Meskipun secara keseluruhan transaksi 2022 meningkat dibanding 2021, terdapat penurunan di kuartal IV 2022 akibat isu resesi dan gejolak ekonomi global, dengan nilai transaksi Q4 sebesar 38,6% menjadi 33,3% YoY
Sementara, Direktur Katadata Insight Center Adek M. Roza menjelaskan, beberapa temuan riset tahun ini semakin mengindikasikan daya beli masyarakat di e-commerce yang tetap terjaga selama 2022, yang merupakan masa transisi menuju endemi. "Meskipun terdapat beberapa pergeseran pola belanja, kami melihat bahwa e-commerce akan tetap menjadi pilihan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hariannya dan akan tetap menjadi penggerak utama perekonomian Indonesia. Kami berharap, riset tahunan ini dapat menjadi panduan bagi para pelaku industri digital dan instansi pemerintah terkait, terutama untuk mempersiapkan strategi dalam mengoptimalkan pemulihan ekonomi di masa pasca pandemi," jelasnya.
Pertumbuhan transaksi di e-commerce tidak luput dari integrasi metode pembayaran digital seperti Paylater dengan e-commerce. Sejalan dengan kebutuhan masyarakat akan opsi pembayaran yang terjangkau dan fleksibel, tren penggunaan Paylater di e-commerce terus meningkat. Persentase pengguna layanan Paylater dalam e-commerce mengalami peningkatan signifikan, dari 28,2% pada tahun 2022 menjadi 45,9% pada tahun 2023. Paylater juga kini mampu mengungguli metode transfer bank, sebanyak 16,2% konsumen memilih Paylater sebagai metode pembayaran yang paling sering digunakan di e-commerce, sedangkan hanya 10,2% konsumen yang memilih metode pembayaran transfer bank/virtual account. Sementara itu, sebanyak 60,9% responden yang telah menggunakan Paylater menyebutkan bahwa Paylater merupakan kredit pertama yang mereka dapatkan, terutama bagi Socio-Economic Status (SES) C.
Seiring dengan semakin konsistennya edukasi terkait Paylater di masyarakat, penggunaan Paylater pun mulai beralih menjadi metode pembayaran kebutuhan harian diantaranya untuk belanja barang (87,1%), tagihan bulanan (51,8%), serta pulsa & paket internet (48,9%). Selain itu, pola penggunaan Paylater telah berubah menjadi lebih banyak digunakan untuk berbelanja kebutuhan bulanan dengan cicilan tenor pendek (56,8%) alih-alih untuk kebutuhan mendadak (52,1%). Perubahan ini terjadi seiring semakin tingginya tingkat pengetahuan pengguna mengenai Paylater yang kini berada di angka 32,0 (level tinggi) dibanding tahun sebelumnya di angka 26,0 (level sedang).
Dikatakan Direktur CELIOS (Center of Economic and Law Studies) sekaligus Ekonom, Bhima Yudhistira, kehadiran Paylater perlu diakui cukup memberikan manfaat ketersediaan akses kredit yang aman, terjangkau, dan mudah bagi hampir seluruh lapisan masyarakat. "Saya melihat instrumen Paylater di ekosistem e-commerce berdampak pada confidence level konsumen, terutama di kelas menengah ke atas yang sebelumnya cukup menahan pengeluaran akibat dampak pandemi. Studi ini juga semakin menguatkan bahwa Paylater tidak hanya digunakan untuk kebutuhan mendesak, tapi sebagai metode pembayaran yang efisien untuk bertransaksi sehari-hari," katanya.
Ditambahkan Bhima, kedepannya, seiring penggunaan Paylater yang meningkat, maka akan semakin meningkatkan multiplier effect atau dampak turunan panjang bagi industri ekonomi digital ini, mulai dari percepatan pembangunan infrastruktur hingga penyerapan tenaga kerja yang akan berdampak pada perputaran roda perekonomian. (mas)