung ekonomi nasional. Lebih dari 60% PDB Indonesia berasal dari sektor ini, dan UMKM juga mempekerjakan sebagian besar tenaga kerja.

Namun, apakah ini cukup? UMKM di Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan, mulai dari kualitas produk hingga kemampuan digital yang masih terbatas.

Dalam konteks ini, memblokir TEMU mungkin hanya menjadi solusi sementara, tanpa memperbaiki akar masalah. Jika pelaku UMKM tidak dilengkapi dengan peningkatan kemampuan produksi dan daya saing, mereka tetap akan kesulitan bersaing di pasar global, bahkan jika aplikasi seperti TEMU tidak ada.

Dari sudut pandang sosial, keputusan ini mempengaruhi konsumen yang telah terbiasa dengan harga murah dan pilihan produk yang beragam dari platform seperti TEMU. Meskipun kualitas produk dari TEMU sering kali dipertanyakan, daya tarik harga yang rendah tetap membuat platform ini populer di kalangan konsumen dengan daya beli terbatas. Memblokir akses ke platform ini mungkin merugikan konsumen, terutama yang mencari alternatif produk murah.

Sementara dari perspektif politik, ini juga menunjukkan bagaimana pemerintah Indonesia berusaha untuk menegaskan kedaulatan digital di tengah serbuan platform global.

Namun, ada tantangan dalam konsistensi penerapan regulasi ini. Jika hanya TEMU yang diblokir sementara platform asing lainnya dibiarkan beroperasi tanpa sanksi, ini bisa menimbulkan ketidakpercayaan terhadap pemerintah. Keadilan dalam penerapan aturan menjadi kunci untuk menjaga kredibilitas kebijakan ini.

Jika kita melihat ke Vietnam yang tak khawatir dengan kehadiran TEMU tak bisa dilepaskan dari konsistensi pemerintahnya mendorong digitalisasi UMKM dan memperkuat daya saing lokal dengan memberikan subsidi untuk teknologi dan pemasaran online.

Ini menjadikan UMKM dapat bersaing secara sehat dengan platform global tanpa harus mengorbankan akses konsumen terhadap pilihan yang lebih luas.

Kesimpulannya, proteksi terhadap UMKM memang diperlukan, namun jika tidak disertai dengan upaya serius untuk meningkatkan daya saing UMKM di pasar digital, langkah ini hanya akan menjadi solusi jangka pendek.

Pendekatan yang lebih holistik mencakup perlindungan, pelatihan, dan peningkatan kapasitas, dapat menjadi kunci untuk memastikan bahwa UMKM lokal tidak hanya bertahan, tetapi juga berkembang di tengah era digital yang semakin kompetitif.

Sehingga siapapun yang mau masuk ke pasar Indonesia, tingkat kekebalan UMKM lokal lumayan tinggi menghadapinya.

@IndoTelko