JAKARTA (IndoTelko) – Pengelola Bandar udara (Bandara) di Indonesia harus mendukung aksi go digital yang dilakukan Kementrian Pariwisata (Kemenpar) dengan melakukan transformasi bisnis ke ranah digital.
“Saya sudah berkunjung ke Angkasa Pura II di Soekarno Hatta. Saya sampaikan, kalau mengejar ketinggalan dengan membangun fisik atau physical infrastructure, itu membutuhkan waktu yang lama. Untuk quick win, bisa membangun non fisiknya dulu, yang akan berpengaruh terhadap performance perusahaan,” ungkap Menpar Arief Yahya, belum lama ini.
Pria yang akrab disapa AY itu mengusulkan bandara di Indonesia sudah mulai beroperasi 24 jam. “Itu sudah bisa dibuktikan di Bandara Sam Ratulangi, Manado, yang sudah bisa untuk mengantisipasi penerbangan dari Tiongkok,” katanya.
Usul kedua, implementasikan teknologi informasi (TI) untuk membantu mengatur semua sistem di bandara. “Biarkan TI yang mengatur, itu akan menjamin lebih detail dan disiplin. Ketiga, soal regulasi. Perbaiki semua regulasi yang menjerat diri sendiri, lakukan deregulasi. Dengan tiga hal itu saja saya yakin Angkasa Pura II akan naik 50% pendapatan,” paparnya.
Menurut AY, bandara itu termasuk first impression bagi wisatawan mancanegara yang berkunjung ke tanah air. Selain melihat petugas Imigrasi, mereka juga melihat bandara dengan segala pengaturan, fasilitas dan kebersihannya.
“Karena itu pergunakan TI, sentuhan teknologi digital untuk menyelesaikan pekerjaan yang tidak mudah menjadi sangat simple. Kalau tidak menggunakan digital, kita sama-sama stress. Digital membuat kita tidak stress,” katanya.
Lebih lanjut AY mengatakan budaya digital sudah mulai dijalankan di Kemenpar. Misal, aplikasi E-Commando untuk sistem koordinasi antar level karyawan, juga E-Government. Banyak kebijakan yang tidak lagi diputuskan di meja rapat di meeting room. Banyak keputusan penting yang dibereskan di WhatsApp Group (WAG).
“Ini bagian dari corporate culture yang kami bangun di Kemenpar, dengan prinsip Solid, Speed, Smart,” katanya.
Asal tahu saja, industri pariwisata diproyeksikan menjadi penghasil devisa terbesar di Indonesia yaitu US$ 24 miliar, melampaui sektor Migas (oil and gas), Batubara (coal) dan Minyak Kelapa Sawit (CPO) yang belakangan kondisinya terus menurun pada 2019 mendatang.
Dalam catatan, bandara-bandara di Indonesia dikelola oleh Angkasa Pura I dan II, serta UPT dari Kemenhub.
Belum lama ini sebanyak delapan bandara di bawah pengelolaan Angkasa Pura II meraih penghargaan Pelayanan Prima dari Kementerian Perhubungan.
Kedelapan bandara itu adalah Bandara Internasional Kualanamu, Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Bandara Sultan Thaha, Bandara Raja Haji Fisabilillah, Bandara Husein Sastranegara, dan Bandara Internasional Sultan Mahmud Badaruddin II.
Sayangnya, usai menerima penghargaan, plafon dari Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta rubuh, dan sempat membuat riuh media sosial. Plafon ruangan yang berfungsi sebagai tempat pengaduan publik dengan luas 25 meter tersebut mendadak runtuh saat seorang pekerja tengah mencoba untuk memperluasnya.
Dalam catatan, ini insiden kedua yang dialami oleh terminal yang digadang-gadang bisa mengalahkan Changi itu. Sebelumnya, Terminal 3 sempat mengalami “banjir lokal” dan menjadi bahan cemoohan di media sosial dengan plesetan “Terminal 3 Ultimate Fail”.
Menanggapi riak-riak tersebut, Direktur Utama Angkasa Pura II Muhammad Awaluddin mengaku akan membenahi semua kekurangan dari bandara yang dikelolanya. (
Baca:
Go Digital di Pariwisata)
“Permainan memang di 3A alias Airport, Airline, dan Arena. Saya tengah gelorakan Go Digital di AP 2 dengan slogan 3C yakni Change, Commitment, dan Collaboration. Banyak yang harus dibenahi, soalnya sekali Anda Go Digital, ini masuk ke point of no return. Saya mohon kesabarannya,” tutupnya kepada IndoTelko melalui percakapan pesan singkat.(dn)