JAKARTA (IndoTelko) — Financial Technology (Fintech) hari-hari ini menjadi pembicaraan paling hot di kalangan masyarakat keuangan, sekaligus juga masyarakat teknologi.
Susasana sudah jauh berbeda 3 tahun yang lalu, dimana sebagian orang masih beranggapan Fintech atau Teknologi Finansial (Tekfin) masih dianggap sebagai wacana.
Bahkan sebagian merasa utopia jika bakal mampu menggeser peran institusi keuangan yang selama ini sudah kokoh berdiri. Sikap ini utamanya dimiliki masyarakat finansial, dan sebagian lain para pengambil kebijakan di bidang keuangan.
“Dalam menumbuhkan UMKM tangguh peranan Fintech menjadi suatu hal yang sangat penting dan strategis ke depan. Untuk itu perlu ada kolaborasi yang baik antara lembaga Fintech, pelaku UMKM , lembaga keuangan dan dukungan regulasi. Ini tentunya sangat relevant dan dapat diaplikasikan dalam mengembakan unit-unit usaha yang dikelola oleh Dompet Dhuafa Social Enterprise dan hal ini ke depan bisa dikembangkan ke arah social fintech baik dalam bentuk crowdfunding wakaf maupun proyek-proyek usaha yang bisa dikembangkan dengan wakaf produktif," kata Direktur Dompet Dhuafa Social Enterprise Iwan Ridwan dalam keterangan, kemarin.
Fintech juga bermakna sebagai “lonceng kematian” bagi lembaga keuangan mikro yang tidak mampu beroperasi secara efisien. Bukan rahasia lagi, jika saat ini Lembaga Keuangan Mikro (LKM) belum cukup mampu bersaing dalam efisiensi pengelolaan manajemennya, yang ditunjukkan dengan tingginya cost of fund yang dikenakan kepada nasabahnya. Ini berlaku baik bagi LKM konvensional maupun LKM Syariah.
Meski demikian LKM – yang karena nature of business nya sehari-hari menggeluti pasar keuangan mikro, diharapkan memiliki penguasaan pasar yang lebih baik dibanding institusi pendatang.
Kemampuan mengadaptasi Fintech dan menjadi bagian penting yang tidak bisa ditolak dalammemajukan usahanya, LKM tetap memiliki peluang untuk survive.
Tanpa kemauan untuk bermetamorfosis menjadi LKM yang ramah Fintech, kekhawatiran akan tumbangnya bisnis LKM bukan sebuah kemustahilan.
Melalui forum ini, CARICARA ingin menyerap dan membagi informasi kepada publik sebagai bagian dari memperkaya pengetahuan dengan segala aspek yang menjadi konsekuensi berkembangnya Fintech yang begitu cepat, baik dari pelaku teknologi, penyedia platform, infrastruktur telekomunikasi, maupun pelaku UKM, agar public policy yang dibuat oleh pemerintahmempertimbangkan berbagai faktor yang terdampak, baik positif maupun negatif.
Policy Research mengenai Fintech saat ini sedang dikerjakan oleh CARICARA secara independen yang diharapkan menjadi sumbangan untuk penciptaan Public Policy yang baik bagi bangsa Indonesia.
"Kami meyakini, semakin banyak masukan dari pelaku dan stake holder, akan menghasilkan kebijakan public yang lebih bagus bagi bangsa ini. Dan kebijakan yang sifatnya antisiptif diperlukan karena Indonesia diperkirakan tahun 2018 ini sebagai pengguna internet terbesar ke 5 di dunia (mengalahkan Jepang), dan Indonesia menempati urutan ke-5 terbesar sebagai negara penyumbang pertumbuhan ekonomi dunia setelah Tiongkok, Amerika, India, dan Uni Eropa," pungkasnya.(wn)