JAKARTA (IndoTelko) – Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) akhirnya mengeluarkan Rancangan Peraturan Menteri (Permen) tentang Penyediaan Layanan Aplikasi dan/atau Konten Melalui Internet.
Beleid yang akan mengatur pemain Over The Top (OTT) ini cikal bakalnya adalah Surat Edaran (SE) Nomor 3 Tahun 2016 tentang Penyediaan Layanan Aplikasi dan/atau Konten melalui internet (OTT) yang dikeluarkan Menkominfo Rudiantara belum lama ini. (
Baca juga: Surat Edaran untuk OTT)
Sebelum diundangkan, Rancangan Permen tersebut masuk dalam tahap uji publik mulai 29 April 2016 hingga 12 Mei 2016. (
Baca juga:
Menjerat Parasit)
Di situs resmi Kemenkominfo, rancangan beleid ini dapat diunduh. Terlihat ada beberapa hal menarik yang akan diatur dan diprediksi akan mendapat tantangan dalam implementasinya. (
Baca juga:
Membongkar Bisnis OTT)
Beleid ini mewajibkan OTT dalam bentuk badan usaha tetap (BUT) baik pemain asing atau lokal. Pemain OTT wajib mendaftarkan bentuk dan kegiatan usahanya kepada Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) paling lambat 30 hari kerja sebelum menyediakan layanan di Indonesia dengan melampirkan dokumen yang diperlukan.
Jika pemain OTT berbentuk Penanaman Modal Asing (PMA) maka wajib melampirkan Izin Prinsip atau Izin Usaha Tetap dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM); jenis Layanan Over the Top yang disediakan; dan pusat kontak informasi yang berada di Indonesia.
BRTI adalah lembaga yang melakukan pengawasan dan pengendalian atas pelaksanaan Peraturan Menteri ini nantinya. Dalam rangka pengawasan dan pengendalian, instrumen yang dapat digunakan oleh BRTI antara lain berupa surat edaran, surat meminta keterangan/informasi/data dan surat teguran.
Dalam hal terjadi perselisihan terkait pembebanan biaya (charging), kepatuhan regulasi, dan/atau layanan, berdasarkan evaluasi menyeluruh BRTI dapat menghentikan sementara layanan terkait.
Penyedia Layanan OTT wajib menyampaikan laporan kepada BRTI secara berkala setiap tahun. Laporan paling sedikit meliputi jumlah pelanggan di Indonesia; dan/atau statistik trafik layanan yang diakses oleh pengguna di Indonesia.
Kewajiban
Dalam aturan ini juga diatur tentang kewajiban penyedia Layanan OTT yakni menaati ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang: larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat; perdagangan; perlindungan konsumen; hak atas kekayaan intelektual; penyiaran; perfilman; periklanan; pornografi; anti terorisme; perpajakan; perhubungan dan logistik; pariwisata dan perhotelan; keuangan; kesehatan; dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan terkait lainnya.
Pemain OTT juga harus melakukan perlindungan data (data protection) dan kerahasiaan data pribadi (data privacy) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
Melakukan filtering konten dan mekanisme sensor sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Menggunakan sistem pembayaran nasional (national payment gateway) yang berbadan hukum Indonesia, khusus untuk OTT berbayar;
Menggunakan nomor protokol internet Indonesia dan menempatkan sebagian server dalam pusat data (data center) di Wilayah Negara Republik Indonesia.
Menjamin akses untuk penyadapan informasi secara sah (lawful interception) dan pengambilan alat bukti untuk keperluan penyidikan atau penyelidikan perkara pidana oleh aparat penegak hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan layanan dalam Bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Kerjasama
Dalam rancangan ini juga diatur masalah kerjasama OTT dengan operator telekomunikasi dimana penyedia Layanan OTT dapat melakukan pembebanan biaya (berbayar) maupun tidak melakukan pembebanan biaya (tidak berbayar) terhadap pengguna Layanan OTT.
Diberikan tiga opsi bentuk kerjasama dengan opsi pertama dalam penyediaan Layanan OTT, penyedia Layanan OTT dapat bekerjasama dengan penyelenggara telekomunikasi.
Opsi kedua, dalam hal Layanan OTT yang disediakan memiliki fungsi sama atau substitutif dengan layanan jasa telekomunikasi, Penyedia Layanan OTT wajib bekerja sama dengan penyelenggara jasa telekomunikasi.
Opsi ketiga, dalam hal Layanan OTT yang disediakan memiliki fungsi sama atau substitutif dengan layanan jasa telekomunikasi, Penyedia Layanan OTT wajib menjadi penyelenggara jasa telekomunikasi .
Kerja sama OTT dan operator harus dituangkan dalam perjanjian tertulis dan dilaporkan kepada BRTI paling lambat 30 hari kalender sejak perjanjian kerja sama ditandatangani.
Ganti rugi
Hal yang menarik, di rancangan beleid ini juga diatur masalah ganti rugi ke konsumen.Pengguna berhak mengajukan ganti rugi kepada Penyedia Layanan OTT atas kesalahan dan/atau kelalaian yang dilakukan oleh penyedia Layanan OTT yang menimbulkan kerugian terhadap Pengguna.
Sedangkan sanksi yang diberikan dalam bentuk bandwidth management berdasarkan hasil evaluasi dari BRTI dengan memperhatikan masukan dari masyarakat. Eksekusi sanksi terhadap Penyedia Layanan OTT dalam bentuk bandwidth management dilaksanakan operator.
Rencananya, Menkominfo akan membentuk Forum Layanan OTT yang melibatkan kementerian/lembaga, instansi, dan/atau tenaga ahli terkait yang bertugas memberi masukan kepada Menteri dalam menentukan kebijakan terkait penyediaan Layanan OTT di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Untuk Penyedia Layanan OTT yang telah beroperasi sebelum Peraturan Menteri berlaku, tetap dapat beroperasi dengan ketentuan wajib menyesuaikan dengan Peraturan Menteri tersebut paling lambat 9 bulan sejak Peraturan mulai berlaku.(id)