JAKARTA (IndoTelko) - Rancangan Undang-undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP) yang tengah berada di parlemen dicurigai sarat dengan titipan kepentingan asing sehingga sebaiknya dibahas ulang oleh anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) periode 2019-2024.
“RUU Perlindungan Data Pribadi harus berpihak kepada kepentingan nasional, kami mencium ada banyak titipan asing dalam RUU ini yang sedang digodok Pemerintah saat ini dengan di dukungnya acara-acara pembahasan RUU tersebut oleh Platform Media Sosial Internasional,” ungkap Executive Director Indonesia ICT Institute (IDICTI) Heru Sutadi dalam keterangan (5/7).
Heru menyarankan tak ada gunanya penetapan RUU PDP terburu-buru. "Deklarasi Osaka saja tak ditandatangani kabarnya karena tak ada RUU PDP kan, jadi kenapa harus buru-buru sih ditetapkan. Biarkanlah ini diselesaikan oleh anggota parlemen baru bersama Menkominfo baru nantinya," usulnya.
Ketua Umum Forum Masyarakat Peduli Telekomunikasi Indonesia (FMPTI) Edi Junaedi mendukung dan mendesak agar RUU Perlindungan Data Pribadi yang sudah masuk prolegnas sejak tahun 2015, agar anggota DPR baru yang mulai bekerja bulan Oktober 2019 segera membahas RUU ini dan disahkan oleh Presiden menjadi Undang-Undang.
"RUU Perlindungan Data Pribadi sudah masuk prolegnas empat tahun lebih digodok terus, ada apa sebenarnya? Terbuka saja ke publik kendalanya, kami siap membantu bahkan jiwa dan raga kami siap berkorban untuk tegaknya Hukum Perlindungan Data Pribadi NKRI agar negara kita berdaulat dan tidak dipandang sebelah mata negara lain," tutup Edi.
Direktur Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat Informasi Indonesia (LPPMII) Kamilov Sagala menyayangkan banyaknya pernyataan dari pejabat publik atau wakil rakyat yang menyebutkan bahwa masyarakat/orang atau publik Indonesia belum sadar dan/atau kesadarannya kurang terkait pentingnya keamanan data pribadi.
"Pernyataan-pernyataan yang dikeluarkan di sebuah diskusi dan dikutip media dimana-mana itu sangat melukai perasaan masyarakat publik Indonesia, dimana jelas terbukti masyarakat Indonesia harus berjuang sendiri mandiri secara hukum mencari keadilan dan perlindungan terhadap data pribadinya, yang sejatinya negaralah melalui wakil-wakil masyarakat yang duduk terhormat di lembaga pemerintahan cq. kemenkominfo dan lembaga wakil rakyat Indonesia menyatakan atas nama masyarakat Indonesia bahwa masyarakat Indonesia rindu serindunya dengan sadar sesadarnya ingin seperti masyarakat negara-negara lain yang memprioritaskan keamanan data masyarakatnya dan tidak pernah takut atau gentar kepada sesiapapun termasuk orang-orang terkaya di dunia dan/atau perusahaan-perusahaan raksasa teknologi terbesar di dunia dalam hal perlindungan data masyarakatnya," tegasnya.
Menurutnya, Indonesia pasti bisa dan mampu membuat Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi. "KUHP saja kita masih mengadopsi dari Negara Belanda, maka bisa saja meratifikasi atau mencontoh Undang-Undang atau Peraturan Internasional yang berlaku global seperti GDPR di Uni Eropa jika kita belum mampu mengikuti perkembangan teknologi global yang sangat cepat agar Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi dapat segera ditetapkan dan disahkan nantinya,” tutup Kamilov Sagala.
Untuk diketahui, IDICTI, LPPMII, dan FMPTI tengah menggugat Facebook dalam kasus dugaan kebocoran data pengguna asal Indonesia di kasus cambridge analytica. Sidang ke-4 dari kasus ini akan dilaksanakan tanggal 10 Juli 2019 mendatang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Indonesia kabarnya adalah negara empat terbesar di dunia yang data pribadinya bocor dan/atau disalahgunakan dalam skandal cambridge analytica.
Facebook telah dihukum dan dinyatakan bersalah terkait kebocoran data pribadi dan/atau penyalahgunaan data pribadi dalam skandal tersebut oleh Komisi Informasi Inggris, Pengawas Perlindungan Data Italy, dan Federal Trade Commission (FTC) Amerika.(id)