JAKARTA (IndoTelko) – Kian maraknya bisnis Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) asing di Indonesia menawarkan konten memunculkan wacana dibutuhkannya aturan komprehensif yang melibatkan multi stake holder agar negara tak dirugikan.
“Dinamika teknologi yang sangat kencang menjadi tantangan utama terhadap manajemen konten. Ini alasan dibutuhkannya aturan yang lebih komprehensif soal Over The Top (OTT). Saya sudah kasih warning kemarin ke Google soal akan ada aturan ini. Soon or later, It will come,” ungkap Menkominfo Rudiantara kepada IndoTelko dalam perbincangan melalui sambungan telepon, kemarin.
Diungkapkannya, peringatan tentang akan keluarnya aturan yang lebih ketat dan memberikan equal level plaing field antara pemain asing dan lokal di konten telah disampaikan kala menerima kunjungan Google Vice President and Deputy General Councel Matt Sucherman pada 26 Januari 2016.
“Saya itu denger kok keluhan teman-teman soal kewajiban pajak dan lainnya bagi pemain asing. Tapi, saya minta pengertian, ini bukan kerjaan Kominfo sendirian. Soal Pajak digital itu harus libatkan Kementrian Keuangan, agar paham dulu model bisnisnya. Makanya, untuk tahap awal,kita minta semua PSE asing itu jadi Badan Usaha Tetap (BUT),” tegasnya.
Menurutnya, pendirian BUT adalah pintu masuk memenuhi unsur legalitas, hak/kewajiban secara hukum, regulasi fiskal, kepastian perlindungan konsumen dan lainnya.
“Saya tahu kok ada OTT Asing tawarkan Ad Sense tapi pajak tak bayar di Indonesia. Paham kita Bos cara mainnya. Nah, kita mau tangkap itu seperti ambil ikan di kolam. Jangan terlalu ketat pegangnya, nanti lari. Kalau ternyata mereka (OTT Asing) bawa manfaat, itu harus dipertimbangkan,” pungkasnya.
Sementara Dirjen Penyelenggara Pos dan Informatika (PPI) Kalamullah Ramli menambahkan, sejauh ini disiapkan dua opsi regulasi untuk pemain OTT. "Pertama, kita revisi Peraturan Menteri soal konten Multimedia atau bikin aturan baru yang lebih komprehensif," katanya.
Dukung
Ketua Indonesia Mobile and Content Provider Association (IMOCA) Evi Puspa mendukung langkah pemerintah yang ingin menghadirkan equal level playing field di bisnis konten. “Kita dukung, kalau tidak persaingan tak imbang. Pemain lokal itu banyak syarat harus dipenuhi untuk kerjasama dengan operator. Belum lagi isu pajak,” jelasnya. (
Baca juga:
Netflix Diblokir)
Chairman Mastel Institute Nonot Harsono menambahkan jika ada OTT asing melakukan bisnis di wilayah Indonesia dengan menawarkan produk langsung kepad rakyat, hal yang wajar ditagih kewajiban kepada negara. (
Baca juga: Indonesia belum mampu tagih pajak dari OTT Asing)
“Pemain asing itu kebanyakan dari negara yang civilized di jagat raya. Semua juga tahu komponen negara itu ada 3 yaitu wilayah, rakyat, dan pemerintah. Masa, berbisnis nyelonong langsung ke wilayah dan rakyat Indonesia , tetapi mengabaikan pemerintah lokal. Itu perilaku internasional yang tercela dan menghina bangsa Indonesia. Pemerintah harus tegas,” tutupnya.
Sekadar informasi, menurut The Center for Welfare Studies dari sisi pajak di bisnis digitala da potensi yang tak bisa diraup dari pemain OTT asing sekitar Rp 10 triliun hingga Rp 15 triliun di Indonesia. (
Baca juga: OTT Lokal minta kesetaraan)
OTT asing di Indonesia kembali menjadi sorotan setelah aksi Telkom Group yang berani memblokir Netflix mulai 27 Januari 2016 dengan alasan tak memenuhi regulasi di Tanah Air.(dn)