JAKARTA (IndoTelko) - Industri Fintech khususnya Fintech Peer to Peer Lending (p2p lending) atau skema Pendanaan Gotong Royong OnLine terus menunjukkan pertumbuhan positif dalam beberapa tahun terakhir dan menjadi primadona baru kegiatan keuangan, dimana kehadirannya memberi harapan besar dalam mendorong peningkatan inklusi keuangan.
“Hingga bulan September 2017, pertumbuhan penyaluran dana melalui Fintech Peer to Peer Lending atau skema Pendanaan Gotong Royong On-Line di Indonesia mencapai Rp 1,6 Triliun. Tidak hanya jumlah dan nilai transaksinya yang mengesankan, pertumbuhan Fintech Peer to Peer Lending juga terbukti dari menjamurnya jumlah pelaku usaha dan jenis layanan yang ditawarkan,” ungkap Anggota Dewan Komisioner OJK, Kepala Eksekutif Pengawas IKNB, Riswinandi saat menjadi pembicara di “OJK Fintech Days 2017” di Makassar, kemarin.
Fintech p2p lending atau skema Pendanaan Gotong Royong On-Line merupakan sebuah platform teknologi yang mempertemukan secara digital peminjam yang membutuhkan modal usaha dengan pemberi pinjaman.
Layanan ini menawarkan fleksibilitas dimana pemberi pinjaman dan peminjam dapat mengalokasikan dan mendapatkan modal atau dana hampir dari dan kepada siapa saja, dalam jumlah nilai berapa pun, secara efektif dan transparan, serta dengan imbal balik yang kompetitif.
Data OJK menunjukkan bahwa masih terdapat 49 juta UKM di Indonesia yang belum bankable dan membutuhkan akses terhadap pinjaman.
Selain itu, terdapat kesenjangan pembiayaan pembangunan sebesar Rp 1.000 triliun setiap tahun. Saat ini institusi keuangan yang ada hanya mampu menyerap kebutuhan sekitar Rp 700 triliun dari total kebutuhan sebesar Rp 1.700 triliun tiap tahunnya.
Indonesia juga masih dihadapkan pada permasalahan tidak meratanya ketersediaan layanan pembiayaan dimana 60% dilaporkan masih terkonsentrasi di Pulau Jawa.
Layanan P2P lending diharapkan dapat menjadi angin segar untuk menyiasati tantangan tersebut dengan menghadirkan solusi khas Fintech yang praktis, lincah dan diciptakan sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
“Pelaku usaha yang tergabung dalam AFTECH berkomitmen untuk dapat terus menciptakan inovasi-inovasi dan terobosan bagi kemudahan akses dan kecepatan layanan, dengan tetap menjaga perlindungan konsumen sesuai dengan aturan yang ditetapkan oleh regulator,” ujar Wakil Ketua AFTECH dan Co-Founder Investree, Adrian Gunadi.
Adrian juga mengatakan bahwa dukungan regulator dan kerja sama dengan pemerintah daerah seperti yang ditunjukkan melalui OJK Fintech Days 2017 ini menjadi bukti terbentuknya ekosistem Fintech secara positif, tepat di saat perkembangan sektor yang sangat cepat ini.
“Daerah-daerah di luar Pulau Jawa dan utamanya kawasan timur Indonesia merupakan kantong-kantong ekonomi dengan potensi yang luar biasa besar, namun perkembangan usahanya – utamanya yang masih berskala rintisan – belum tertangani secara optimal,” lanjut Adrian.
OJK mencatat sampai saat ini terdapat 25 perusahaan Fintech P2P lending yang sudah terdaftar atau mendapatkan izin dari OJK, 33 perusahaan sedang dalam proses pendaftaran, dan 27 perusahaan sudah menyampaikan minat untuk mendaftar, sehingga secara total sampai dengan saat ini terdapat 85 perusahaan pinjam meminjam berbasis teknologi (p2p lending) yang beroperasi di seluruh Indonesia.
Data lain melaporkan; hingga Q3 2017 penyaluran kredit p2p lending sudah mencapai Rp 1,6 triliun atau naik lebih dari 600% YoY.
Sementara itu, nilai pendanaan di luar Pulau Jawa meningkat sebesar 1.074% sejak akhir tahun lalu menjadi Rp. 276 miliar. Hal tersebut didukung adanya peningkatan jumlah pemberi pinjaman (lender) di luar pulau Jawa sebesar 784%, begitu juga dengan jumlah peminjam (borrower) yang meningkat sebesar 745%.
Peningkatan ini menjadi bukti industri Fintech p2p lending dapat membantu program pemerintah untuk membangun Indonesia dari daerah pinggiran.
Di sisi lain, pesatnya pertumbuhan industri Fintech p2p lending perlu diantisipasi. Hal ini untuk memastikan perlindungan konsumen terkait keamanan dana maupun data terjaga dengan baik, serta untuk memastikan terlindunginya kepentingan nasional dan stabilitas sistem keuangan yang bebas dari praktik pencucian uang dan pendanaan terorisme.
Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengeluarkan Peraturan OJK (POJK) Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi (LPMUBTI) yang mengatur antara lain mengenai kegiatan usaha, pendaftaran dan perizinan, mitigasi risiko, pelaporan, dan tata kelola sistem teknologi informasi. Hal ini sejalan dengan kebijakan Pemerintah dalam mengoptimalkan pemanfaatan ekonomi berbasis elektronik antara lain dengan ditetapkannya Peraturan Presiden No. 74 Tahun 2017 tanggal 21 Juli 2017 tentang Peta Jalan Sistem Perdagangan Nasional Berbasis Teknologi Informasi (Road Map E-Commerce) Tahun 2017-2019.
Direktur Pengaturan, Perizinan dan Pengawasan Fintech OJK, Hendrikus Passagi menyampaikan OJK akan terus melakukan penyesuaian regulasi untuk mendukung perkembangan Fintech Lending dengan tetap memperhatikan aspek perlindungan konsumen dan kepentingan nasional seperti stabilitas sistem keuangan.
“OJK akan terus bekerja sama dengan AFTECH untuk memastikan bahwa seluruh lapisan masyarakat dapat merasakan manfaat dari kehadiran fintech lending atau pendanaan gotong royong on-line sebagai alternatif sumber pendanaan ke-4 selain pendanaan melalui industri perbankan, pasar modal, dan perusahaan pembiayaan yang selama ini telah dikenal secara umum,” katanya.(wn)