JAKARTA (IndoTelko) - Menteri BUMN Rini Soemarno bisa dikatakan salah satu menteri di Kabinet Kerja yang getol mendorong transformasi dalam proses bisnis dan mendukung ekonomi digital.
Wanita yang lahir di Maryland Amerika Serikat ini salah satu yang getol menjalankan eGovernment tak hanya di kementrian yang dipimpinnya, tetapi juga di Badan Usaha Milik Negara (BUMN). (
Baca:
Digitalisasi KBUMN)
Aksi adopsi e-Office dijalankan di KBUMN atau mendorong UKM-UKM binaan BUMN untuk masuk ke platform eCommerce adalah salah satu bentuk "meleknya" seorang Rini terhadap perkembangan ekonomi digital. (
Baca: eCommerce BUMN)
Rini juga dikenal berada di garda terdepan dalam melindungi BUMN agar tak dirugikan di era globalisasi karena perubahan regulasi.
Salah satunya adalah dengan gigihnya Rini berjuang dalam revisi Rancangan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2000 tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit dan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah No. 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi, agar tak memberikan dampak negatif bagi bisnis dari Telkom di masa depan.
Rini Soemarno kala meresmikan data center Telin-3 di Singapura
Berkat "kegigihan" dari seorang Rini, dua RPP yang tadinya nyaris "gol" oleh Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), terpaksa dirumuskan kembali dengan koordinasi di Kemenkperekonomian agar kepentingan dari BUMN dapat diakomodasi.
IndoTelko bersama sejumlah media beberapa waktu lalu sempat mewawancarai Rini usai meresmikan data center ketiga milik Telin Singapore, yaitu Telin-3, di Singapura. Berikut kutipannya:
Bagaimana Ibu melihat kehadiran data center Telin-3?
Saya bangga bisa menyaksikan peluncuran Telin-3. Ini pencapaian luar biasa bagi Telkom dan Telin karena bisa membangun data center dengan fasilitas premium hanya dalam 18 bulan. Saya satu setengah tahun lalu ikut melakukan ground breaking fasilitas ini, dan sekarang meresmikan. Ini sebuah kebanggaan luar biasa.
Data center Telin-3 ini strategis bagi Telkom?
Tentu saja. Peran data center itu sebagai link. Misal, ada investor dari Eropa atau Amerika Serikat mau masuk ke Indonesia, mereka butuh link yang kuat. Telin-3 bisa menjadi pilihan. Begitu juga bagi pengusaha Indonesia yang mau ekspansi, mereka bisa manfaatkan Telin-3. Semua aktifitas dari ekonomi digital tak bisa dilepaskan dari data center nantinya.
Peran lain dari data center Telin-3?
Ini salah satu infrastruktur pendukung yang dimiliki Telkom karena mereka sedang banyak bangun kabel laut ke luar negeri. Ke Amerika Serikat, Eropa, dan lainnya. Semua itu upaya Telkom menjadikan Indonesia salah satu global hub trafik internet. (
Baca: Telin-3)
Ibu banyak mendorong adopsi TI di BUMN?
Pada dasarnya KBUMN mendorong semua BUMN untuk menyadari semua aktifitas bisnis tak akan bisa dilepaskan dari Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK). Anda lihat, sekarang kita sedang dorong digitalisasi di Terminal 3 Soekarno-Hatta, kita dukung inklusi keuangan. BUMN ada itu semua, dan untuk TIK dalam transformasi digital, peran Telkom sangat strategis. Mereka ada semua yang dibutuhkan untuk mendukung digitalisasi. Saya sudah ingatkan Pak Alex (Dirut Telkom Alex J Sinaga), bisnis Telkom bukan lagi telekomunikasi tetapi digital economy. Kedepan sana, semua aktifitas yang dilakukan Telkom harus mendukung ke arah sana (ekonomi digital).
Peran Telkom sangat strategis, bagaimana dengan wacana RPP no 52 dan 53 Tahun 2000 yang bisa mengubah lanskap industri telekomunikasi?
Kedua RPP itu kan membahas interkoneksi, infrastruktur sharing, dan lainnya. Bagi kami yang penting adalah investasi yang dilakukan Telkom selama ini harus dikalkulasi. Bangun backbone di seluruh Indonesia itu tak murah. Harus ada apresiasi dan kalkulasi terhadap resiko yang diambil Telkom kala melakukan investasi sebelumnya. (
Baca:
Revisi PP)
Maksudnya? (
Baca: Draft Network Sharing)
Sebenarnya jika melihat aturan yang lama kan semua perusahaan (operator) harus bangun backbone masing-masing. Sekarang kita (Telkom) sudah bangun, mereka minta sharing. Boleh saja sharing, tetapi hitung dulu investasi yang kita keluarkan. Dulu itu trafiknya rendah, tinggi resiko untuk investasi.
Salah satu point di RPP No 52 Tahun 2000 ada kata "wajib" berbagi jaringan, bagaimana melihat itu?
Boleh saja ada tambahan kata wajib, tetapi kita minta hak Telkom harus diapresiasi. Ini kalau dibiarkan, saya tidak bicara hanya di Telekomunikasi. Misal, ada investor asing kita undang untuk bangun infrastruktur. Mereka sudah ambil resiko bangun, terus diubah aturan dengan wajib berbagi, bisa hengkang mereka. Ini yang mau saya ingatkan, tolong itu resiko awal yang diambil Telkom diapresiasi dan dikalkulasi.
Masih ada yang diperjuangkan dari revisi kedua PP itu?
Kita pengen pokoknya isu (kalkulasi dan apresiasi investasi Telkom) tetap masuk.(dn)