telkomsel halo

Juni 2023, nilai pinjaman macet di fintech p2p lending naik 54,9%

07:32:00 | 21 Aug 2023
Juni 2023, nilai pinjaman macet di fintech p2p lending naik 54,9%
JAKARTA (IndoTelko) - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatatkan total pinjaman macet di fintech p2p lending per Juni 2023 mencapai Rp 1,73 triliun naik 54,90% dibandingkan Juni 2022, juga sedikit lebih tinggi 0,32% dibandingkan Mei 2023.

OJK mencatat sebanyak 600.968 orang mengalami macet atau gagal bayar angsuran lebih dari 90 hari di platform fintech p2p lending (pinjaman online/pinjol) per Juni 2023. Jumlah itu mencakup 3,30% dari total 18,17 juta peminjam perseorangan.

Meski secara nilai meningkat, jumlah peminjam atau borrowers dari pinjol yang mencatatkan pinjaman macet relatif menurun. Jika pada Mei 2023 ada sebanyak 605.168 entitas, maka per Juni tercatat sebanyak 601.338 entitas yang berkontribusi terhadap pinjaman macet.

Penurunan jumlah peminjam macet dikontribusi dari segmen perseorangan dari per Mei 2023 sebanyak 604.723 menjadi sebanyak 600.968 per Juni 2023. Pinjaman macet yang dicatatkan segmen perseorangan per Juni mencapai Rp 1,35 triliun, pun lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya Rp 1,36 triliun.

Demikian juga pinjaman macet dari segmen peminjam dari segmen badan usaha yang menurun secara bulanan dari 445 entitas menjadi 370 entitas. Ditinjau dari nilainya, pinjaman macet dicatatkan sebesar Rp 384,45 miliar per Juni 2023, turun dari Mei 2023 mencapai Rp 370,42 miliar.

Penurunan pinjaman macet baik dari sisi pengguna maupun nilai itu juga yang membuat rasio kualitas pinjaman pinjol dalam empat bulan terakhir menjadi lebih baik. Tingkat wanprestasi 90 hari (TWP 90) fintech p2p lending tercatat 3,29% per Juni 2023, turun dari bulan sebelumnya di level 3,36%.

Sementara itu, penyaluran pinjaman fintech p2p lending hingga Juni 2023 masih tetap mengalir deras meskipun pertumbuhannya melambat. Outstanding pinjaman tercatat mencapai Rp 52,70 triliun atau tumbuh 18,86% secara tahunan (year on year/yoy). Adapun pada Mei 2023, outstanding pinjaman tercatat mencapai Rp 51,46 triliun atau tumbuh 28,11% (yoy).

Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan dan Dana Pensiun OJK Ogi Prastomiyono menyampaikan, regulator sekaligus pengawas fintech p2p lending terus melakukan monitoring kualitas pendanaan setiap bulan. Masih ada sejumlah entitas yang mencatatkan kualitas pinjaman di atas 5% hingga pertengahan tahun ini.

"TWP 90 hari per Juni secara agregat 3,29%. Jika ditinjau dari jumlah perusahaannya, terdapat sebanyak 24 perusahaan yang memiliki TWP 90 lebih dari 5%," ungkap Ogi.

Kepala Eksekutif (KE) Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK Agusman mengatakan pertumbuhan kinerja penyaluran pinjaman sudah seharusnya diikuti dengan kualitas yang baik. Oleh karena itu, kehati-hatian perlu terus penyelenggara fintech lending jaga melalui asesmen yang terukur. Kualitas pinjaman ini diyakini akan jauh lebih baik ketika nantinya terkoneksi dengan SLIK OJK.

"Yang lebih bagus lagi nanti akan konek dengan SLIK OJK, kalau ini sudah maka bisa kita gunakan untuk memantau secara cepat penyaluran kredit dan nasabah yang menerima itu sehat," ungkap Agusman.

Selain SLIK OJK, kata Agusman, fintech lending akan memiliki alat seleksi risiko pinjaman Pusdafil yang lebih tangguh. Pusdafil memungkinkan fintech lending untuk memantau frekuensi dan volume transaksi secara harian. Layanan ini akan dapat segera dimanfaatkan dalam beberapa pekan ke depan.

Meski demikian, fintech lending harus lebih dulu bersabar untuk dapat terkoneksi sekaligus antara SLIK OJK dan Pusdafil. Sebab layanan tersebut masih membutuhkan simulasi dan pembelajaran agar menghasilkan manfaat yang optimal. "Kita upayakan tahun ini secara cepat kita laksanakan, mudah mudahan tahun depan sudah 100%," ucap Agusman.

Lebih lanjut Ogi yang sementara merangkap sebagai KE Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan (ITSK), Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto OJK, mengungkapkan bahwa masih ada sejumlah penyelenggara yang belum memenuhi ekuitas minimum sampai batas waktu yang ditentukan. Batas waktu ini telah diamanahkan dalam POJK 10/POJK.05/2022 tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (POJK Fintech P2P Lending).

"Dalam kaitan kewajiban pemenuhan ekuitas minimum fintech p2p lending sebesar Rp 2,5 miliar yang berlaku mulai 4 Juli 2023 masih terdapat 26 fintech p2p lending yang belum memenuhi ketentuan dimaksud sampai dengan saat ini," ungkap Ogi.

Dia mengatakan, OJK telah meminta action plan ekuitas minimum kepada fintech p2p lending yang belum memenuhi ketentuan tersebut dan dilakukan pemantauan secara berkelanjutan. Sebagian di antaranya juga masih dalam proses persetujuan perubahan permodalan dalam rangka pemenuhan ekuitas minimum Rp 2,5 miliar.

Bagi penyelenggara fintech p2p lending yang telah menyampaikan rencana perbaikan action plan, namun belum mengajukan permohonan tambahan modal, diberikan tambahan waktu pelaksanaan pemenuhan tersebut paling lambat pada 4 Oktober 2023," ujar Ogi.

Sejumlah penyelenggara fintech p2p lending yang belum memenuhi ketentuan ekuitas minimum sesuai batas waktu yang telah ditentukan dibayangi sanksi lebih lanjut.

Sementara itu, Ogi juga menyampaikan agar fintech p2p lending yang telah berizin selama tiga tahun sejak tanggal penetapan izin agar mencari strategic partner. Imbauan ini ditujukan agar penyelenggara dapat meningkatkan ekuitasnya yang selanjutnya mendukung keberlangsungan bisnis.

Mengacu data OJK, sebanyak 26 penyelenggara fintech p2p lending yang belum memenuhi ekuitas minimum sebesar Rp 2,5 miliar ini sejatinya telah berkurang. Sebelumnya, per 4 Juli 2023, penyelenggara fintech p2p lending yang belum memenuhi ekuitas minimum tercatat sebanyak 33 entitas.

GCG BUMN
Permodalan fintech p2p lending diatur dalam POJK 10/2022 tentang Fintech P2P Lending yang diterbitkan pada pada 4 Juli 2022 lalu. Dalam ketentuan tersebut, setiap penyelenggara existing diwajibkan untuk memenuhi ekuitas minimum secara berkala sejak aturan diterbitkan. Pada tahun pertama yakni sebesar Rp 2,5 miliar, naik menjadi Rp 7,5 miliar pada tahun kedua, dan menjadi Rp 12,5 miliar pada tahun ketiga.(wn)

Artikel Terkait
Rekomendasi
Berita Pilihan
More Stories