Pengalaman pelanggan, jadi kendala bagi peritel Indonesia

JAKARTA (IndoTelko) - Platform interaksi dengan pelanggan yang membantu perusahaan-perusahaan di seluruh dunia membangun hubungan langsung dan terpersonalisasi dengan pelanggan, Twilio menyatakan bahwa dalam survei pada pertengahan tahun ini, terungkap lebih dari sepertiga (34%) peritel di kawasan Asia Pasifik masih perlu bekerja keras untuk meningkatkan brand awareness atau kesadaran konsumen akan merek mereka. Sementara itu, 31% mengaku kesulitan mendorong tingkat konversi dan 20% mengatakan mempertahankan pelanggan jadi tantangan bagi mereka.

Survei yang dilaksanakan pada perhelatan National Retail Federation yang bertajuk Retail’s Big Show Asia Pacific 2024 ini menemukan fakta bahwa kurangnya pemahaman mengenai perilaku konsumen merupakan rintangan terbesar (33%) yang dihadapi oleh para peritel di kawasan ini dalam membangun brand awareness. Selain itu, 31% responden mengaku kesulitan mencari alternatif untuk penggunaan iklan dan email yang dianggap sudah tak lagi efektif, dan sebanyak 27% peritel tidak mampu mengukur seberapa efektif upaya pemasaran yang mereka jalankan.

Menurut Vice President Marketing Twilio untuk Kawasan Asia Pasifik & Jepang, Nicholas Kontopoulos, dalam lanskap yang semakin penuh sesak dan kompetitif, bisnis ritel ditantang untuk menangkap dan menyerap hal-hal yang jadi perhatian pelanggan kemudian memastikan bahwa semua hal tersebut dipertimbangkan di setiap tahap perjalanan konsumen. Peritel harus mampu mengembangkan strategi mereka lebih dari sekadar metode yang biasa dilakukan, serta berpikir masak-masak tentang bagaimana mereka dapat meningkatkan upaya pemasaran untuk secara efektif menciptakan pengalaman brand yang lebih menarik dan menjangkau pelanggan di saluran pemasaran yang mereka sukai.

"Dengan berbekal data yang diperoleh langsung dari konsumen dan menggunakan AI untuk menciptakan komunikasi yang lebih tepat sasaran dan personal dengan konsumen, kedua hal tadi dapat diwujudkan,” katanya.

Di Indonesia, lebih dari separuh (60%) peritel menyatakan bahwa tahap konversi mengubah prospek pembeli menjadi pelanggan yang melakukan pembelian adalah yang paling menantang, di mana pengalaman pelanggan yang buruk menjadi masalah yang paling umum akibat layanan pelanggan yang tidak responsif dan ketiadaan informasi produk yang memadai. Selain itu, data profil pelanggan yang tidak mencukupi atau terpisah-pisah dan opsi cara pembayaran yang tidak kompatibel atau terbatas juga menghalangi para peritel untuk mengonversi pelanggan.

Mengatasi berbagai tantangan ini, peritel di Asia Pasifik beralih ke metode lain untuk meningkatkan interaksi dan keterlibatan pelanggan. Lebih dari 40% peritel memilih memanfaatkan data pelanggan untuk mempersonalisasi pengalaman, sementara 23% peritel di kawasan ini juga tengah berupaya menambah jumlah saluran untuk terhubung dengan pelanggan. Strategi ini juga diadopsi oleh 40% peritel di Indonesia untuk memperbaiki interaksi dengan pelanggan mereka. Cara lain yang banyak dilakukan oleh peritel Indonesia (sebanyak 30%) adalah menawarkan insentif seperti kode khusus untuk diskon atau penawaran dengan waktu terbatas, namun hanya 14% peritel Asia Pasifik yang menggunakan strategi ini.

Ditambahkannya, untuk dapat memposisikan brand sebagai top-of-minddan meningkatkan visibilitas brand di berbagai tahap perjalanan pelanggan, sebagian besar peritel berusaha meningkatkan titik kontak dengan pelanggan. Namun, hanya brand yang mampu memahami pentingnya menciptakan interaksi pelanggan yang sangat personal yang akan benar-benar menonjol, terutama karena individualisasi menjadi semakin penting bagi para pelanggan saat ini.

Sebagai contoh, peritel fesyen online terkemuka ZALORA bekerja sama dengan Twilio untuk mengkonsolidasikan data, menyederhanakan operasi, dan meningkatkan pengalaman berbelanja yang dipersonalisasi untuk 55 juta pelanggannya. Sebelum memanfaatkan berbagai solusi Twilio Segment, ZALORA kesulitan untuk membuat profil pelanggan yang lengkap secara real-time di sepanjang perjalanan pengalaman pengguna dan pada berbagai platform berbeda. Twilio Segment membantu ZALORA untuk menghubungkan dan memadukan data pelanggan menjadi sebuah informasi penting tentang bagaimana pelanggan berinteraksi dengan produk mereka, dengan menggunakan fitur-fitur seperti sifat prediktif dan pemodelan kecenderungan.

Survei ini juga menyoroti preferensi konsumen terhadap brand yang mampu menciptakan interaksi. Di seluruh Asia Pasifik, 62% konsumen lebih suka berinteraksi dengan brand secara online melalui saluran digital seperti situs web dan aplikasi seluler, email, atau lokapasar (online marketplace) dan platform penjualan di situs jejaring sosial, sementara seperempat konsumen (25%) masih jauh lebih suka berinteraksi secara langsung dengan brand di toko fisik. Di sisi lain, 50% peritel Indonesia mengatakan bahwa mereka paling sering berinteraksi dengan pelanggan di toko fisik, sementara 30% mengaku memiliki tingkat interaksi yang lebih baik di platform digital, yang mencakup situs web atau aplikasi seluler milik brand dan situs e-commerce.

Peritel lokal memprioritaskan strategi keterlibatan pelanggan yang akan meningkatkan kemampuan mereka untuk terhubung dengan konsumen di platform-platform ini. Dalam 12 bulan ke depan, peritel Indonesia akan mengeksplorasi metode-metode baru untuk menarik perhatian dan berinteraksi dengan konsumen, termasuk dengan melibatkan influencer (50%) dan menggunakan strategi gamifikasi seperti permainan dalam aplikasi (20%).

Sedangkan, 30% peritel Indonesia berencana untuk menerapkan konsep gerai tanpa kasir. Gerai ritel tanpa kasir ini memanfaatkan berbagai teknologi mulai dari kamera dan sensor hingga teknologi tinggi seperti AI dan machine learning untuk menghadirkan pengalaman langsung melihat dan memilih barang tanpa perlu berinteraksi dengan kasir. Hal ini sesuai dengan preferensi konsumen Indonesia yang masih suka berbelanja langsung di toko fisik, namun tentunya dengan kenyamanan lebih. (mas)