JAKARTA (IndoTelko) – Para pelaku eCommerce di Indonesia ternyata tak alergi dengan pungutan pajak.
Demikian salah satu hasil data Proliferasi eCommerce yang dilakukan Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) di 18 kota dengan melakukan survei online dan wawancara pada 2.312 responden yang terdiri atas pembeli perorangan, pembeli berbadan hukum, penjual perorangan, dan penjual berbadan hukum.
"Survei menyatakan 70% pelaku eCommerce tak keberatan dikenakan pajak. Bahkan 50% mempunyai keinginan menjadi pelaku kena pajak,” ungkap Direktur e-Business Ditjen Aptika Kemenkominfo Azhar Hasyim, kemarin.
Namun, untuk soal pungutan pajak, lanjutnya, pelaku eCommerce menyatakan tidak ingin ada perhitungan pajak yang dipisah antara transaksi online dan offline. (
Baca juga: eCommerce tak menginginkan adanya pajak baru)
“Sekitar 64% pelaku eCommerce menginginkan tidak ada pajak baru hanya karena mereka bertransaksi online. Kalau saya lihat ini kuncinya disosialisasi agar isu pajak tak menjadi hal yang sensitif. Semua sudah sadar pajak kok,” katanya.
Ditambahkannya, isu penataan pajak bagi pelaku eCommerce menjadi krusial karena pasar eCommerce ini terus tumbuh dan ada migrasi yang besar nantinya dari transaksi ritel tradisional ke online. “Itu artinya jika isu pajak tak dibereskan, potensi besar pungutan malah hilang,” katanya.
Dalam proliferasi yang dilakukan Kemenkominfo, untuk 2015 pasar eCommerce di Indonesia sekitar US$ 18 miliar dengan kontribusi ke GDP menjadi 2,11%. Pada 2016, pangsa pasar eCommerce menjadi US$ 27 miliar dengan kontribusi ke GDP sekitar 2,6%. Puncaknya pada 2020 dimana pangsa eCommerce diprediksi US$ 136,7 miliar dengan kontribusi
ke GDP 7,67%. (
Baca juga:
eCommerce sulit dijerat pajak)
Diprediksi tiga sektor yakni perdagangan besar dan eceran, komunikasi, serta angkutan udara akan menjadi kontributor utama transaksi eCommerce.(id)