BANDA ACEH (IndoTelko) – Tsunami di Aceh 13 tahun lalu menyisakan cerita dan kesedihan tiada tara hingga saat ini. Bukan saja korban, tapi seluruh masyarakat Indonesia ikut merasakannya.
Pasca tsunami, dalam rangka untuk mengenang bencana maha dahsyat abad ini, pemerintah membangun dua titik monumen dan museum. Museum tsunami dan monumen kapal apung. Tak tanggung-tanggung, keduanya bisa dikunjungi oleh seluruh masyarakat Indonesia dan dunia secara gratis.
Pengunjung dua destinasi sebagai saksi bisu bencana tersebut terus meningkat. Bukan karena keduanya bisa dikunjungi secara gratis, namun memang museum dan Kapal Apung ini sudah menjadi destinasi wisata wajib yang harus dikunjungi bagi siapa saja yang datang ke Aceh.
Dampak sosial
Keberadaan dua destinasi wisata ini pun ternyata berpegaruh besar pada kehidupan masyarakat sekitar lokasi. Di Kapal Apung misalnya. Destinasi wisata kapal milik PLN yang terseret arus tsunami dari laut hingga ke kota Banda Aceh ini mampu menambah sumber penghasilan masyarakat sekitar. Selain warung-warung makanan, juga pusat oleh-oleh khas Aceh sebagai buah tangan wisatawan sekembalinya ke daerah asal.
Pun di museum tsunami. Sejak beberapa bulan terakhir, Museum Tsunami memberikan satu lagi ruang untuk lebih mengenal tsunami dan cerita nyata bencana maha dahsyat tersebut. Pihak museum mendatangkan saksi-saksi korban tsunami kala itu yang selamat. Di sebuah ruangan layaknya kelas, mereka bercerita kronologis datangnya gelombang besar tersebut khususnya yang mereka rasakan dan alami sendiri. Sekaligus tips kala tsunami datang.
Mereka pun bercerita bahwasannya akses telekomunikasi sama sekali terputus. Hanya jaringan telekomunikasi Satelit milik Pasifik Satelit Nusantara (PSN) saja yang bisa digunakan. “Saat itu yang paling susah adalah komunikasi hape. Sama sekali tidak ada alat komunikasi untuk kita bisa berhubungan dengan keluarga. Semua terputus,” kata Maisaroh, salah seorang korban tsunami memberi kesaksian. Dan masa itu sudah terlewati 13 tahun yang lalu.
Akses telekomunikasi
Letak strategis dua destinasi wisata ini membuat para operator seluler dituntut memberikan layanan terbaiknya. Setidaknya kebutuhan akan akses telekomunikasi termasuk akses internet/akses data untuk mengabadikan momen seru dan penuh kenangan di area wisata.
Tim IndoTelko pun penasaran ingin mengetahui sejauh apa kekuatan akses data layanan operator di dua destinasi wisata ini. Kami pun bergegas mencoba mengukur kekuatannya lewat lima ponsel yang sudah kami siapkan, iPhone 7 Plus, Huawei P9 Lite, Lenovo P2 Turbo, Sony Xperia Z3, Asus Zenfone 3, dan Modem Andromax M3Y. Sedangkan aplikasi penguji yang kami gunakan terdiri dari SpeedTest, Sensorly, dan nPerf.
Proses uji kami lakukan pada Jumat/11 Agustus 2017 pukul 11.30 Wib, dan kami break sholat Jumat lalu kami lanjutkan kembali pada pukul 15.00 Wib hingga selesai.
Hasil maksimalnya, indikator sinyal yang kami peroleh dari kelima operator ini antara lain : sinyal Smartfren, Telkomsel, dan Tri menunjukkan menangkap sinyal 4G. Sedang Indosat indikator sinyalnya adalah HSDPA. Sementara operator XL nampaknya mengalami gangguan. Dua ponsel berbeda dengan simcard XL sama-sama hanya mampu menampilkan indikator sinyal 2 bar dan info di layar ponsel sinyal yang ditangkap adalah EDGE.
Daya unduh tiga operator berjaringan 4G terdiri dari Smartfren 1,87 Mbps dan daya uploadnya mencapai 12,5 mbps. Sedangkan Tri punya kekuatan unduh di 0,04 Mbps dengan kekuatan uploadnya mencapai 5,63 Mbps. Lain halnya Telkomsel. Operator ini punya kekuatan unduh di angka maksimal 17,96 Mbps dan upload 2,59 Mbps. Sementara Indosat dengan jaringan HSDPA nya memiliki kekuatan unduh 9,21 mbps dan upload 1,97 mbps.(sg)