telkomsel halo

DEA bidik pasar gaming Indonesia

11:47:38 | 01 Dec 2020
DEA bidik pasar gaming Indonesia
JAKARTA (IndoTelko) - Digital Entertainment Asset (DEA) membidik pasar gaming Indonesia. Spesialis gaming asal Jepang telah mulai beroperasi di Singapura untuk meluncurkan gaming online regional yang akan berjalan pada platform blockchain DEA.

Didirikan oleh technopreneur Naohito Yoshida, DEA akan menggunakan platform blockchain PlayMining miliknya untuk menawarkan para gamer regional akses ke games, koleksi digital art dan interaksi dengan karakter manga Jepang.

“DEA menawarkan hal yang berbeda di mana pengguna dapat menghasilkan cryptocurrency (mata uang crypto) yang kemudian dapat ditukar dengan uang tunai. Saya sangat senang dapat menggabungkan gaming dan animasi dengan teknologi blockchain yang akan menjadi tren industri baru di masa depan,” katanya.

Platform PlayMining DEA menggunakan DEAPcoin, cryptocurrency yang diproduksi pada 29 Agustus 2019 dan sekarang diperdagangkan di bursa cryptocurrency internasional seperti OKEx, Bithumb Global (Korea Selatan), BITTREX GLOBAL (Uni Eropa), INDODAX (Indonesia), DigiFinex (Hong Kong) dan Bitrue (Singapura).

Yoshida yang dikenal sebagai Goro-san di kalangan e-gaming juga merupakan pendiri tiga perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Tokyo - Celebrix Holding, Zaparas dan EOLE - di mana dia adalah pemimpinnya.

Melihat besarnya potensi e-gaming di Asia Tenggara, DEA resmi meluncurkan JobTribes, permainan kartu dan puzzle berbasis blockchain, di pasar Indonesia pada November 2020. Peluncuran tahap awal JobTribes mengumpulkan lebih dari 100.000 pengikut di seluruh wilayah Asia Tenggara, dan setengahnya berasal dari Indonesia.

Yoshida menilai Sebagian besar antusiasme ini didorong oleh potensi untuk mendapatkan penghasilan tambahan. “Kami menyediakan konten hiburan secara gratis dan yang Anda dapatkan dalam permainan ini dapat digunakan dalam kehidupan nyata. Ini memberikan peluang penghasilan bagi gamer," ujar Yoshida.

Pengguna bermain game secara gratis untuk mendapatkan DEAPcoin yang dapat digunakan untuk memperkuat game atau membeli Digital Art. Digital Art tersebut dapat diperdagangkan di platform berbasis blockchain DEA yaitu DEA Digital Art Auction – dan kemudian ditukar menjadi uang tunai. Yoshida memperkirakan game-nya dapat menarik dua juta pengguna pada awal tahun 2021.

DEA merasa optimis akan hal ini karena pasar gaming online global dengan lebih dari 2,7 miliar gamer tumbuh pesat menurut situs web analisis e-sport dan gaming NewZoo.

Di tahun 2020 total pengeluaran gamer diharapkan mencapai US$159,3 milliar dengan wilayah Asia Pasifik berkontribusi sebesar 55% atau US$ 87 miliar dari pendapatan tersebut.

Sementara itu, Indeks Web Global mencatat lebih dari satu miliar orang di seluruh dunia melakukan streaming game melalui internet setiap bulan dan satu miliar orang lainnya menonton orang bermain game secara livestream setiap bulannya.

Pelaku industri menganggap penggabungan teknologi blockchain dengan game memiliki potensi besar untuk industri ini. Platform blockchain mendukung pertukaran aset terdesentralisasi, kelangkaan objek virtual dan barang koleksi yang dapat diverifikasi, jaringan pembayaran yang cepat dan aman, serta memungkinkan pengembang untuk memonetisasi ciptaan mereka.

Perusahaan teknologi ternama dunia seperti Google, Tencent, Sony, dan Nintendo mulai berinvestasi dengan nilai besar pada game.

Selain mengembangkan pasar Asia Tenggara dari Singapura, DEA juga berharap untuk berekspansi ke India karena memiliki potensi pasar yang sangat besar. DEA juga mempertimbangkan untuk mendaftarkan cryptocurrency miliknya pada bursa di India, Filipina, Taiwan, dan Malaysia.

GCG BUMN
“Saya juga mencari investor di Asia Tenggara untuk bermitra dengan DEA dengan pesatnya pertumbuhan operasi DEA wilayah ini,” katanya.(ak)

Ikuti terus perkembangan berita ini dalam topik
Artikel Terkait
Rekomendasi
Berita Pilihan
More Stories