Memangkas birokrasi dengan INA Digital

Presiden Joko Widodo menjelang tutup Mei lalu meluncurkan teknologi pemerintahan (Government Technology/GovTech) Indonesia bernama INA Digital dalam acara Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) Summit 2024 di Istana Negara,

Dasar hukum bagi INA Digital adalah PERPRES Nomor 82 Tahun 2023, tentang Percepatan Transformasi Digital dan Keterpaduan Layanan Digital Nasional.

Kehadiran INA Digital diharapkan bisa memadukan data antarkementerian/lembaga melalui govtech. Instansi pemerintah tak bisa lagi membuat proyek aplikasi yang tak memiliki keterhubungan. Interoperabilitas data antarkementerian/lembaga akan memudahkan penyaluran bantuan sosial, pupuk bersubsidi, dan makan siang gratis.

Alhasil, jika ini berjalan sempurna, tak ada lagi 27 ribu platform aplikasi di level pemerintah pusat maupun daerah yang tidak berjalan secara terintegrasi. Presiden pun menginstruksikan jajaran pemerintahan untuk berhenti menciptakan platform aplikasi baru per tahun 2024 guna mempercepat pelayanan publik dan meminimalisasi birokrasi yang rumit.

Jika ini terealisasi, bisa menghemat anggaran negara sekitar Rp 6,2 triliun yang sudah diajukan untuk membuat aplikasi baru.

Tak hanya itu, GovTech INA Digital akan berperan penting dalam meningkatkan daya saing Indonesia dengan memperkuat digitalisasi sistem pelayanan publik. Presiden menjelaskan bahwa GovTech tersebut akan mengakselerasi integrasi sistem layanan digital di sejumlah layanan prioritas.

Sebagai inisiasi tahap awal, 15 instansi siap mengintegrasikan datanya ke INA Digital. Portal yang akan mencakup semua layanan pemerintah, baru akan diluncurkan pada September 2024. Sembari menuju September, uji coba dilakukan. Tak hanya itu, dilakukan juga perbaikan-perbaikan agar proses bisnis terpadu, transparan, dan terukur bisa terwujud.

Untuk tahap awal, hanya tujuh layanan yang diprioritaskan. Pertama, administrasi kependudukan melalui identitas kependudukan digital yang digarap Kementerian Dalam Negeri. Kedua, layanan pendidikan, seperti Program Indonesia Pintar dan Kartu Indonesia Pintar Kuliah.

Ketiga, layanan dari Kementerian Kesehatan, baik antrean rumah sakit, registrasi dokter (STR), sertifikat vaksin, maupun imunisasi. Keempat, layanan dari Kepolisian Negara RI, seperti izin penyelenggaraan event, SIM online, dan surat keterangan berkelakuan baik (SKCK). Kelima, layanan Kementerian Sosial terkait bantuan sosial yang disalurkan. Keenam, layanan untuk aparatur sipil negara. Ketujuh, pembayaran digital yang ditangani Kementerian Keuangan.

Semua layanan yang dipadukan dalam INA Digital ini dikelola Peruri. Basis data kependudukan yang digunakan adalah Identitas Kependudukan Digital (IKD) yang dikelola Kemendagri.

Pemerintah optimistis semua bisa dilakukan mengingat GovTech Maturity Index Indonesia yang naik dari nilai B di tahun 2020 menjadi A di tahun 2022.

Pembentukan GovTech dan pengembangan sistem strategis seperti Digital Public Infrastructure, telah menciptakan lompatan yang signifikan dalam pembangunan ekosistem digital di tanah air. Hampir semua negara yang menduduki peringkat teratas dalam United Nations E-Government Development Index memiliki GovTech nasional yang menjadi motor bagi kemajuan digital.

Optimisme boleh saja disemburkan melalui INA Digital, namun kita harus belajar dari masa lalu.

Apalagi, INA Digital diluncurkan di akhir masa pemerintahan Presiden Joko Widodo.

Tentunya nanti perlu evaluasi dan parameter yang jelas untuk mewujudkan govtech. Sebab, kerap terjadi digitalisasi hanya menambahkan aplikasi baru yang membuat masyarakat berada di ”hutan belantara aplikasi”.

@IndoTelko