JAKARTA (IndoTelko) – Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) mengaku telah menggarap Daftar Penawaran Interkoneksi (DPI) yang disetor Telkom dan Telkomsel ke regulator.
Hasilnya, regulator mengirimkan surat tanggapan ke operator pelat merah tersebut. “Isi surat itu kamimeminta Telkom dan Telkomsel untuk memperbaiki DPI yang dikirimkan,” ungkap Anggota Komite BRTI I Ketut Prihadi Kresna dalam pesan singkat kepada IndoTelko, Kamis (22/9).
Ditegaskannya, saat ini BRTI belum dapat menyetujui DPI yang disusun Telkom dan Telkomsel karena tidak berpedoman pada Surat Edaran yang dikeluarkan pada 2 Agustus 2016. “Kita minta mereka mengacu pada surat edaran yang atas nama Menteri itu,” tutupnya.
DPI merupakan dokumen berisi acuan kerjasama interkoneksi antara satu operator dengan yang lainnya. Dokumen ini disusun oleh semua operator dengan merujuk pada Dokumen Petunjuk Penyusunan DPI (P2DPI) yang tertuang dalam Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 8 Tahun 2006 tentang interkoneksi.(
Baca:
Intervensi pasar dengan interkoneksi)
Hasil perhitungan biaya interkoneksi ini menjadi referensi bagi penyelenggara telekomunikasi (lokal dan selular) untuk diterapkan di sistem dan jaringan serta Point of Interconnection (PoI) di operator tersebut. (
Baca:
DPI milik Telkom)
Penyusunan DPI mengacu kepada angka biaya interkoneksi yang dikeluarkan Kementrian Komunikasi dan Informatika.
Terbaru, mengacu pada Surat Edaran (SE) No. 1153/M.Kominfo/PI.0204/08/2016, tanggal 2 Agustus 2016, tentang Implementasi Biaya Interkoneksi Tahun 2016 yang secara rerata biaya interkoneksi turun 26% bagi 18 skenario panggilan untuk jasa seluler
Dalam surat edaran itu memuat acuan biaya interkoneksi terbaru dengan Rp204 per menit dari Rp250 per menitnya. (
Baca:
Kisruh Interkoneksi)
Hitung ulang revisi biaya interkoneksi pada periode Menkominfo Rudiantara bisa dikatakan paling alot dan panas sejak PM No 8 Tahun 2006 tentang interkoneksi dikeluarkan.
Sebelumnya, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) melihat biaya interkoneksi yang ada sekarang tidak memberikan rasa keadilan karena banyak operator menggunakan surplus di tarif offnet (lintas operator) untuk mensubsidi panggilan ke sesama pelanggan (on nett).(dn)