JAKARTA (IndoTelko) – Babak baru dari revisi perhitungan biaya interkoneksi dimulai Menkominfo Rudiantara.
Surat bernomor: S-1668/M.KOMINFO/PI.02.04/11/2016 tertanggal 2 November 2016 terkait Penyampaian Penetapan Perubahan DPI Milik Telkom dan Telkomsel Tahun 2016 dan Implementasi Biaya Interkoneksi yang ditujukan kepada seluruh operator telekomunikasi seperti Telkom, Telkomsel, Indosat, XL Axiata, Hutchison 3 Indonesia, Smart Telecom, Smartfren Telecom, maupun Sampoerna Telekomunikasi dan Batam Bintan Telekomunikasi ibarat membuka “musim” baru sinetron kejar tayang perhitungan biaya interkoneksi.
“Musim pertama” dari sinetron ini bisa dikatakan dimulai pada November 2014 ketika proses perhitungan dimulai oleh Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kominfo).
“Musim kedua” adalah ketika dikeluarkannya Surat Edaran (SE) No. 1153/M.Kominfo/PI.0204/08/2016, tanggal 2 Agustus 2016, tentang Implementasi Biaya Interkoneksi Tahun 2016 yang secara rerata biaya interkoneksi turun 26% bagi 18 skenario panggilan untuk jasa seluler.
Setiap “musim” dari “sinetron” ini menghasilkan drama yang lumayan menegangkan bagi industri telekomunikasi. Saling serang dan intrik disajikan secara lugas, baik melalui udara (media) atau lobi-lobi di dunia nyata antara yang pro perhitungan menggunakan metode simetris dan asimetris.
Memasuki “musim ketiga” dari sinetron revisi biaya interkoneksi ini ada hal yang baru ditawarkan yakni dihadirkannya verifikator atau auditor independen untuk menghitung ulang.
Bisa dikatakan, kehadiran verifikator diujung telah selesainya perhitungan biaya interkoneksi adalah hal yang baru. Namun, sepertinya ini jalan tengah mengingat perbedaan perhitungan lumayan besar ditambah ada resiko putusan penetapan besaran jika dipaksakan bisa dibawa ke ranah hukum.
Seperti diketahui, Telkom dan Telkomsel sebagai incumbent memiliki perhitungan biaya interkoneksi untuk panggilan lokal seluler Rp 285 per menit sementara Kominfo Rp 204 per menit.
Biaya interkoneksi adalah salah satu komponen dari tarif retail. Saat ini tarif interkoneksi yang diberlakukan di Industri hanya dibawah 20% dari tarif retail lintas operator yang dibayarkan oleh pelanggan. Kisaran biaya interkoneksi Rp 250 terhadap tarif retail lintas operator Rp 1500. Sedangkan formula tarif retail terdiri dari biaya interkoneksi, service activation fee, dan margin.
Jika dilihat, komponen biaya interkoneksi hanya sebagian dari tarif ritel. Namun, bagi operator biaya interkoneksi adalah simbol dari kompetisi dan penghargaan terhadap komitmen pembangunan jaringan.
Posisi verifikator
“Penentuan biaya interkoneksi akan menunggu hasil perhitungan dari verifikator independen,” ungkap Dirjen Penyelenggaraan Pos dan Informatika (PPI) Ahmad M Ramli, kemarin.
Dijelaskannya, keputusan menggunakan verifikator tersebut diambil setelah tidak ada kesepakatan bersama antar operator terkait besaran biaya interkoneksi. (
baca: Hitung ulang biaya interkoneksi)
Verifikator indepeden, nantinya akan menghitung besaran tarif yang tepat, yang adil untuk semua dan secara ekonomi tidak merugikan, dengan tenggat waktu tiga bulan sejak 2 November 2016. Hasil perhitungan dari verifikator indepeden tersebut nantinya akan menjadi acuan dalam penentuan tarif ineterkoneksi yang baru.
"Inikan perlu hitung-hitungan ekonomi yang harus akurat, maka dengan cara ini kita tidak boleh dengan berandai-andai, dengan cara ini tidak boleh dengan satu sisi, verifikator akan akan bicara dengan mereka semua," katanya. (
baca:
Penundaan biaya interkoneksi)
Dikatakannya, saat ini belum ditentukan verifikator independen mana yang akan melaksankan tugas tersebut. Pihaknya akan membicarakan terlebih dahulu dengan para operator tersebut. (
Baca:
Kisruh Interkoneksi)
Secara terpisah, Ketua Umum Asosiasi penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) Merza Fachys mengingatkan biaya interkoneksi versi 2014 akan berakhir pada 31 Desember 2016. (
Baca:
Dampak Interkoneksi)
“Itu harus gerak cepat menentukan verifikator dan sebagainya. Kalau tidak nanti ribut lagi karena batas penggunaan biaya interkoneksi 2014 itu ada masanya,” kata Merza.(id)