JAKARTA (IndoTelko) – Pemegang saham asing bisa menjadi pemilik mayoritas di Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi atau FinTech Lending.
FinTech Lending adalah penyelenggaraan layanan jasa keuangan untuk mempertemukan pemberi pinjaman dengan penerima pinjaman dalam rangka melakukan perjanjian pinjam meminjam secara langsung melalui sistem elektronik dengan menggunakan jaringan internet.
Dalam Rancangan Peraturan OJK (RPOJK) tentang Layanan Pinjam Meminjam uang berbasis Teknologi dinyatakan Penyelenggara FinTech Lending oleh warga negara asing dan/atau badan usaha asing paling banyak 85%.
Masih dalam dokumen draft yang tengah dilakukan uji publik itu dinyatakan Penyelenggara FinTech Lending wajib memenuhi ketentuan permodalan pada saat pendaftaran paling sedikit Rp2 miliar.
Penyelenggara FinTech Lending wajib meningkatkan ketentuan permodalan pada saat pengajuan izin usaha paling sedikit Rp5 miliar. Permodalan harus disetor secara tunai dan penuh dalam bentuk deposito berjangka atas nama Penyelenggara FinTech Lending pada salah satu bank umum atau bank umum syariah berbadan hukum Indonesia.
Deposito berjangka tersebut wajib masih berlaku sampai dengan diterbitkannya izin usaha sebagai Penyelenggara FinTech Lending.Penyelenggara FinTech Lending wajib terdaftar di OJK.
Masih dari draft tersebut, Penyelenggara FinTech Lending wajib menempatkan dana yang dana yang dana yang dana yang berasal dari berasal dari pemberi pinjaman pemberi pinjaman pemberi pinjaman dalam virtual account yang telah disepakati oleh Penyelenggara FinTech Lending dan pemberi.
Terkait dengan data center, Penyelenggara FinTech Lending wajib menempatkan pusat data dan pusat pemulihan bencana di Indonesia.
Ketentuan lebih lanjut mengenai penempatan pusat data dan standar minimun sistem teknologi informasi, pengelolaan risiko teknologi informasi, pengamanan teknologi informasi, ketahanan terhadap gangguan dan kegagalan sistem serta alih kelola sistem teknologi informasi diatur dalam Surat Edaran OJK.
Dalam rancangan aturan ini juga ditegaskan larangan bargi FinTech Lending menarik dana secara langsung dari masyarakat berbentuk giro, tabungan dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.
Memberikan jaminan dalam segala bentuknya atas pemenuhan kewajiban pihak lain. Melakukan transaksi terhadap produk yang ditawarkan untuk keuntungan atau kepentingan sendiri. Menyetujui jumlah pinjaman dan/atau tenor dan/atau tingkat bunga yang melampaui batas yang ditetapkan OJK.
Memberikan nasihat investasi atau rekomendasi kepada Pengguna FinTech Lending. Melakukan perikatan langsung atau terafiliasi kepada Pengguna FinTech Lending.
Menerbitkan surat sanggup bayar (promisory note), kecuali sebagai jaminan atas hutang kepada bank yang menjadi krediturnya. Melakukan tindakan yang menyebabkan atau memaksa lembaga keuangan lainnya yang berada di bawah pengawasan OJK melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Melakukan tindakan yang menyebabkan atau memaksa lembaga keuangan lainnya yang berada di bawah pengawasan OJK menghindari peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Penyelenggara FinTech Lending hanya dapat mempertemukan kegiatan pinjam meminjam dengan tingka pinjam meminjam dengan tingka pinjam meminjam dengan tingka pinjam meminjam dengan tingka pinjam meminjam dengan tingka pinjam meminjam dengan tingkat suku bunga secara proporsional paling tinggi 7 kali dari BI 7-day Repo Rate per tahun.
Dalam catatan OJK, dari 120 layanan fintech, total asetnya mencapai Rp 100 miliar, sekitar 51 perusahaan bermain di sistem pembayaran, 18 perusahaan P2P, dan sisanya di bidang lainnya.
Model bisnis FinTech mulai marak salah satunya crowdfunding. Contohnya yang dilakukan Kitabisa.com. Platform ini sering menjadi fasilitator untuk menggalang dana bantuan. Sampai saat ini kitabisa.com sendiri sudah mengumpulkan donasi Rp 49 miliar dari lebih dari 2000 kampanye sosial.(ak)