JAKARTA (IndoTelko) – Pemerintah diminta untuk membatalkan revisi perhitungan tarif interkoneksi yang diumumkan pada 2 Agustus lalu karena melanggar Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 8 Tahun 2006 tentang Interkoneksi.
“Perhitungan tarif interkoneksi yang diumumkan itu saya ibaratkan sebagai "Dagelan Agustus" yang sama sekali tak lucu dari Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo). Itu harus dibatalkan dan dihitung lebih transparan serta taat aturan. Masa pemerintah menabrak aturan yang dibuatnya sendiri,” tegas Direktur Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat Informasi (LPPMI) Kamilov Sagala di Jakarta, Senin (8/8).
Diungkapkannya, dalam perhitungan tarif interkoneksi yang dilakukan Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) dan Kemenkominfo melanggar aturannya sendiri yakni Permenkominfo 08/Per/M.Kominfo/2/2006 tentang interkoneksi yaitu pasal 1 tentang ketentuan umum poin 13 dan 14 tentang formula perhitungan dan metoda alokasi yang dijalankan tidak konsisten dan kaitan dengan pasal 13 dan 14 perhitungan biaya interkoneksi secara transparan dan berdasarkan formula perhitungan.
“Hasil perhitungan ugal-ugalan ini pemangkasan biaya interkoneksi yang menabrak kebijakannya sendiri. Ini sudah anti demokrasi,” sungutnya.
Dijelaskannya, jika merunut kepada Peraturan Pemerintah (PP) No 52/2000 tentang penyelenggaraan telekomunikasi pada pasal 22 ayat 3 diberi ruang upaya hukum sesuai peraturan perundangan yang berlaku.
“Jadi penetapan tarif interkoneksi ini apabila tidak memenuhi unsur transparansi dan keadilan bisa ditindaklanjuti melalui peradilan. Nah, sekarang kita tunggu ada yang mau bawa ke pengadilan atau tidak sebagai pembelajaran ke penguasa dalam mengambil sebuah kebijakan,” tegasnya.
Sekjen Pusat Kajian Kebijakan dan Regulasi Telekomunikasi ITB M Ridwan Effendi mengungkapkan dalam perhitungan tarif interkoneksi terbaru pemerintah memaksa operator dominan menjual di bawah biaya jaringan.
“Saya mendukung jika Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atau Kejaksaan mengaudit BRTI dan Kemenkominfo guna melihat proses perhitungan biaya interkoneksi tersebut. Sewaktu di BRTI, Saya selalu terlibat dalam perhitungan tarif interkoneksi. Yang terakhir di saat-saat transisi masa jabatan saya, memang belum selesai, tapi kalau saya lihat kecenderungannya seharusnya minimal tetap atau bahkan naik,” ungkap Mantan Anggota Komite BRTI yang mengakhiri masa pengabdian pada 2015 lalu.
Seperti diketahui, Kemenkominfo telah menyelesaikan perhitungan biaya interkoneksi tahun 2016 dimana menghasilkan penurunan secara rata-rata untuk 18 skenario panggilan dari layanan seluler dan telepon tetap itu sekitar 26%.
Sebelumnya, tarif interkoneksi untuk panggilan lokal seluler sekitar Rp 250. Adanya perhitungan baru maka per 1 September 2016 menjadi Rp 204 permenit.
Bagi sebagian kalangan biaya ini cukup murah dibandingkan Jepang dan Philipina yang kondisi geografisnya tak jauh berbeda dengan Indonesia. Jepang memberlakukan biaya interkoneksi berkisar Rp 1.447 hingga Rp 2.108 permenit. Sedangkan untuk Philipina menetapkan Rp 1.184 permenit. (
Baca: Biaya interkoneksi direvisi)
Dalam perhitungan terbaru ini regulator dianggap tak sejalan dengan dokumen konsultasi publik untuk tarif interkoneksi pada 2015 dimana ingin adanya regionalisasi tarif interkoneksi. Saat itu kebijakan ini dianggap angin segar karena hampir tujuh tahun, biaya interkoneksi dihitung secara nasional. (
Baca:
Revisi Biaya Interkoneksi rugikan negara)
Regionalisasi perhitungan data input biaya dalam perhitungan interkoneksi bertujuan untuk mengakomodir kekuatan sebaran jaringan yang berbeda antar penyelenggara di setiap daerah ke dalam perhitungan biaya interkoneksi nasional. (
Baca:
Menanti dampak biaya interkoneksi)
Namun, perhitungan tarif interkoneksi baru memilih penerapan perhitungan pola simetris atau tidak berbasis biaya penggelaran jaringan yang telah diinvestasikan oleh masing-masing operator.(id)