JAKARTA (IndoTelko) - Ekonomi digital Indonesia diperkirakan mencapai Gross Merchandise Value (GMV) sebesar US$90 miliar atau sekitar Rp1.416 triliun pada 2024, naik 13 persen dari 2023 dengan GMV US$80 miliar.
Menurut laporan e-Conomy SEA 2024 terbaru yang disusun oleh Google, Temasek, dan Bain & Company, Indonesia adalah negara dengan GMV terbesar di Asia Tenggara.
Untuk diketahui, Gross Merchandise Value (GMV) adalah pengukuran nilai terhadap transaksi atau produk yang dijual lewat situs customer to customer dalam rentang waktu tertentu secara spesifik. Atau disederhanakan dengan sebutan yang digunakan untuk mengukur total transaksi dalam ekonomi digital.
"Pertumbuhan yang kuat 13% dari tahun ke tahun dibandingkan tahun lalu. Ini Indonesia tetap menjadi negara dengan perekonomian digital terbesar di Asia Tenggara dan diperkirakan di tahun ini akan berakhir di sekitar US$90 miliar " ungkap Country Director Google Indonesia Veronica Utami.
Pada 2022, Indonesia mencatatkan GMV sebesar US$76 miliar dan tumbuh sebesar 6% pada 2023 menjadi US$80 miliar. Peningkatan GMV hingga US$10 miliar pada tahun ini menandakan pertumbuhan dua kali lipat dibandingkan periode sebelumnya.
Sektor e-commerce menjadi kontributor terbesar bagi ekonomi digital Indonesia dengan GMV mencapai US$65 miliar. Angka tersebut tumbuh 11 persen dari tahun sebelumnya dengan GMV US$59 miliar.
Pertumbuhan sektor e-commerce didorong didorong oleh inovasi platform e-commerce besar dalam fitur-fitur baru seperti video commerce untuk meningkatkan pengalaman pengguna dalam berbelanja.
Indonesia adalah pasar dengan pertumbuhan tercepat kedua terkait jumlah video yang diupload kreator, dengan peningkatan tingkat pertumbuhan tahunan rata-rata sebesar 16 persen dari tahun 2022 hingga 2024.
Video commerce berkontribusi sebesar 20% pada total GMV e-commerce tahun ini. Angka tersebut meningkat signifikan dibandingkan dengan tahun 2022, di mana video commerce hanya berkontribusi sebesar 5%.
Kontributor lainnya pada ekonomi digital Tanah Air adalah online travel agent (OTA) atau perjalanan online. Sektor ini mengalami pertumbuhan tertinggi sebesar 24% dengan total GMV US$9 miliar.
Sementara itu, transportasi online menyumbang US$3 miliar pada tahun ini. Hal ini didorong oleh pulihnya permintaan perjalanan harian, adopsi dan penetrasi yang tinggi ke kota kecil, serta promosi yang gencar oleh operator pendatang baru untuk menarik banyak pengguna.
Kemudian, sektor pengiriman makanan berkontribusi US$6 miliar pada 2024, didorong oleh meningkatnya permintaan konsumen dan ekspansi pelaku usaha pengiriman ke kota-kota kecil dan daerah pedesaan.
Media online juga menjadi salah satu kontributor dalam ekonomi digital dengan GMV US$8 miliar pada tahun ini yang didorong oleh meningkatnya popularitas konten digital, game, dan layanan streaming.
Lebih lanjut, sektor keuangan digital mengalami pertumbuhan 19% pada tahun ini dengan total Gross Transaction Value (GTV) sebesar US$404. Angka tersebut membuat Indonesia sebagai pasar pembayaran digital terbesar di Asia Tenggara. Layanan pinjaman digital sendiri diperkirakan akan mencapai GMV US$9 miliar.
Menurut Partner di Bain & Company, Aadarsh Baijal Indonesia memainkan peran penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi digital di kawasan ini. Meski para investor global menghadapi tantangan, mereka tetap optimis dengan prospek jangka panjang ekonomi digital Indonesia.
“Para investor yakin akan potensi jangka panjang ekonomi digital Indonesia karena faktor-faktor fundamental yang kuat, seperti tren demografis yang menguntungkan.” Ujar, Direktur Asia Tenggara Temasek, Cassie Wu.(ak)