JAKARTA (IndoTelko) – Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) menegaskan perhitungan biaya interkoneksi dimana ada penurunan sebesar 26% secara rata-rata sudah sesuai dengan azas keadilan bagi semua operator.
“Perhitungan ini sudah mengakomodasi kepentingan semua pihak. Karena memang coverage atau jangkauan dari operator itu tidak equal. Jadi perlu faktor koreksi agar tetap fair. Ini sudah bagus penurunannya, sebelumnya malah hanya turun Rp 1,” ungkap Anggota Komisioner BRTI Imam Nashiruddin kepada IndoTelko, Rabu (3/8).
Dijelaskannya, regulator dalam membuat perhitungan ingin memberikan insentif kepad operator untuk membangun. “Makanya selain instrumen tarif dan interkoneksi, network sharing juga perlu didorong agar coverage-nya segera equal dengan cepat. Dengan iklim kompetisi yang baik, pada akhirnya masyarakat yang paling diuntungkan karena jadi punya pilihan dan harga yang semakin terjangkau,” ulasnya.
Menurutnya, dengan kondisi pembangunan jaringan yang tidak merata, penurunan sebesar 26% untuk biaya interkoneksisudah sangat baik. “Kita masih bisa evaluasi tiap tahun terhadap efektifitasnya, apakah bisa mencapai tujuan untuk menciptakan iklim kompetisi yang lebih sehat dan bertumbuh. BRTI harus menjaga affordability layanan bagi masyarakat serta sustainability operator yang telah investasi membangun jaringan,” ulasnya. (
Baca:
Telkomsel dan biaya interkoneksi)
Secara terpisah, Chairman Mastel Institute Nonot Harsono menilai Menkominfo Rudiantara konsisten dengan keinginannya menurunkan biaya interkoneksi untuk turun. “Ini lumayan bagi operator non dominan, bebannya berkurang 25%,” katanya. (
Baca:
Dampak penurunan Interkoneksi)
Sebelumnya, Rudiantara mengatakan biaya interkoneksi dihitung ulang setiap dua tahun. “Nanti kita lihat lagi yang hasil hitung sekarang. Lihat saja nanti Daftar Penawaran Interkoneksi (DPI) operator,” tutupnya.(id)