JAKARTA (IndoTelko) - Dengan laju pertumbuhan sektor investasi ritel yang sangat pesat, belum banyak kajian mengenai sektor ini terutama dampak dari kehadiran aplikasi investasi multi-aset.
Pluang bersama lembaga riset Center for Economic and Law Studies (CELIOS) meluncurkan studi berjudul “Dampak Aplikasi Multi-Aset Terhadap Pertumbuhan Investor Ritel sebagai kajian pertama dalam sektor investasi ritel yang berfokus pada tren investasi ritel dan aplikasi multi-aset. Berdasarkan data dari 3.530 responden survei di seluruh Indonesia, studi ini bertujuan untuk memberi gambaran sektor investasi ritel di Indonesia, perilaku dan kebutuhan investor ritel, serta dampak dari kehadiran aplikasi multi-aset bagi investor ritel maupun pertumbuhan ekonomi nasional. Acara peluncuran studi CELIOS merupakan inisiatif Pluang sebagai anggota Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH) dan Badan Pengembangan Keuangan Digital (BPKD) Kadin Indonesia.
Co-Founder Pluang, Claudia Kolonas, sosok woman-tech startup tanah air, berharap bahwa studi ini dapat menjadi pelopor kajian pada sektor investasi ritel di Indonesia. “Dengan inovasi teknologi di sektor keuangan digital, studi tentang sektor investasi ritel ini diharapkan dapat membuka banyak ruang untuk membangun ekosistem keuangan digital yang kondusif. Studi ini menjadi salah satu inisiatif Pluang untuk menyediakan referensi yang bisa menjadi dasar pembuatan kebijakan yang mendorong percepatan sektor keuangan digital di Indonesia,” kata Claudia.
Berinvestasi menggunakan platform digital kini menjadi pilihan pengguna, melalui kemudahan akses, biaya yang terjangkau, dan kelengkapan fitur yang ditawarkan. Kajian CELIOS bersama Pluang mengungkap lebih dari setengah responden merasa keberadaan platform aplikasi multi-aset berdampak positif pada pendapatan mereka. Dari populasi tersebut, mayoritas responden berinvestasi untuk meningkatkan pendapatan pasif dan tujuan investasi jangka panjang seperti mempersiapkan dana darurat, dana pensiun dan dana pendidikan anak.
Data KSEI menunjukan bahwa per April 2022, 60,29 persen investor pasar modal berusia di bawah 30 tahun, yang rata-rata masih berada di awal dan pertengahan karir profesionalnya. Penelitian CELIOS bersama Pluang juga menemukan hal yang sejalan dengan kondisi demografi ini. Investasi tidak lagi terbatas pada investor bermodal besar, namun dapat dimulai dengan modal yang terjangkau. Sebanyak 61 persen responden mengalokasikan kurang dari 1 juta rupiah dari pendapatan bulanannya untuk berinvestasi. Di platform investasi multi-aset, para investor juga berkeinginan untuk menambah instrumen Investasi hingga ke 2 sampai 3 kelas aset. Mayoritas diantaranya juga tertarik mempelajari produk investasi lain.
Executive Director CELIOS, Bhima Yudhistira, menjelaskan bagaimana persepsi investor ritel terhadap perilaku berinvestasi secara digital, “Mayoritas responden menganggap berinvestasi memiliki kontribusi positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Pesatnya momentum ekonomi digital di Indonesia dan adopsi teknologi yang cepat dari kalangan generasi muda mendorong terciptanya persepsi ini. Berinvestasi di platform investasi digital dianggap sebagai aksi berkontribusi terhadap peningkatan sektor teknologi informasi, membantu pendanaan perusahaan, dan efek penciptaan tenaga kerja dari investasi. Hal ini menjadi indikasi positif bahwa platform investasi digital mampu mendorong terciptanya investment-oriented society atau masyarakat yang melek investasi,” katanya.
“Sejalan dengan studi CELIOS bersama Pluang, angka perdagangan komoditas berjangka di Bappebti tumbuh pesat di 2021 dengan kontribusi signifikan dari emas digital dan aset kripto. Bappebti juga mengamati bahwa sebanyak 70% investor aset kripto mengalokasikan pendapatannya dengan nominal investasi di bawah Rp500.000. Hal ini menunjukan bahwa akses investasi aset kripto di Indonesia semakin mudah dengan semakin terjangkaunya nominal untuk memulai berinvestasi aset kripto.” ujar Kepala Biro Pembinaan dan Pengembangan Pasar Bappebti, Tirta Karma Senjaya.
Direktur Hubungan Masyarakat Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Darmansyah juga menyampaikan perlunya harmonisasi kebijakan antar regulator untuk memberi masyarakat kepastian hukum terutama terkait perlindungan konsumen. “Hasil riset ini sangat penting bagi OJK untuk membentuk kebijakan edukasi dan perlindungan konsumen guna melindungi para investor, juga untuk kebijakan bagi industri. Dengan semakin banyaknya investor ritel yang menjadikan figur publik sebagai sumber informasi investasi, edukasi menjadi kian penting untuk membantu investor ritel melindungi diri dari penipuan. Ini menjadi catatan bagi kami untuk terus meningkatkan standar perlindungan di tengah pesatnya perkembangan teknologi di sektor jasa keuangan.” ujar Darmansyah.
Direktur Eksekutif Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH), Mercy Simorangkir, turut menyambut baik kehadiran studi ini dan berharap Studi CELIOS bersama Pluang ini memberikan landasan untuk membuat pengukuran kesuksesan layanan keuangan digital. “Para pelaku usaha di sektor keuangan digital perlu mengetahui bagaimana mencapai tujuan platform digitalnya, termasuk memperluas inklusi finansial. AFTECH berharap studi ini menjadi landasan penyusunan kebijakan layanan keuangan digital yang memiliki beragam tantangan khususnya menyeimbangkan antara growth, innovation dan governance,” katanya.(wn)