Berkat Cloudera, Vodafone Idea rasakan efisiensi kala perbarui arsitektur data

JAKARTA (IndoTelko) - Di era digital saat ini, data menjadi asset yang sangat berharga bagi setiap perusahaan. Namun, pengelolaan data yang kurang tepat sasaran apalagi tidak berkualitas hanya akan menjadikan data sebagai aset yang sia-sia. Begitulah ancaman risiko yang dihadapi oleh Vodafone Idea, satu dari tiga operator seluler terbesar di India, pada awal mergernya.

Vodafone dan Idea merger pada 2019 untuk meraih peluang di market India yang sangat besar. Dengan penduduk sekitar 1,4 miliar, India adalah salah satu pasar telekomunikasi terbesar di dunia. Di negeri ini terdapat sekitar 900 juta pengguna ponsel, yang dipicu oleh pertumbuhan permintaan layanan seluler dan data, terutama di kawasan pedesaan.

Penggabungan dua perusahaan menghasilkan kumpulan data yang luar biasa besarnya. Saat itu, kedua perusahaan membawa datalake dan data warehouse-nya masing-masing untuk diintegrasikan.

Menurut Vice President Data and Analytics, Vodafone Idea, Dr. Kapil Singhal, ketika kedua perusahaan bergabung, pihaknya dihadapkan pada beberapa data warehouse yang berbeda, menggunakan format yang berbeda dan dengan aturan bisnis yang tidak konsisten. “Sangat penting untuk menciptakan satu sumber data yang terpadu, sehingga manajemen dapat membangun kepercayaan terhadap data tersebut,” katanya.

Pada saat itu, para manager di perusahaan tidak mempercayai kualitas dan akurasi data yang mereka miliki. Di sisi lain, mereka pun harus tunduk pada regulasi keamanan data yang ketat di India. Menjaga keamanan dan akurasi data sangat ditekankan jika Vodafone Idea ingin mendapat kepercayaan dari otoritas dan patuh pada Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi yang ada.

Selain itu, perusahaan juga berhadapan dengan masalah biaya yang besar untuk mengelola lebih dari satu datalake. Sebab besarnya data yang harus dikelola dan biaya yang harus dikucurkan untuk menjalankan lebih dari satu platform dan teknologi.

Nah, untuk menemukan solusinya, Vodafone Idea bekerja sama dengan Cloudera untuk menanamkan solusi pengelolaan data Cloudera di fasilitas on-premise perusahaan. Hal ini dipilih dengan mempertimbangkan besarnya biaya yang mesti dikucurkan untuk mentransfer data dalam volume besar ke public cloud. Lagipula, solusi Cloudera punya kemampuan hybrid, sehingga tetap terbuka peluang berintegrasi ke cloud di masa depan.

Kepatuhan dan regulasi juga menjadi faktor dalam keputusan untuk menggunakan Cloudera di on premise, dengan keamanan data sebagai prioritas utama. Pelanggan di India makin peduli pada keamanan data pribadi mereka seiring terjadinya ledakan penggunaan perangkat seluler untuk berbagai transaksi keuangan.

Berkat Cloudera, Vodafone Idea merasakan kecepatan dan efisiensi saat memperbarui arsitektur data mereka. Mereka juga berhemat biaya hardware, lisensi, dan infrastruktur antara US$20 juta dan US$30 juta. Hanya dalam setahun, arsitektur data lakehouse yang sudah ditingkatkan sanggup mendukung ratusan processing node dan lebih dari 12 petabyte data.

Solusi Cloudera dapat meningkatkan efisiensi pengelolaan dan kualitas data Vodafone Idea. Meski volume data terus bertambah seiring pertambahan penggunaan, Cloudera membantu Vodafone Idea mengoptimalkan penggunaan hardware dan mengurangi biaya penyimpanan.

Vodafone juga menggunakan Cloudera Observability untuk menganalisis log untuk mengambil tindakan pencegahan pada potensi permasalahan yang pada akhirnya mengurangi keluhan pelanggan. Cloudera Observability telah membantu Vodafone Idea mengurangi jumlah tiket support hingga 5x atau 80% lebih rendah, serta mengurangi waktu dan biaya rata-rata yang dihabiskan untuk penyelesaian masalah.

Vodafone Idea tumbuh menjadi satu dari tiga operator terbesar di India dengan pangsa pasar lebih dari 20%, melayani sekitar 220 juta pelanggan dengan layanan seperti sambungan telepon, data, solusi enterprise, termasuk akses video streaming, pembayaran tagihan, sampai pemesanan tiket pesawat. Ke depan, Vodafone berencana memperluas penggunaan analitik dan machine learning serta menawarkan layanan data science kepada pelanggan bisnis.

Terjadinya ledakan data pelanggan sehingga tak bisa dikelola oleh arsitektur lama juga pernah terjadi pada operator asal Indonesia, Telkomsel, beberapa waktu lalu. Mengutip website Cloudera, dengan basis pelanggan yang terus bertambah hingga lebih dari 170 juta, platform IT di Telkomsel harus mampu mengatasi pertumbuhan data eksponensial dari lebih dari 200 feed, yang dapat menghasilkan 50TB data per hari.

Pada tahun 2021, Telkomsel mencatat pertumbuhan data sebesar 20% YoY, yang membutuhkan kapasitas yang lebih besar untuk menyimpan dan memproses volume data yang sangat besar dan menurunkan TCO-nya. Untuk itu, Telkomsel bekerja sama denganCloudera untuk melakukan modernisasi dan berhasilmengurangi biaya tahunan sebesar Rp10miliar dan menjalankan arsitektur dua kali lebih cepat.

Arsitektur data yang baru mampu menyimpan seluruh data dari berbagai sumber dan memberikan data pipeline yang lebih efisien. Kemudahan akses data telah mendorong Telkomsel berinovasi dan menghasilkan layanan-layanan baru bagi pelanggan dengan lebih cepat. (mas)