JAKARTA (IndoTelko) - PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom) akhirnya buka-bukaan terkait kasus hukum yang melibatkan anak usahanya, PT Sigma Cipta Caraka (SCC) atau dikenal dengan TelkomSigma.
Tim Kuasa Hukum Telkom Dr. Juniver Girsang, S.H., M.H. mengungkapkan Kejaksaan Agung (Kejagung) tengah mengusut dugaan tindak korupsi berupa rekayasa proyek fiktif di Telkomsigma periode 2017-2018.
Kasus ini menyeret nama Bakhtiar Rosyidi, yakni mantan Direktur Human Capital & Finance Telkomsigma. Adapun, ia ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus perkara PT Graha Telkom Sigma, yaitu anak usaha Telkomsigma.
Juniver mengatakan bahwa Bakhtiar kemudian melayangkan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan nomor perkara 160/Pdt.G/2023/PN.Jkt.Pst.
Gugatan itu disebut Juniver merupakan gugatan perbuatan melawan hukum yang ditujukan kepada Menteri BUMN Erick Thohir dan beberapa direktur aktif Telkom yang tidak menjabat pada periode yang dimaksud.
"Perlu kami sampaikan/tegaskan dikarenakan telah berkembang/beredar pemberitaan-pemberitaan tersebut sangat merugikan Telkom," kata Juniver dalam keterangan, Kamis (5/10).
Diungkapkannya, bahwa pada tanggal 3 Oktober 2023, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah menjatuhkan putusan sela dalam perkara tersebut yang menyatakan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak berwenang memeriksa dan mengadili perkara nomor 160/Pdt.G/2023/PN. Jkt.Pst," ucap Juniver.
Ia menilai gugatan yang dilayangkan Baktiar Rosyidi sebagai upaya menghambat proses hukum dan/atau mengalihkan perhatian publik dari statusnya sebagai tersangka tindak pidana korupsi di Kejagung yang dalam kedudukannya sebagai Dirut PT Graha Telkom Sigma diduga terlibat dalam enam proyek fiktif di tahun 2017-2018 yang merugikan negara sebesar Rp 354,3 miliar.
"Bahwa gugatan saudara Baktiar Rosyidi yang menuduh beberapa direktur aktif Telkom telah sengaja membuat laporan keuangan Telkom yang tidak benar di tahun 2017-2018, selain substansinya mengada-ada, gugatan tersebut juga salah alamat," tuturnya.
Lebih lanjut, Juniver mengatakan, karena telah menempatkan/melibatkan Menteri BUMN dan beberapa Direktur aktif Telkom yang tidak menjabat sebagai Direksi Telkom pada tahun 2017-2018.
"Hal mana tuduhan tersebut dapat dikualifisir sebagai fitnah dan pencemaran nama baik (character assasination) terhadap pribadi-pribadi yang disebutkan dalam gugatan saudara Bakhtiar Rosyidi maupun kepada Telkom dikarenakan telah terbentuk opini-opini seakan-akan Telkom dan beberapa pihak lainnya terlibat dalam pembuatan laporan keuangan Telkom yang tidak benar," tegasnya.
Telkom seperti disampaikan Juniver, padahal senyatanya tidak ada kaitannya dengan permasalahan tersebut.
"Hal mana tuduhan tersebut sangat merugikan, khususnya kepada Telkom sebagai perusahaan publik/terbuka karena telah direpotkan dengan permintaan klarifikasi oleh Bursa Efek Indonesia terkait dengan tuduhan yang tidak berdasar menurut fakta dan menurut hukum tersebut," ucap Juniver.
"Laporan keuangan Telkom telah mengikuti standar internasional kemudian diaudit dan mengikuti pemeriksaan oleh salah satu auditor independen terbesar di dunia, Ernst & Young (EY) dan juga Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sesuai standar akuntasi yang diakui negara," pungkasnya.
Latar Belakang
Seperti diketahui, Kejagung telah menetapkan beberapa tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi pada proyek pekerjaan apartemen, perumahan, hotel, dan penyediaan batu split yang dilaksanakan oleh PT Graha Telkom Sigma (GTS) tahun 2017-2018.
Adapun para tersangka tersebut adalah Agus Herry Purwanto (AHP) selaku Komisaris PT Mulyo Joyo Abadi dan Taufik Hidayat (TH) yang merupakan mantan Dirut PT Graha Telkom Sigma. Kemudian, Heri Purnomo (HP) selaku mantan Direktur Operasi di PT Graha Telkom Sigma, Tejo Suryo Laksono (TSL) selaku Head of Purchasing PT Graha Telkom Sigma. Lalu, Rusjdi Basamallah (RB) selaku Direktur Utama PT Wisata Surya Timur, Judi Achmadi (JA) selaku mantan Dirut PT Sigma Cipta Caraka, serta Bakhtiar Rosyidi.
Kasus ini diduga menimbulkan kerugian keuangan negara sebesar Rp282.371.563.184. Di mana seolah-olah ada pembangunan apartemen, perumahan, hotel, dan penyediaan batu split dengan beberapa perusahaan pelanggan. Selanjutnya, para tersangka membuat dokumen-dokumen pencairan fiktif untuk mendukung pencairan dana. Sehingga dengan dokumen tersebut berhasil ditarik dana.
Akibat perbuatannya, para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Terbaru, Kejagung mengungkap kasus dugaan tindak pidana korupsi rekayasa proyek fiktif yang dilakukan oleh Sigma Cipta Caraka (SCC) periode tahun 2016-2018. Perkara tersebut pun ditingkatkan pengusutannya dari penyelidikan ke penyidikan.
Di mana diduga SCC telah melakukan kegiatan usaha di luar core bisnisnya. Sigma Cipta Caraka dinilai menyalahi kewenangannya dengan memberikan pembiayaan modal kerja ke sejumlah perusahaan dalam bentuk proyek fiktif.
Modusnya, memberikan pembiayaan modal kerja pada perusahaan tertentu yang dicover dengan proyek-proyek fiktif. Pembiayaan kepada sejumlah perusahaan yang dimaksud antara lain terhadap PT PDS atau proyek data storage network performance dan diagnostics. Sehingga akibat perbuatan tersebut diduga merugikan keuangan negara kurang lebih sebesar Rp318 miliar sekian.(tep)