Pemerintah telah mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) No. 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja Kementerian/Lembaga dalam APBN 2025.
Sebagai tindak lanjut dari Inpres tersebut, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengeluarkan surat bernomor S-37/MK.02/2025 yang memerintahkan kementerian dan lembaga untuk melakukan efisiensi anggaran pada 16 pos belanja. Beberapa poin penghematan yang signifikan antara lain Alat Tulis Kantor (ATK), perjalanan dinas,acara seremonial dan seminar, serta penggunaan listrik dan pendingin ruangan.
Kebijakan ini didasarkan pada filosofi “menghilangkan lemak tanpa mengurangi otot”, di mana belanja yang tidak produktif dipangkas, sementara layanan publik dan program prioritas tetap dijaga.
Presiden menyatakan efisiensi ini bukan sekadar pemotongan anggaran, tetapi merupakan strategi agar anggaran negara lebih sehat, efektif, dan berdampak langsung bagi masyarakat.
Presiden telah meninjau detail APBN hingga satuan terkecil dan menemukan banyak belanja yang bisa dihemat.
Efisiensi ini tidak menyentuh layanan dasar dan program prioritas, sebagaimana ditekankan Presiden bahwa gaji ASN, subsidi, dan layanan publik tetap berjalan normal. Sebaliknya, strategi efisiensi ini justru memungkinkan anggaran dialihkan ke kegiatan yang lebih produktif.
Seperti dalam konteks nasional, dengan menghemat Rp20 triliun dari perjalanan dinas dan ATK, pemerintah dapat menambah subsidi pupuk untuk petani dan meningkatkan ketahanan pangan.
Gunting anggaran juga dialami Kementrian Komunikasi dan Digital (Komdigi) yang mengalami pemangkasan anggaran hingga 49,57%, dari Rp 7,73 triliun menjadi Rp 3,89 triliun pada 2025.
Berbekal anggaran yang tersisa, Komdigi berencana memfokuskan program-programnya pada penguatan keamanan digital, transformasi layanan publik berbasis digital, dan peningkatan literasi digital di masyarakat.
Langkah ini diharapkan dapat memastikan bahwa manfaat digitalisasi tetap dapat dirasakan oleh masyarakat luas meskipun dengan anggaran yang lebih terbatas.
Pilihan ini diambil karena pemerintah menyadari kunci keberhasilan ekosistem digital terletak pada tiga faktor utama: infrastruktur teknologi, regulasi yang adaptif, dan keberlanjutan pendanaan.
Pemangkasan anggaran ini tentu berdampak ke beberapa program strategis seperti perluasan akses internet di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T), tata kelola penyelenggara sistem elektronik, hingga program literasi digital menghadapi risiko keterbatasan pendanaan.
Salah satu proyek yang terdampak signifikan adalah Pusat Data Nasional (PDN) Cikarang, yang vital dalam menjaga kedaulatan data nasional.
Untuk mengatasi keterbatasan ini, Komdigi mengusulkan tambahan anggaran sebesar Rp 9,69 triliun, termasuk Rp 280 miliar dari pinjaman dan hibah luar negeri (PHLN). DPR mendukung usulan ini, mengingat urgensi PDN sebagai pusat penyimpanan dan pengelolaan data nasional.
Namun, mengandalkan PHLN bukan tanpa risiko. Selain meningkatkan beban utang negara, ketergantungan pada hibah atau pinjaman asing berpotensi membawa konsekuensi geopolitik dan teknologis, seperti ketergantungan terhadap teknologi dan standar asing.
Salah satu opsi pendanaan yang lebih berkelanjutan adalah mengoptimalkan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari sektor digital, terutama melalui lelang spektrum frekuensi.
Salah satu peluang besar adalah lelang frekuensi 1,4 GHz, yang dapat digunakan untuk layanan telekomunikasi seluler dan fixed wireless access. Jika 80 MHz dari spektrum ini dilelang, potensi PNBP yang diterima negara bisa mencapai sekitar Rp 3-5 triliun, tergantung pada model lelang dan nilai pasar.
Dana ini bisa menjadi sumber alternatif untuk mendanai proyek infrastruktur digital tanpa membebani APBN atau menambah ketergantungan pada utang luar negeri.
Selain lelang frekuensi, sinergi dengan Badan Layanan Umum (BLU), serta skema pembiayaan inovatif seperti kerja sama pemerintah-swasta (PPP) dapat menjadi alternatif.
Membangun ekosistem digital bukan hanya soal investasi infrastruktur, tetapi juga menciptakan keberlanjutan ekonomi digital yang mandiri. Jika tidak dikelola dengan bijak, keterbatasan anggaran hari ini bisa menjadi hambatan bagi pertumbuhan ekonomi digital di masa depan.
Strategi pendanaan yang tepat dan efisien akan membuat Indonesia bisa terus melangkah maju menuju kedaulatan digital tanpa harus bergantung pada pendanaan asing.
@IndoTelko