JAKARTA (IndoTelko) - Langkah menghentikan total layanan TV Analog beralih ke TV Digital (Analog Switch Off/ASO) sejak 30 April 2022 menuai tanggapan, hal tersebut dinilai terlalu tergesa-gesa, pasalnya masih banyak masyrakat ekonomi menengah kebawah masih menggunakan TV Analog.
Ketua Presidium Asosiasi Muda Telematika Indonesia (AMATI) Dedi Suryadi menilai, pendistribusian STB (Set Top Box) kepada masyarakat ekonomi kelas bawah secara menyeluruh belum maksimal.
“Kami Asosiasi Muda Telematika Indonesia (AMATI) tentunya sangat mengapresiasi dan bangga mendukung percepatan dan transformasi digital oleh Kemenkominfo, namun tidak dapat dipungkiri bahwa TV Analog sebagai pendorong indeks tingkat rasa bahagianya masyarakat Indonesia, kalau milenial di perkotaan kanal streaming video jadi solusi mengurangi rasa jenuh dan stres," ujar Dedi.
Pasalnya Kominfo harus menjalankan Undang-Undang Cipta Kerja yang menetapkan 2 November 2022 sebagai batas akhir penyiaran TV analog, tetapi dalam amar putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 91/PUU-XVIII/2020 dalam sidang gugatan uji formil UU Cipta Kerja memutuskan bahwa Undang-undang (UU) No. 11 Tahun 202 tentang Cipta Kerja akan batal sepenuhnya bila proses perbaikan tak selesai dalam dua tahun.
“Suntik mati layanan TV Analog menjelang momentum Idul Fitri apakah tidak tergesa-gesa? Para penggunanya masyarakat di kampung-kampung, di desa-desa biasanya sebagai sarana kumpul ngariung keluarga menjelang lebaran Idul Fitri, sambil mereka menonton layanan spektrum TV Analog. Sangat menyayangkan konten acara positif dan siaran tausiyah sebagai penguat dan stimulan ibadah, dan mempererat ukhuwah dan kebhinekaan tidak dapat lagi dinikmati oleh sebgaian masyarakat tertentu,” tutupnya.(wn)