telkomsel halo

Bara yang menyala di balik konsolidasi XL-Smartfren

04:45:00 | 08 Dec 2024
Bara yang menyala di balik konsolidasi XL-Smartfren
Proses merger antara PT XL Axiata Tbk (XL) dan Smartfren yang awalnya terkesan mulus ternyata menyimpan potensi konflik yang harus diwaspadai.

Tahapan due dilligence yang diharapkan dapat rampung di akhir 2024 oleh para pemegang saham kedua operator seluler itu, PT Wahana Inti Nusantara, PT Global Nusa Data dan PT Bali Media Telekomunikasi (Sinar Mas) dan Axiata Group Berhad (Axiata) ternyata tidak setenang air di danau.

Ternyata, bara konflik mulai menyala dari ruang rapat strategis hingga suara protes karyawan yang memenuhi sudut-sudut gedung.

Pengunduran diri mendadak Dian Siswarini, CEO XL Axiata, menjadi simbol ketegangan dalam proses ini. Meski alasannya bersifat pribadi, banyak pihak melihat ini sebagai puncak dari ketidakseimbangan internal yang muncul akibat proses merger yang penuh tekanan. Apakah keputusan ini menunjukkan ketidaksepakatan strategi atau hanyalah kebetulan belaka?

Di sisi lain, lebih dari seribu karyawan XL memilih “cuti massal” sebagai bentuk protes terhadap kurangnya transparansi dan kekhawatiran akan gelombang PHK. Suara-suara mereka menjadi bara yang bisa meluas menjadi kobaran api, menguji komitmen perusahaan terhadap inklusi dalam perubahan besar ini.

Sebelumnya, XL dan Smartfren telah melakukan penandatanganan nota kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MoU) tidak mengikat pada 15 Mei 2024, terkait dengan rencana menciptakan entitas baru.

Axiata menjelaskan validasi terhadap penggabungan dan penciptaan nilai bagi pemegang saham, uji tuntas, persiapan rencana bisnis bersama dan kesepakatan atas persyaratan penting akan menjadi kegiatan utama yang dilakukan selama tahap penjajakan yang diatur dalam MoU. Axiata juga meyakini bahwa pembentukan entitas baru XL—Smartfren ini akan memiliki kelincahan yang strategis, kompetensi dan kemampuan yang mumpuni untuk memenuhi harapan dan permintaan yang semakin meningkat dari konsumen, bisnis dan sektor publik di Indonesia.

Kisi-kisi
Kalkulasi dari merger, kedua operator bisa menjadi terbesar kedua di Indonesia dengan spektrum gabungan 152 MHz pada frekuensi 800 MHz, 900 MHz, 1.800 MHz, 2.100 MHz, dan 2.300 MHz.

Ada yang memprediksi XL Axiata bakal menjadi entitas yang bertahan mengingat posisi pasar lebih baik, jangkauan lebih luas, akuisisi pelanggan fixed broadband untuk memperluas layanan fixed mobile convergence (FMC), dan efisiensi biaya lebih baik.

Tetapi, ada potensi Smartfren menjadi entitas yang bertahan karena manfaat pajak sekitar Rp 3,7 triliun. Jika dihitung menggunakan harga saham saat ini, XL bisa memegang kepemilikan mayoritas. Axiata Group berpotensi memiliki 46%, sedangkan Sinar Mas berpeluang menggenggam 19,4% saham dari entitas baru itu.

Tetapi benarkah demikian? Jika dilihat posisi keuangan dari Axiata Group dan kinerja lini-lini operasinya selain Indonesia, ternyata investor asal Malaysia ini tengah mengalami tekanan keuangan.

Axiata beroperasi di 10 negara yang tersebar di Asia Tenggara dan Asia Selatan. Negara-negara tersebut adalah Malaysia, Indonesia, Sri Lanka, Bangladesh, Kamboja, Nepal, Myanmar, Laos, Filipina, dan Pakistan. Melalui merek-merek utama seperti CelcomDigi (Malaysia), XL Axiata (Indonesia), Dialog (Sri Lanka), Robi (Bangladesh), dan Smart (Kamboja), Axiata melayani sekitar 290 juta pelanggan. Selain itu, mereka juga memiliki bisnis infrastruktur digital melalui Edotco serta layanan digital seperti Boost dan AD.

Axiata menghadapi tekanan laba bersih secara grup, dengan kerugian setelah pajak sebesar RM1,3 miliar setara Rp4,55 triliun hingga kuartal ketiga 2023, sebagian besar disebabkan oleh penurunan kontribusi dari aset tertentu seperti Ncell dan dampak keuangan dari akuisisi dan merger di Malaysia (CelcomDigi) yang berujung kontribusi laba menurun dibandingkan saat Celcom masih sepenuhnya dimiliki Axiata, akibat penjualan sebagian sahamnya di perusahaan gabungan tersebut.

Dari sudut pandang Axiata Group, merger ini adalah jalan keluar dari tekanan keuangan yang menggerogoti operasinya di luar Indonesia. Namun, keputusan untuk melepaskan saham mayoritas ke Sinar Mas mencerminkan pertaruhan besar yakni mengorbankan kontrol penuh demi kelangsungan operasional di pasar yang menguntungkan.

Pilihan Dian Siswarini untuk mundur tentu mencerminkan “lemahnya” posisi Axiata dalam bernegosiasi dengan Sinar Mas Grup.

Soalnya, Dian pernah menyebutkan jika merger terlaksana nantinya, hak-hak karyawan adalah hal yang perlu dipenuhi. "Mengenai aspek karyawan, perlunya pemenuhan hak-hak karyawan sesuai dengan aturan dan ketentuan yang berlaku," kata Dian Siswarini dalam pernyataannya ketika usai penandatanganan kedua pemegang saham untuk melanjutkan proses merger.

Tidak hanya itu, untuk menjaga proses merger atau penggabungan dua entitas operator tersebut bisa berjalan dengan lancar, menurut Dian, diperlukan keterlibatan dan upaya mendengarkan aspirasi stakeholder internal dan eksternal.

Perjalanan merger antara XL Axiata dan Smartfren menggambarkan kompleksitas di balik ambisi besar untuk menciptakan pemain utama di industri telekomunikasi Indonesia.

Apakah api konflik yang berkobar akan berhasil dipadamkan, atau justru akan mengancam fondasi kerjasama ini? Melihat begitu banyak kepentingan yang terlibat, nasib merger ini akan menjadi ujian bagi kemampuan manajemen dalam menyeimbangkan aspirasi bisnis dan kepuasan stakeholder, serta dalam mewujudkan visi besar di pasar yang semakin kompetitif.

GCG BUMN
@IndoTelko

Artikel Terkait
Rekomendasi
Berita Pilihan
More Stories
Data Center Service Provider of the year