Ilustrasi (DOK)
JAKARTA (indotelko) – Anak usaha Telkom di bidang penyediaan menara, PT Dayamitra Telekomunikasi (Mitratel) akan dibawa melantai ke bursa saham oleh induk usahanya pada tahun ini setelah sempat molor sejak 2011 lalu.
Hal yang menarik adalah Telkom tak hanya memikirkan melepas saham Mitratel ke bursa alias initial public offering (IPO) seperti yang selama ini diwacanakan. Namun, strategi lainnya adalah backdoor listing dengan menggabungkan Mitratel ke perusahaan penyedia menara yang sudah tercatat di bursa saham
"Kami sedang mempertimbangkan Mitratel untuk melakukan merger dengan perusahaan menara telekomunikasi yang sudah tercatat di bursa saham,” ungkap Direktur IT & Supply Telkom Indra Utoyo, di Jakarta, Kamis (7/2).
Praktik Backdoor listing biasanya saham dari satu perusahaan diambil alih oleh perusahaan yang telah tercatat di bursa saham sehingga secara tidak langsung menjadi bagian dari emiten yang tercatat di pasar modal.
Aksi seperti ini belum lama ini dilakukan RetowerAsia yang dibeli PT Centrin Online Tbk (CENT) pada November 2012 lalu.
Saat ini terdapat empat perusahaan menara telekomunikasi yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI), antara lain PT Sarana Menara Nusantara Tbk (TOWR), PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG), PT Inti Bangun Sejahtera Tbk (IBST), dan PT Solusi Tunas Prama Tbk (SUPR).
Indra mengungkapkan, untuk menangani aksi korporasi tersebut pihaknya sudah menunjuk Barclays Capital.
Dikatakannya, walau ada niat untuk merger, namun hingga saat ini belum ada pembicaraan secara khusus dengan perusahaan menara telekomunikasi yang dimaksud karena masih dalam tahap kajian.
"Kita harapkan dapat mencari partner dengan perusahaan lokal terutama yang sudah listing, kita pilih mana yang terbaik. Kalau perusahaan menara yang belum di bursa kita tidak akan tawarkan merger karena akan sulit menyatukannya," jelasnya.
Saat ini Mitratel mengelola sebanyak 3.000 unit menara, dan sedang dalam proses mengambialih sekitar 14.000 unit menara milik Telkomsel yang juga anak usaha Telkom.
Terkait realisasi merger, Indra mengatakan, dari sisi waktu belum jelas realisasi karena harus menyelesaikan akuisisi menara telekomunikasi terlebih dahulu.
"Sudah ada persiapan, namun karena jumlah menara yang akan diakuisisi sangat besar," ujarnya.
Pada tahun ini Mitratel mematok target pendapatan lebih dari Rp 1 triliun atau naik 35% dibandingkan tahun lalu sebesar Rp 746,6 miliar.
Mitratel mencatat, kinerja pemasaran perusahaan telah naik hingga 420 persen dibanding tahun sebelumnya. Pencapaian itu tak lepas dari penambahan jumlah alat produksi yang berjumlah 8.548 tenant hingga akhir 2011.
Mitratel belum lama ini mendapatkan suntikan berupa fasilitas kredit sindikasi dari tiga bank BUMN sebesar Rp 2,5 triliun untuk pembiayaan modal kerja 2013.
Untuk diketahui, rencana membawa Mitratel ke bursa saham sudah ada sejak 2011 dan seharusnya dijalankan pada medio 2012.
Telkom memiliki rencana untuk menggelembungkan asset Mitratel dengan mengakuisisi menara milik anak usaha lainnya, Telkomsel.
Untuk memuluskan aksi itu kala Telkom di bawah pimpinan Rinaldi Firmansyah telah ditunjuk Macquiare Capital Securities sebagai penasehat keuangan dalam pengambilalihan sebanyak 9.000 unit menara telekomunikasi milik Telkomsel.
Pengalihan menara ini dilakukan karena saham Telkom di Telkomsel hanya sebesar 65%, sisanya dimiliki SingTel (Singapura).
Di bawah komando Arief Yahya sebagai pengganti Rinaldi telah ditetapkan pada tahun ini nasib Mitratel ditentukan ke bursa saham. Entah dengan IPO atau backdoor listing.(id)