Menagih janji Apple untuk Indonesia

Pemerintah Indonesia sepertinya kali ini lumayan serius dalam mengejar janji manis Apple untuk berinvestasi di negeri ini.

Melalui Kementerian Perindustrian (Kemenperin), komitmen pemenuhan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) menjadi pintu masuk menagih janji Apple merealisasikan niatnya berinvestasi lebih serius di Indonesia, tidak sekadar menjadikan negeri ini sebagai pasar bagi produk-produk seperti Mac atau iPhone.

Kemenperin telah menegaskan akan menindak tegas pihak-pihak yang menjual iPhone 16 mengingat seri tersebut belum mengantongi izin peredaran dari pemerintah.

Kemenperin akan memproses secara hukum pihak-pihak yang menawarkan seri iPhone 16 di online marketplace karena patut diduga melanggar pasal 35 Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2021 tentang Pos, Telekomunikasi, dan Penyiaran. Selain itu, Kemenperin juga tengah mempertimbangkan penonaktifan IMEI seri iPhone 16 yang terbukti diperjualbelikan di Indonesia saat ini.

Kemenperin mencatat selama tahun 2023 dan 2024 Apple telah mengimpor dan menjual produk handphone, komputer genggam, dan tablet (HKT) sebanyak 3,8 juta unit di Indonesia. Jika diasumsikan perangkat elektronik Apple tersebut rata-rata dijual dengan harga Rp5 juta/unit di dalam negeri, maka nilai penjualan untuk satu tahun mencapai Rp19 triliun dan tentu jauh lebih tinggi lagi jika ditambah dengan impor dan penjualan produk HKT mereka sejak tahun 2016.

Kemenperin memperkirakan pada periode Agustus-Oktober 2024, sekitar 9.000 unit seri iPhone 16 telah masuk ke Indonesia melalui jalur bawaan penumpang dan telah membayar pajak.

Janji Manis
Apple menebar janji manis sudah lama ke pemerintah Indonesia. Apalagi sejak Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 65 Tahun 2016 dikeluarkan.

Beleid ini mengatur tentang pemenuhan dari TKDN dengan menawarkan beberapa skema yang bisa dipilih masing-masing vendor ponsel untuk memenuhi kandungan lokal pada perangkat yang akan dipasarkan di Indonesia.

Skema pertama yaitu lewat jalur perangkat keras (hardware), misalnya dgn membangun manufaktur ponsel atau merakit ponsel di pabrik lokal di Indonesia.

Skema kedua yaitu lewat software, di mana vendor bisa menggandeng developer atau pengembang lokal.

Kemudian skema ketiga yakni memberikan komitmen investasi dalam jumlah tertentu dan direalisasikan secara bertahap.

Dari ketiga opsi itu, Apple memilih skema ketiga dengan investasi bidang riset dan pengembangan, salah satunya lewat program Apple Developer Academy untuk mengembangkan talenta developer di Tanah Air ini.

Apple sudah memiliki tiga Apple Developer Academy di Batam, Tangerang dan Surabaya untuk pengembangan aplikasi.

Banyak kalangan menilai waktu itu munculnya opsi ketiga untuk mengakomodasi keinginan Apple yang selalu menggarisbawahi filosofi bisnisnya lebih mengutamakan riset dan pengembangan sumber daya manusia daripada manufaktur lokal.

Namun, kenyataan berbicara lain. Meski menikmati nilai penjualan sangat tinggi, Apple sangat sulit untuk merealisasikan 100% komitmen investasi senilai Rp 1,7 triliun selama delapan tahun di Indonesia.

Padahal, ketika petinggi Apple bertemu dengan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) di 17 April 2024, mereka menambah janji yaitu membuka peluang Indonesia terintegrasi lebih dalam ke dalam rantai pasok global untuk produknya.

Sementara realisasi di lapangan, Apple sudah menggelontorkan sekitar 400 triliun Dong (mata uang Vietnam) atau setara sekitar Rp 255 triliun di Vietnam untuk membangun fasiltas produksi.

Vietnam menjelma menjadi pusat manufaktur utama Apple. Di Vietnam, Apple memiliki 25 pemasok di tahun 2022, naik 4 dari 21 pemasok th 2020.

Beberapa di antaranya yaitu Foxconn, GoerTek, Luxshare, Intel, Samsung Electronics dan Compal.

Melihat kali ini pemerintah Indonesia lebih serius dalam menagih janji, Bloomberg mengabarkan rencana Apple membangun pabrik di Bandung dengan nilai investasi menyentuh US$10 juta (Rp 157 miliar).

Bloomberg menyebut Apple akan membangun fasilitas manufaktur di Bandung dengan menggandeng beberapa penyuplai komponen lokal. Pabrik itu akan fokus memproduksi aksesoris untuk produk-produk Apple.

Wajar
Keinginan pemerintah Indonesia menegakkan TKDN tentu ingin menjaga keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi digital dengan peningkatan kontribusi perusahaan asing bagi industri lokal.

Pemerintah berusaha memastikan bahwa perusahaan asing yang mendapatkan keuntungan besar dari pasar Indonesia turut berinvestasi dalam pengembangan industri lokal yang lebih substansial, bukan hanya dalam bentuk pelatihan atau akademi. Meski akademi membawa manfaat dalam jangka panjang, kebutuhan TKDN perangkat keras tetap menjadi prioritas untuk memenuhi regulasi lokal.

Sejatinya, Apple sebagai perusahaan global harus menyesuaikan diri dengan regulasi pasar berkembang yang mendorong manfaat ekonomi lebih langsung.

Tuntutan Indonesia agar Apple memenuhi TKDN sebenarnya wajar dan masuk akal, terutama karena pasar Indonesia adalah salah satu yang terbesar di Asia Tenggara.

Negara-negara lain juga menerapkan pendekatan serupa untuk melindungi ekonomi mereka dan mendorong industri lokal.

Misalnya, China memiliki kebijakan yang menuntut perusahaan asing berbagi teknologi atau mendirikan fasilitas produksi di negara tersebut. Bahkan, Amerika Serikat dengan kemenangan Donald Trump di pemilihan presiden diperkirakan akan membuat negara itu makin protektif melindungi pasar dalam negeri.

Sekarang tinggal kemampuan berdiplomasi dari pemerintah Indonesia ke Apple.

Jika pendekatan diplomatik dan negosiasi yang fleksibel dapat diterapkan, Indonesia bisa mendorong manfaat ekonomi melalui TKDN tanpa kehilangan investasi strategis dari perusahaan seperti Apple.

@IndoTelko