JAKARTA (IndoTelko) - Menteri Kominfo Johnny G. Plate mengaku tengah mempertimbangkan penggunaan teknologi Loon untuk menyediakan akses internet terutama untuk layanan pemerintah di daerah.
"Ada juga teknologi Loon, kita tengah mempertimbangkan dan mengkaji untuk memenuhi kebutuhan akses internet terutama untuk layanan pemerintah di daerah," paparnya seperti dikutip dari laman Kominfo (28/9).
Project Loon adalah inovasi penyediaan akses internet dengan mengandalkan penempatan balon-balon di udara yang diibaratkan seperti Base Transceiver Station (BTS).
Inovasi Google ini dapat terbang selama 187 hari, dengan jarak tempuh lebih dari 17 km. Jarak antar balon ke balon untuk menghubungkan data sejauh 100 km, kapabilitas peluncuran 20 balon per hari, tingkat kecepatan navigasi mencapai 500 meter per detik.
Teknologi yang diusung Google sebenarnya sudah lama dikenal dengan High Altitude Platform Station (HAPS). Inovasi ini dipergunakan dalam dunia telekomunikasi wireless sebagai jalan tengah dari sistem komunikasi satelit dan terestrial (tower).
HAPS memanfaatkan lapisan Stratosphere untuk menempatkan sebuah atau beberapa pesawat (balon gas atau airplane type) pada ketinggian 20 km dari permukaan bumi dan selanjutnya digunakan sebagai wahana transmisi (broadcast, multicast, bidirectional) baik telekomunikasi, internet (acces atau backbone), TV berbayar serta juga Remote Sensing.
Google Loon adalah varian dari HAPS yang memanafaatkan balon untuk bisa diakses oleh pengguna dalam kurun waktu tertentu saja. Kapasitasnya rendah karena keterbatasan catu daya dan volume.
Di Indonesia, rencananya balon-balon ini menggunakan frekuensi 900 MHz milik Telkomsel, Indosat, dan XL untuk uji coba pada 2016, di lima titik di atas Sumatera, Kalimantan, dan Papua Timur. Sejauh ini rencana tersebut belum terealisasi.
Kondisi
Johnnya menjelaskan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) membangun infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi sesuai dengan kebutuhan dan kondisi geografis. Pilihan teknologi yang digunakan disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat dan tantangan wilayah .
"Kominfo melalui BLU BAKTI memilih beberapa alternatif teknologi sesuai dengan kondisi lapangan. Ada fiber optic, base transmitter station (BTS) atau radiolink. Untuk kontur tanah yang gunung dan lembag atau sulit bisa digunakan microwave link point to point. Kalau di sini dipasang Super Wifi," jelasnya.
Perangkat Super WIfi langsung terhubung dengan satelit dan bisa menjangkau radius 500 meter. "Kalau wifi biasa itu bisanya 50 sampai 100 meter, kalau super wifi ini baru bisa sampai 500 meter. Satu kampung itu bisa tercover, tapi dia ada layer. Sehingga warga satu kampung di sini bisa mengakses internet langsung dari satelit," jelasnya.
Operator seluler juga diminta untuk menambah pembangunan BTS guna menyediakan akses internet untuk warga. "Kalau dari operator itu berbayar, yang dari Kominfo ini gratis, dibayar oleh negara melalui Kominfo," jelasnya.
Diungkapkannya, alokasi biaya terbesar dalam penyediaan ini dalam Operational Expenditure (Opex) karena sewa kapasitas satelit untuk menyediakan akses internet cepat. "Sewa kapasitas satelit, sekarang ada 9 satelit yang digunakan di seluruh Indonesia. Tahun 2023 kita akan melepaskan orbit 146 BT Satelit Multifungsi SATRIA yang akan digunakan untuk 150 lokasi total layanan pemerintah yang saat ini belum ada internet di NTT," paparnya.
Johnny menyatakan ke depan akan dibutuhkan lebih banyak lagi akses internet cepat khususnya menopang kebutuhan pemerintah. "Dengan kapasitas yang besar SMF SATRIA akan menyediakan akses internet 1 Terabyte atau 1000 Gigabyte. Nanti setelah SATRIA 1 akan ada SATRIA 2 dan seterusnya sesuai dengan kebutuhan," tuturnya.(ak)