JAKARTA (IndoTelko) – Riset yang dilakukan oleh IBM dalam publikasi berjudul “Telco 2015: five telling years, four future scenarios” mengungkap fenomena yang menarik.
Saat ditanyakan apabila krisis ekonomi berlanjut, mana yang akan dikorbankan responden, maka empat jawaban teratas yang paling tidak ingin dilepas oleh responden adalah rumah, mobile phone, akses internet broadband dan sambungan telepon rumah berada pada empat teratas.
Jawaban ini menunjukkan bahwa akses internet broadband telah menjadi kebutuhan esensial. Padahal, jika melihat hasil terbaru dari Ookla Net Index terungkap kecepatan kecepatan rata-rata mengunduh konten dengan fixed broadband di Indonesia baru mencapai 5,3 Mbps, sedangkan untuk mengunggah sekitar 3,2 Mbps.
Indonesia termasuk salah satu negara dengan kecepatan akses internet yang paling lambat di dunia. Berdasarkan data dari netindex, Indonesia masih berada di urutan ke-142 household download index
Belum lagi, biaya langganan per Mbps per bulan di Indonesia juga dianggap masih mahal yakni US$ 17,27 atau tiga kali lipat lebih mahal dari nilai tengah global yang mencapai US$ 5,46.
“Peluang pertumbuhan Fixed Broadband di Indonesia masih besar. Bila dilihat ada 60 juta jumlah rumah tangga di Indonesia, tingkat penetrasi layanan ini baru mencapai 5% atau tingkat penetrasi sebesar 13% dari jumlah rumah tangga yang di dalamnya terdapat pengguna internet,” ungkap Direktur Consumer Service Telkom Dian Rachmawan kepada IndoTelko, kemarin. (
Baca juga:
Telkom bangun ekosistem broadband)
Menurut Dian, teknologi Fiber To The Home (FTTH) akan menjadi kunci sukses dalam bisnis fixed broadband untuk lima hingga10 tahun yang akan datang. Bahkan teknologi FTTH dinilai lebih menentukan dibandingkan teknologi mobile broadband 4G.
Strategi
Diungkapkannya, sejak Telkom mengelola bisnis fixed broadband untuk segmen konsumer selama sekitar 10 tahun, sampai dengan saat ini baru bisa melakukan penetrasi terhadap 3 juta rumah tangga.
Tahun 2015, Telkom memasang target tinggi yakni ada 5 juta pelanggan fixed broadband alias menambah 2 juta pelanggan dalam 1 tahun. (
Baca juga:
Pendapatan Telkom dari Broadband mulai Jumbo)
“Baseline 5 juta populasi fixed broadband merupakan titik balik penguasaan pasar oleh Telkom untuk menuju gerbang keemasan dan kejayaan pada tahun tahun ke depan mendampingi posisi Leadership Telkomsel di bisnis mobile broadband,” tegasnya.
Untuk merealisasikan ambisi itu, Dian menyiapkan “turn-around strategy”. Filosofi dari strategi ini adalah menunjukkan diferensiasi dan keunggulan kompetitif yang jelas dibandingkan pesaing, baik yang menggunakan teknologi mobile maupun fixed broadband.
“Sekarang yang ditonjolkan adalah brand IndiHome, Speedy tak ada lagi. Kita akan geber Triple Play dengan single billing. Ini untuk meenegaskan diferensiasi dari kompetitor,” katanya.
Layanan tripleplay (Internet, IPTV, Telepon) ini yang dikemas dalam brand Indihome menggunakan infrastruktur FTTH disebut dengan Indihome Fiber. Sesuai fokus pada FTTH, maka Indihome Fiber ditargetkan menjadi market leader pada industri fixed broadband di Indonesia.
Untuk infrastruktur yang masih menggunakan Multi Service Access Node (MSAN), Indihome ditawarkan dengan paket kecepatan sampai dengan 5 Mbps. Indihome pada MSAN diposisikan untuk mendukung posisi market leadership dari Indihome Fiber.
Sedangkan Speedy yang menggunakan infrastruktur copper wire, optimal pada kecepatan sampai dengan 2 Mbps, akan terus dikurangi.
Sekadar diketahui, Speedy adalah brand lama dari fixed broadband Telkom yang selama ini cenderung ditawarkan dalam skema single product atau unbundled. Sebanyak 85% pelanggan Speedy masih menggunakan paket layanan dengan kecepatan dibawah 1 Mbps.
Bahkan 55% pelanggan masih berlangganan paket lama. Kondisi ini menjadikan Speedy dikepung oleh kompetitor seperti Innovate atau First Media yang selalu menonjolkan Triple Play dengan harga terjangkau.
Diyakininya, strategi ini akan memberi banyak impact sekaligus. Pertama, value proposition yang lebih baik bagi pelanggan. Kedua, average revenue per account atau ARPA yang lebih tinggi, yang akan membuka ruang pertumbuhan revenue yang lebih tinggi.
Ketiga, layanan terintegrasi atau bundling dengan single billing akan meningkatkan customer bonding atau tingkat keterikatan pelanggan dengan Telkom.
Pentarifan
Sementara dari sisi eksekusi harga, rencananya diterapkan skema pricing didesain adaptif terhadap dinamika kompetisi di masing-masing wilayah.
Dalam skema ini dibuat pengkategorian pricing berdasarkan market share dan competition level. Kategori pricing tersebut meliputi Winning Back, Attack, Barricade dan Defending.
“Saya akan memberlakukan aggressive sales untuk memastikan utilisasi alat produksi yang optimal, khususnya FTTH. Salah satu pengukuran kinerja penjualan yang digunakan adalah connect rate,” katanya.
Connect rate adalah perbandingan antara Homes Connected terhadap Homes Passed. Homes Connected adalah jumlah rumah yang sudah terhubung ke jaringan FTTH Telkom atau berlangganan layanan Telkom.
Homes Passed adalah jumlah semua rumah yang berada dalam coverage area atau area layanan Telkom, yang menunjukkan jumlah potensi rumah yang bisa dilayani FTTH. Connect rate juga digunakan sebagai indikator efektivitas deployment FTTH. (
Baca juga:
Telkom janji gelar 20 juta sambungan FTTH)
“Kalau semua ini berjalan mulus, saya optimistis 3 juta pelanggan triple play Indihome pada tahun 2015 bukan hal yang mustahil,” tutupnya.(id)