JAKARTA (IndoTelko) – Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) diminta untuk tidak melupakan nasib Rancangan Peraturan Menteri (RPM) tentang Over The Top (OTT) yang telah lama selesai uji publiknya sejak semester I 2016 lalu.
“Saya atas nama rakyat Indonesia yang kebetulan aktif bersama masyarakat informasi, meminta Menkominfo Rudiantara menuntaskan nasib RPM soal OTT itu. Apakah ditetapkan menjadi Peraturan Menteri atau dibuang, terserah. Tetapi berikan kepastian hukum bagi semua pemain di industri telekomunikasi soal bagaimana menghadapi OTT. Jangan digantung tanpa tali seperti sekarang,” sungut Direktur Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat Informasi Indonesia (LPPMII) Kamilov Sagala kala ditemui beberapa waktu lalu.
Menurut Pria yang akrab disapa Bang Kami oleh para sejawatnya itu, Peraturan Menteri (PM) soal OTT sangat penting dihadirkan terutama setelah disahkannya Revisi Undang-Undang ITE belum lama ini.
“Selain itu jika Kominfo mengeluarkan Permen soal OTT itu artinya satu langkah dengan Ditjen Pajak yang tengah mengejar kewajiban dari pemain OTT seperti Google Cs. Ini sangat penting atas nama equality before the law,” tutupnya.
Asal tahu saja, Rancangan Peraturan Menteri (RPM) untuk OTT sudah dikeluarkan sejak Mei 2016. Namun, hingga usainya masa uji publik tak terdengar nasibnya menjadi sebuah peraturan menteri. (
Baca:
RPM OTT)
Ada tiga poin penting yang menjadi perhatian dalam aturan tersebut yakni isu kesetaraan (level) terhadap pelaku usaha telekomunikasi yang lain, persamaan perlakuan terhadap konsumen, dan ketaatan terhadap regulasi yang ada.
OTT adalah pemain yang identik sebagai pengisi jaringan data milik operator. Para pemain OTT ini dianggap sebagai bahaya laten bagi operator karena tidak mengeluarkan investasi besar, tetapi mengeruk keuntungan di atas jaringan milik operator.
Ditengah tak jelasnya nasib aturan soal OTT, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan Google berkomitmen membayar pajak di Indonesia.
Pada 23 November 2016, Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan terus bernegosiasi dengan pihak Google Singapura agar segera membayar tunggakan pajak sekitar Rp 5,5 triliun. Namun dengan jalur damai yang dibuka pemerintah Indonesia, Google berpotensi hanya melunasi pokok utang saja sekitar Rp 1 triliun. (
Baca:
OTT menekan operator)
Menurut Sri Mulyani, meski perusahaan-perusahaan OTT tersebut tidak memiliki kantor di Indonesia lantaran beroperasi secara virtual, tetapi lain hal jika berbicara menciptakan keadilan untuk seluruh pelaku usaha yang mendapatkan keuntungan atau yang biasa dikenal dengan level of playing field.
"Kita terapkan aturan pajak biasa. Kita menghitung saja berdasarkan apa yang ada. Harus ada kesetaraan hak dan kewajiban secara hukum di antara perusahaan OTT, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Digital economy, eCommerce, dan berbagai macam OTT yang berbeda, itu semuanya formatnya, wahananya berbeda, tapi transaksinya sendiri sama," jelas Sri Mulyani.(id)