JAKARTA (IndoTelko) - Studi yang digelar oleh Kaspersky menunjukkan bahwa Gen Z dan Gen X di Asia Tenggara menjadi generasi yang tidak begitu mengkhawatirkan teknologi masa depan seperti biometrik, peralatan pintar, perangkat robot, dan deepfake, sementara Generasi Milenial dan Boomer justru cenderung memiliki kewaspadaan untuk itu.
Ini menjadi salah satu hal penting dari sejumlah temuan lainnya dari penelitian Kaspersky “Making Sense of Our Place in the Digital Reputation Economy”.
Penelitian yang dilakukan pada November 2020 lalu bertanya kepada 831 pengguna media sosial di Asia Tenggara tentang tingkat kekhawatiran mereka terhadap tren teknologi saat ini dan menemukan bahwa lebih dari setengah (62%) memiliki kekhawatiran akan teknologi deepfake. Ini tertinggi di antara generasi Baby Boomers (74%) dan terendah di kelompok Gen X (58%).
Deepfakes adalah penggunaan kecerdasan buatan untuk membuat gambar, audio, atau rekaman suara dalam rupa orang lain. Sikap responden terhadap teknologi ini bukan tanpa dasar karena video deepfake telah digunakan untuk balas dendam pribadi hingga tujuan politik. Bahkan, teknologi tersebut kini juga banyak digunakan dalam upaya pemerasan dan penipuan.
Sebagai contoh, CEO sebuah perusahaan energi di Inggris mengalami kerugian sebesar US$243.000 akibat tertipu oleh suara Deepfake dari kepala perusahaan induknya yang meminta transfer dana darurat.
Pemalsuan tersebut begitu meyakinkan sehingga ia tidak berpikir untuk memeriksanya; dan dana tersebut selanjutnya tidak ditransfer menuju kantor pusat, melainkan ke rekening bank pihak ketiga. Sang CEO akhirnya timbul curiga ketika “atasannya” meminta untuk melakukan transfer kembali. Kali ini, tanda bahaya sudah dirasakan – namun terlambat untuk mendapatkan kembali dana yang telah ia transfer.
Responden Asia Tenggara cenderung kurang namun masih mewaspadai teknologi biometrik atau penggunaan sidik jari, pemindai mata, dan pengenalan wajah (32%), perangkat pintar (27%), dan alat robot seperti robo cleaner (15%).
Pengguna media sosial di wilayah tersebut memiliki alasan yang dapat dimengerti untuk takut terhadap teknologi masa depan karena penelitian ini turut mengungkap pengalaman negatif yang mereka alami secara online.
Insiden paling umum yang dialami oleh lebih dari 3 dari 10 responden adalah pengambilalihan akun di mana seseorang mendapatkan akses ke akun mereka tanpa izin. Lebih dari seperempat (29%) juga mengaku bahwa informasi rahasia mereka telah diketahui oleh pihak yang tidak diinginkan.
Lebih dari 2 dari 10 juga mengungkapkan bahwa seseorang mendapatkan akses ke perangkat mereka secara paksa (28%), informasi pribadi mereka dicuri atau digunakan tanpa persetujuan (24%) atau dilihat secara publik (23%).
Akibat dari insiden ini termasuk menerima spam dan iklan (43%), mengalami stres (29%), menyebabkan rasa malu atau terhina (17%), kerusakan reputasi (15%), dan kerugian moneter (14%).
“Survei kami membuktikan bahwa insiden merugikan dapat terjadi secara online dan memiliki dampak bagi kehidupan nyata. Teknologi dimaksudkan untuk berkembang demi kebaikan yang lebih besar, namun, akan selalu ada kurva pembelajaran di mana sejumlah ketakutan dengan tindakan akan menjadi vital,” komentar Managing Director untuk Asia Pasifik di Kaspersky Chris Connell.
Namun, penelitian yang sama mengungkapkan bahwa masih ada hampir 2 dari 10 pengguna di wilayah tersebut yang percaya bahwa perangkat lunak keamanan internet tidak diperlukan untuk melindungi kehidupan online mereka. Persepsi ini paling tinggi pada Gen Z (17%), diikuti oleh Milenial (16%). Dan sebanyak 15% Gen X dan Baby Boomers juga menganggap solusi ini tidak diperlukan.
“Ini menjadi perhatian karena kita, manusia, cenderung membuat kesalahan dari waktu ke waktu dan solusi semacam itu dimaksudkan untuk menjadi filter pengaman kita. Meskipun tidak ada peluru perak dalam hal keamanan siber, tetap penting untuk memiliki pertahanan dasar. Pemilik bisnis harus secara khusus melihat hal ini karena infrastruktur TI mereka terus mengalir dari jaringan perusahaan mereka yang lebih aman ke rumah individu yang lebih rentan,” tambah Connell.
COVID-19 telah menyebabkan revolusi sistem bekerja jarak jauh hanya dalam semalam, membawa serta tantangan dunia maya baru bagi para tim TI khususnya. Berikut saran Kaspersky tentang cara membantu para karyawan yang bekerja dari rumah tetap aman di dunia maya.
Pelatihan sangat penting untuk membantu membangun kesadaran dunia maya pada tim Anda. Rencanakan program pembelajaran, dengan perpaduan pembelajaran online, ruang kelas (virtual atau dunia nyata) dan rekomendasi reguler melalui email. Anda dapat menguji apakah seseorang dapat mendeteksi serangan phishing dengan menyiapkan email phishing palsu.
Untuk memulai, cobalah kursus pembelajaran adaptif 30 menit gratis oleh Kaspersky dan Area9 Lyceumbagi mereka yang baru mengenal sistem bekerja jarak jauh untuk membantu menciptakan ruang lingkup kerja secara aman dari rumah dengan pembelajaran tentang pemilihan kata sandi yang kuat, pentingnya perlindungan titik akhir, dan pembaruan perangkat lunak rutin.
Membangun kepercayaan
Sayangnya, di banyak organisasi besar, tidak ada budaya transparansi antara karyawan dan TI dalam masalah dunia maya. Ketika seseorang membuat kesalahan, mereka tidak menyadari apa yang telah dilakukan atau takut akan kehilangan pekerjaan, sehingga mereka mungkin tidak secara resmi melaporkan insiden pelanggaran data yang akhirnya justru lebih merugikan perusahaan. Anda perlu membangun budaya kepercayaan dan transparansi antara karyawan dan tim TI. Komunikasi terbuka menjadi indikator sangat penting.
Sarankan untuk tidak melakukan penjelajahan internet yang personal di perangkat kerja
Penjelajahan personal dapat menyebabkan keamanan jaringan terganggu, jadi pastikan karyawan mengetahui hal ini dan dorong mereka untuk melakukan hal-hal pribadi – seperti berbelanja, akses media sosial, atau membaca berita – di perangkat mereka sendiri.
Melakukan update pada setiap sistem dan perangkat karyawan
Jika perangkat karyawan tidak sepenuhnya ditambal dan diperbarui, kemungkinan peretas menemukan kerentanan di sistem Anda akan meningkat. Akses mesin mereka dari jarak jauh untuk menambal atau membantu mereka melakukannya sendiri melalui telepon. Lebih baik lagi, instal solusi penambalan otomatis.
Mengubah kata sandi default di router rumah
Sebagian besar router rumah menggunakan kata sandi default, yang dapat ditemukan oleh peretas dan kemudian masuk ke pintu belakang jaringan rumah. Hanya sedikit orang yang mau mengubahnya karena ini adalah proses yang agak rumit, tetapi ini akan secara drastis meningkatkan pertahanan siber karyawan.
Tunjukkan pada mereka bagaimana mereka dapat melakukannya.
Mengetahui bahwa sistem bekerja dari rumah mulai kembali diterapkan pada beberapa wilayah di Indonesia demi menekan penyebaran virus COVID19, Kaspersky terus memberikan perlindungan holistik kepada para pengguna dengan memberikan promo menarik berupa diskon hingga 15% untuk pengguna Kaspersky Small Office Security 5 & 10. Jumlah terbatas bagi para pengguna yang beruntung. Promo ini berlaku dari 5 -14 Juli 2021, dan tersedia di e-commerce kesayangan Anda di Tokopedia, Bukalapak, Shopee, JDID, Lazada, dan Blibli.(wn)