JAKARTA (IndoTelko) - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menilai Rancangan Undang-Undang tentang Keamanan dan Ketahanan Siber (RUU Kamtansiber) mendesak untuk segera disahkan menjadi Undang-Undang guna menjaga kedaulatan bangsa di era Revolusi Industri 4.0.
"Kedaulatan bangsa selain terletak penguasaan di wilayah darat, laut maupun udara, juga pada wilayah siber. Di era Revolusi Industri 4.0 ini, pondasi keamanan dan ketahanan siber perlu diperkuat melalui undang-undang," tegas Ketua DPR RI Bambang Soesatyo ketika menjadi narasumber Diskusi Publik dan Simposium Nasional RUU Kamtansiber, kemarin.
Pria yang akrab disapa Bamsoet ini mengutip hasil Penelitian Frost & Sullivan yang diprakarsai Microsoft pada tahun 2018 dimana menunjukkan bahwa kejahatan siber di Indonesia bisa menyebabkan kerugian mencapai Rp 478,8 triliun.
“Serangan tersebut tak boleh dianggap remeh. Apalagi tren dunia ke depan tak bisa dilepaskan dari internet dan transformasi teknologi informasi. Di Indonesia saja, penetrasi pengguna internet berdasarkan survei APJII 2018, sudah mencapai 171,18 juta jiwa atau 64% dari total penduduk sebesar 264,16 juta jiwa. Karenanya pondasi keamanan dan ketahanan siber perlu diperkuat melalui undang-undang," imbuh Bamsoet.
Politisi Partai Golkar ini juga menyinggung terputusnya aliran listrik yang menyelimuti sebagian Pulau Jawa beberapa waktu lalu. Walaupun bukan terjadi karena serangan, namun kejadian ini dianggap telah membuat kehebohan dan mematikan aktivitas ekonomi masyarakat. Menurutnya tak menutup kemungkinan suatu saat nanti aktivitas siber Indonesia tiba-tiba diserang.
“Saat ini saja jika kita melaporkan kehilangan handphone atau mobil, dari kantor pusat bisa langsung 'dikunci' sehingga si pencuri tak bisa menggunakan. Karena itu, ke depan saat membeli alat tempur atau sarana prasarana critical infrastructure dari luar negeri, beberapa coding-nya harus diganti, sehingga pabrikan asalnya tak lagi punya kendali penuh. Sekaligus meminimalisir perbuatan jahat dari pihak-pihak yang tak bertanggungjawab," singgung Bamsoet.
Dijelaskannya, RUU Kamtansiber yang diusulkan Badan Legislasi DPR RI merupakan upaya DPR RI untuk menguatkan pondasi Keamanan dan Ketahanan Siber Indonesia agar mampu menghadapi ancaman yang bersifat multidimensi, baik dari dalam maupun luar negeri. Sambil menunggu Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) dari pemerintah, DPR RI berharap proses kelahiran RUU ini bisa mengakselerasi kematangan ekosistem keamanan dan ketahanan siber nasional.
“Di samping itu, dengan adanya kebijakan di tingkat undang-undang, diharapkan pelaksanaan kekuasaan pemerintah di bidang keamanan dan ketahanan siber dapat selaras dengan penghormatan hak asasi manusia, kemandirian dalam inovasi ilmu pengetahuan dan teknologi, serta pemajuan perekonomian nasional," jelasnya.
Lebih jauh Bamsoet menerangkan, melalui RUU Kamtansiber pemerintah juga bisa menjalankan Diplomasi Siber untuk memajukan kepentingan Indonesia dalam bidang Keamanan dan Ketahanan Siber di tingkat internasional. Kerja sama dengan negara-negara lain sangat diperlukan, mengingat serangan siber seringkali dilakukan orang-orang dari berbagai lintas negara.
“Diplomasi siber bisa dijadikan rangkaian diplomasi ekonomi, politik, maupun kebudayaan yang dijalankan pemerintah. Pengalaman yang telah dilalui memberikan pelajaran bahwa ancaman terhadap kedaulatan siber sangat nyata. Bahkan menjadi salah satu ancaman non-militer terbesar bagi dunia," terang Bamsoet.
Kepala Badan Siber Sandi Negara ( BSSN) Letjen (Purn) Hinsa Siburian berharap, RUU Kamtansiber dapat selesai diundangkan tahun ini.
"BSSN mengharapkan RUU ini bisa diundangkan dengan segera. Karena ini kebutuhan yang sangat mendesak, khususnya juga untuk perlindungan terhadap masyarakat," kata Hinsa.
Dikatakannya, RUU ini menjadi penting seiring dengan kemajuan teknologi informasi. Sebab, di tengah masyarakat yang sangat bergantung dengan akses internet dan pemanfaatan smartphone, muncul potensi penyalahgunaan di bidang siber. Potensi serangan ini tidak hanya berdampak pada geostrategis suatu negara, tetapi juga geopolitis.
"Untuk mewujdkan amanat UUD RI tahun 1945, aneka upaya multisektoral dilakukan sebagai pengamananan siber akibat penyalahgunaan sarana prasarana siber," ujar Hinsa.
Tunda
Sementara, sejumlah aktivis dari beberapa organisasi cyber security mengkritisi draf RUU Kamtansiber yang akan disahkan.
“Kita berharap RUU ini jangan terlalu tergesa-gesa untuk di ketok palu. Kita dari APJII sedang membuat beberapa masukan untuk RUU ini, kita setuju negara punya UU Keamanan dan ketahanan siber, tapi perlu didengar juga beberapa masukkan,” kata Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) Jamalul Izza.
Untuk diketahui, RUU Keamanan dan Ketahanan Siber menggantikan RUU tentang Persandian yang ada di dalam Prolegnas periode 2015-2019. Saat ini, RUU Keamanan dan Ketahanan Siber masih dalam proses pembahasan di DPR.
Dalam RUU Kamtan siber, peran BSSN lumayan strategis karena ditunjuk pemerintah pusat mengkoordinasikan dan mengkolaborasikan dengan lembaga dan institusi lain termasuk pemerintah daerah dalam melakukan penyelenggaraan keamanan dan ketahanan siber.(id)