Fitch Optimistis dengan Prospek Tower Bersama

Ilustrasi (dok)

JAKARTA (IndoTelko) – Lembaga pemeringkat Fitch Ratings menyakini PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG) sebagai salah satu penyedia menara yang memiliki prospek cerah di Tanah Air.

Hal itu ditunjukkan dengan menetapkan peringkat BB kepada emiten dengan kode saham TBIG itu dan outlook stabil. Fitch juga memberikan peringkat nasional jangka panjang AA- kepada perseroan.

Outlook stabil diberikan meski pemangkasan utang (deleveraging) perseroan cenderung lebih lambat dari perkiraan.

"Setelah menilik kembali profil bisnis perseroan, Fitch yakin bisnis profil yang solid tersebut dapat menahan leverage yang lebih tinggi. Rating nasional AA menunjukkan ekspektasi risiko gagal bayar sangat rendah dibandingkan dengan emiten dan penerbit obligasi lainnya di Indonesia," jelas Fitch dalam kajiannya, pekan lalu.

Fitch memproyeksi deleveraging Tower Bersama akan lebih lambat setelah pembatalan share swap yang semula akan membuat perseroan mendapatkan 49% saham pada PT Dayamitra Telekomunikasi (Mitratel), anak usaha PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom) pada Agustus 2015.

Tanpa penambahan lebih dari 4.000 menara dari Mitratel, Tower Bersama tidak akan mampu meningkatkan EBITDA secara langsung.

Namun, pembatalan tersebut ternyata berdampak positif terhadap margin perseroan, yang mungkin akan terdilusi oleh margin bisnis reseller Mitratel yang lebih rendah.
Fitch telah menaksir kembali profil bisnis dari perseroan dengan membandingkan antara pemain di bidang infrastruktur telekomunikasi internasional. Hasilnya, Fitch menurunkan peringkat rasio FFO adjusted leverage menjadi 5,5 kali ke 4 kali.

Tetapi, leverage Tower Bersama yang tinggi dapat diminimalkan dengan profil bisnis yang solid, di mana aliran kas yang kuat. Pada akhir Juni 2015, perseroan membukukan pendapatan US$ 24,8 triliun.

Pendapatan ini mempunyai risiko lebih rendah karena 83,5% didapat dari operator telekomunikasi lokal dengan rating investment grade. Selain itu, perseroan mengantisipasi risiko mata uang dengan melakukan hedging pada seluruh eksposure dalam dolar AS. Perseroan juga mendapatkan pendapatan dolar tahunan sebesar US$ 40 juta dari  Indosat .

"Kami yakin perseroan dapat mengakomodasi penambahan 1.500-2.000 menara seiring penambahan aliran kas. Perusahaan berencana menggunankan Rp 1 triliun sebagai dividen dan buyback saham tahun ini, dan akan menggunakan lebih banyak lagi ke depannya," papar Fitch.

Perseroan juga dinilai memiliki likuiditas dan akses pendanaan yang kuat. Perseroan berhasil melakukan refinancing utang jangka pendek dengan menambah utang jangka panjang senilai US$ 275 juta. Utang ini memiliki bunga yang lebih rendah sehingga saat ini utang maturity rata-rata perseroan berkisar di tenor 4,7 tahun. Selain itu, perseroan masih memiliki fasilitas modal kerja unitilised sebesar US$ 300 juta yang berakhir pada 2018.(wn)