telkomsel halo

Kolom Opini

4 tren infrastruktur IT di 2025 versi Equinix

04:45:00 | 21 Dec 2024
4 tren infrastruktur IT di 2025 versi Equinix
Perkembangan teknologi yang sangat cepat diperkirakan akan berlanjut pada tahun 2025. Berdasarkan Laporan Google e-Conomy SEA 2024, ekonomi digital Indonesia tercatat mencapai nilai transaksi bruto (GMV) sebesar US$90 miliar pada tahun 2024 dan diproyeksikan akan melonjak hingga US$360 miliar pada tahun 2030.

Ekspansi pesat ekonomi digital Indonesia, yang didukung oleh semakin banyaknya dukungan dari pemerintah dan adopsi cloud oleh bisnis, akan meningkatkan permintaan untuk infrastruktur pusat data yang lebih kuat.

Selain itu, inovasi dalam bidang AI (kecerdasan buatan), IoT (Internet of Things), dan analitik big data yang dikombinasikan dengan solusi berkelanjutan dan efisiensi energi, akan semakin memacu permintaan terhadap pusat data yang canggih.

Karena itu, sangat penting bagi para pebisnis dan pemimpin digital di berbagai industri untuk memantau dan mengikuti perubahan ini agar dapat sepenuhnya memanfaatkan potensi teknologi baru dan mengatasi tantangan yang ada, demi mendukung pertumbuhan.

Dalam mendukung komitmen Indonesia terhadap transformasi digital demi mendukung visi Indonesia Emas 2045 dan misi Asta Cita dari pemerintah, Equinix telah siap untuk memfasilitasi perkembangan ini dengan menyediakan infrastruktur digital yang tangguh serta layanan-layanan penting yang
mendukung pertumbuhan organisasi.

Menyongsong tahun 2045 dan seterusnya, ada empat tren utama yang diperkirakan akan membentuk lanskap bisnis dan teknologi di kawasan Asia-Pasifik, khususnya di Indonesia.

Tren 1: Mengadopsi pendekatan hibrida dalam penerapan AI dengan mengintegrasikan infrastruktur private AI

Sebagian besar lonjakan awal dalam penerapan layanan AI didorong oleh ketersediaan Large Language Models (LLMs) pada cloud publik. Namun, kini semakin banyak perusahaan digital yang menyadari bahwa pendekatan infrastruktur alternatif mungkin lebih cocok untuk beberapa jenis beban
kerja AI, terutama yang melibatkan data pribadi.

Dalam konteks tren ini, lanskap digital Indonesia yang berkembang pesat, termasuk pasar IoT (Internet of Things), diperkirakan akan mencapai nilai pasar 40 miliar US$ pada tahun 2025, dengan lebih dari 1,346 miliar koneksi IoT tercatat pada tahun 2022. Percepatan konektivitas digital ini menekankan pentingnya bagi perusahaan untuk menerapkan model AI yang lebih terlokalisasi, terutama yang
memproses data sensitif, melalui infrastruktur privat.

Alih-alih mengirimkan data dan pertanyaan pengguna untuk diproses oleh model di cloud publik, yang dikenal dengan pendekatan 'Data to Model', banyak organisasi kini beralih menggunakan pendekatan 'Model to Data'. Pendekatan ini melibatkan penerapan model AI pada infrastruktur komputasi privat yang terletak dekat dengan penyimpanan data privat organisasi, biasanya di lokasi fisik yang lebih dekat dengan pengguna akhir model tersebut. Pendekatan ini berpotensi memberikan manfaat dari segi privasi, kecepatan, dan biaya.

Pendekatan ‘Model to Data' sejalan dengan Kebijakan Satu Data Indonesia (SDI). Berdasarkan Peraturan Presiden No. 39/2019, kebijakan ini membentuk dasar yang kuat untuk pengembangan AI dengan menerapkan prinsip data-once-only. Prinsip ini mewajibkan sinkronisasi arsitektur data di seluruh lembaga nasional dan lokal, yang mengutamakan perlindungan data, persetujuan pengguna,pertukaran data antar lembaga yang aman, serta proses yang efisien untuk mengurangi pengumpulan data yang berlebihan untuk mendukung inovasi AI dan meningkatkan kerja sama antar lembaga publik.

Pertama, privasi. Banyak kasus penggunaan AI yang paling menjanjikan melibatkan penerapan teknologi pada kumpulan data yang mungkin sensitif, pribadi, atau bahkan teratur, seperti sistem perlindungan penipuan di bank yang memanfaatkan catatan keuangan, atau layanan kesehatan
pencegahan yang bergantung pada gambar medis. Untuk menjaga kendali penuh atas data sensitif, atau untuk memenuhi persyaratan kedaulatan data nasional, beberapa perusahaan kini memilih untuk menerapkan infrastruktur AI secara privat. Dorongan untuk melakukan hal ini mungkin lebih kuat bagi
organisasi yang ingin melatih model yang disesuaikan dengan data kepemilikan mereka sendiri.

Kecepatan adalah pertimbangan penting lainnya. Penggunaan layanan AI yang lancar bergantung pada latensi koneksi antara pengguna dan infrastruktur komputasi yang menampung layanan tersebut, serta konektivitas antar ekosistem. Kebutuhan akan latensi rendah ini akan meningkat seiring berkembangnya layanan AI dari pertanyaan berbasis audio, gambar, dan video.

Untuk mencapai latensi rendah, organisasi dapat memanfaatkan pusat data kolokasi yang tersebar luas sebagai opsi untuk penerapan infrastruktur AI mereka, terutama di lokasi yang dekat dengan basis pengguna akhir mereka.

Terakhir, struktur biaya dari berbagai layanan AI perlu dipertimbangkan. Layanan yang masih dalam tahap pengembangan awal, atau layanan yang melibatkan transfer data dalam jumlah terbatas, mungkin lebih cocok menggunakan model yang berada di cloud publik dan tersedia sesuai permintaan.

Sementara itu, untuk layanan yang lebih matang dan melibatkan transfer data dalam jumlah besar antara pengguna dan model, biaya operasional infrastruktur pribadi bisa lebih rendah.

Pada tahun 2025, kami memperkirakan akan terjadi peningkatan proporsi perusahaan yang menerapkan infrastruktur AI hibrida, memberikan mereka fleksibilitas untuk memanfaatkan infrastruktur pribadi maupun publik tergantung pada pertimbangan spesifik terhadap layanan AI tertentu.

Di Indonesia, Kalimantan Timur, Jakarta, dan Kepulauan Riau menjadi wilayah dengan minat dan permintaan terhadap AI tertinggi. Industri utama yang mendorong minat pencarian AI adalah pemasaran, game, dan pendidikan. Selain itu, unduhan aplikasi seluler yang menggunakan fitur AI
menunjukkan bahwa 69% pengguna tertarik pada fitur AI lainnya, sementara 9% tertarik pada efek foto dan 9% pada pengeditan video.

Tren 2: Memperkuat keamanan siber dengan kemampuan AI dan kuantum yang semakin berkembang

Ancaman siber semakin meningkat di kawasan Asia-Pasifik, dengan pengeluaran untuk keamanan siber diperkirakan mencapai US$36 miliar pada tahun 2024.

Berdasarkan laporan Kearney, pelanggaran keamanan siber dan kebocoran data masih sering terjadi di Indonesia, yang menduduki peringkat ke-85 dari 175 negara.6 Peningkatan ini dipicu oleh berbagai faktor, termasuk semakin canggihnya serangan siber yang memanfaatkan teknologi AI dan IoT. Menurut Gartner, tren seperti AI generatif, perilaku karyawan yang tidak aman, risiko pihak ketiga, paparan ancaman yang terus- menerus, dan pendekatan berbasis identitas membuka ancaman baru dalam lanskap keamanan siber.

Selain itu, proliferasi perangkat IoT memperluas permukaan serangan, menjadikan langkah-langkah keamanan yang tangguh semakin penting.

Komputasi kuantum akan menjadi ancaman utama bagi keamanan siber yang semakin cepat berlaku. Ini menghadirkan risiko serius terhadap elemen-elemen penting dari infrastruktur utama publik saat ini dan diperkirakan akan mampu memecahkan enkripsi dalam hitungan menit. Bahkan, aktor negara sudah mulai mengumpulkan data sensitif yang terenkripsi dengan tujuan untuk mendekripsinya di masa depan saat teknologi ini tersedia, yang dikenal dengan serangan 'harvest now, decrypt later'.

Untuk memperkuat kehadiran komputasi kuantum di Indonesia, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengumumkan Inisiatif Kuantum Indonesia, yang bertujuan membantu pembuat kebijakan dalam membangun infrastruktur dan ekosistem di bidang pendidikan, riset, pengembangan, serta penerapan teknologi kuantum di seluruh nusantara.

Untuk mengatasi ancaman ini, kriptografi kuantum dan alat AI generatif semakin menjadi komponen penting dalam strategi keamanan siber bagi organisasi. Sebagai contoh, Quantum Key Distribution as a Service (QaaS), layanan cloud yang memungkinkan akses internet ke teknologi distribusi utama kuantum, menawarkan perlindungan kuat untuk jaringan perusahaan swasta, memastikan komunikasi yang aman dan integritas data. Integrasi bertahap teknologi kuantum ke dalam kerangka kerja keamanan siber akan menjadi penting dalam melindungi data dari serangan kriptografi yang semakin canggih.

Quantum Key Distribution akan memberikan tingkat keamanan yang belum pernah ada sebelumnya, melindungi data sensitif dari ancaman siber yang semakin kompleks.

Equinix mendukung lonjakan kuantum melalui kemitraan dengan perusahaan-perusahaan seperti Quinessence Lab, SK Telecom, Toshiba, dan BT. Kemitraan ini memberikan akses ke solusi keamanan siber yang ditingkatkan oleh teknologi kuantum kepada organisasi untuk mengatasi serangan ‘harvest now, decrypt later' dan memastikan data tetap aman, baik sekarang maupun di masa depan.

Perusahaan dapat mempersiapkan diri untuk ancaman siber yang terus berkembang dengan mengakses solusi keamanan siber yang ditingkatkan oleh kuantum untuk melindungi aset data kritis, tanpa perlu investasi besar di tahap awal.

Tren 3: Memanfaatkan komputasi edge untuk meningkatkan kedaulatan data

Fokus pemerintah yang semakin besar terhadap kedaulatan data, ditambah dengan berkembangnya IoT (Internet of Things), AI generatif, dan aplikasi waktu nyata, mengharuskan adanya infrastruktur IT yang kuat di ujung jaringan.

Komputasi edge memungkinkan pemrosesan data secara lokal, mengurangi risiko transfer data, dan memastikan kepatuhan terhadap undang-undang nasional yang berkaitan dengan kedaulatan data yang berbeda-beda di seluruh Asia-Pasifik.

Pemimpin IT perusahaan semakin menyadari perlunya strategi komputasi edge. Laporan Gartner ‘Building an Edge Computing Strategy' menemukan bahwa pada akhir tahun 2026, 70% perusahaan besar akan memiliki strategi komputasi edge yang terdokumentasi, dibandingkan dengan kurang dari 10% pada tahun 2023.

Di kawasan Asia-Pasifik, beberapa negara telah mulai menerapkan kebijakan kedaulatan data yang ketat untuk melindungi data warganya. Sebagai contoh, Undang-Undang Keamanan Siber Tiongkok mewajibkan data yang dikumpulkan di dalam negeri untuk disimpan secara domestik.9 Demikian pula, Peraturan Pemerintah No. 71 Indonesia mewajibkan operator sistem elektronik untuk menyimpan data
secara lokal.

Baru-baru ini, Indonesia mengesahkan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (PDP), yang memperkenalkan reformasi privasi data, termasuk pengkategorian data, penentuan peran, pemberian izin penggunaan data secara sah, kewajiban pemberitahuan pelanggaran, serta pengaturan
transfer data, dengan periode transisi dua tahun dan rencana implementasi peraturan.

Peraturan ini menyoroti pentingnya solusi pemrosesan data yang terlokalisasi seperti komputasi edge untuk memfasilitasi kepatuhan dan penanganan data yang aman.

Layanan komputasi edge semakin diandalkan untuk memungkinkan bisnis dan pemerintah memproses data lebih dekat dengan sumbernya, sehingga menghasilkan waktu respons yang lebih cepat dan meningkatkan keamanan data. Pendekatan terlokalisasi ini akan menjadi sangat penting untuk
mematuhi peraturan kedaulatan data, terutama di wilayah dengan undang-undang perlindungan data yang ketat.

Tren 4: Meningkatkan aplikasi bisnis dengan hybrid multicloud
Asia-Pasifik merupakan rumah bagi 37% pusat data cloud dunia, dengan pasar cloud publik Asia- Pasifik diperkirakan akan tumbuh pada CAGR sebesar 26% hingga tahun 2026, dengan ekspansi yang direncanakan di pasar-pasar seperti Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Vietnam. Sebagai pemimpin infrastruktur cloud di Asia-Pasifik, Indonesia siap memanfaatkan hal ini dengan perusahaan cloud
global yang berkembang untuk memenuhi permintaan yang terus meningkat.

Dengan penyedia layanan cloud besar seperti Google Cloud, Amazon Web Services (AWS), Microsoft Azure, dan Alibaba Cloud yang meluncurkan wilayah cloud di Indonesia, negara ini diperkirakan akan menjadi pasar cloud publik terbesar kedua di Asia Tenggara.

Namun, di sisi lain, kami melihat banyak perusahaan mengadopsi pendekatan hybrid multicloud, yang menggabungkan kelincahan dari berbagai layanan cloud publik dengan manfaat infrastruktur cloud pribadi.

Beberapa faktor mendorong perusahaan menuju solusi hybrid multicloud, termasuk kelangkaan GPU, biaya cloud yang tidak dapat diprediksi, rasio harga terhadap kinerja untuk beban kerja yang dapat diprediksi, dan kasus penggunaan tertentu yang mengharuskan data sepenuhnya berada di
bawah kendali pelanggan.

Hybrid multicloud akan terus menjadi standar bagi perusahaan yang ingin mengoptimalkan infrastruktur TI mereka, dengan menyeimbangkan manfaat cloud publik dan pribadi. Platform infrastruktur digital global Equinix menawarkan konektivitas berkecepatan tinggi ke ekosistem penyedia cloud dan jaringan yang luas, memungkinkan integrasi yang mulus dan pergerakan data yang efisien.

Pendekatan ini memungkinkan bisnis menjadi lebih gesit, beradaptasi dengan lingkungan bisnis yang terus berkembang, sambil mempertahankan kontrol atas beban kerja penting mereka.

Tetap gesit dengan memanfaatkan layanan interkoneksi digital Menuju tahun 2025, kawasan Asia-Pasifik, termasuk Indonesia, akan mengalami kemajuan teknologi yang signifikan.

Dari pengembangan lingkungan AI pribadi dan peningkatan keamanan siber berbasis kuantum, hingga adopsi komputasi edge dan solusi hybrid multicloud yang semakin cepat, tren-tren ini akan membentuk masa depan lanskap digital.

Indonesia semakin mengadopsi tren-tren utama tersebut yang sudah mulai membentuk masa depan lanskap digital Indonesia, terutama di kota-kota seperti Jakarta, Kalimantan Timur, dan Kepulauan Riau, di mana permintaan terhadap AI dan teknologi digital
berkembang pesat.

Mengingat ekonomi digital Indonesia yang terus berkembang, perusahaan- perusahaan di kawasan ini harus tetap gesit dengan memanfaatkan layanan interkoneksi digital yang canggih, yang memungkinkan mereka untuk terhubung ke jaringan global dan penyedia cloud secara
mulus.

Fleksibilitas ini sangat penting untuk tetap kompetitif di pasar yang semakin kompleks dan berkembang pesat.

Selain itu, dengan meningkatnya kekhawatiran terkait keberlanjutan, semakin penting bagi bisnis untuk mengadopsi teknologi canggih ini dengan cara yang meminimalkan dampak terhadap lingkungan.

Melalui pusat data yang didukung oleh energi berkelanjutan di seluruh dunia, Equinix mendukung bisnis di Indonesia dan kawasan ini dalam mengurangi jejak karbon mereka, sambil tetap berada di garis depan inovasi teknologi. Fokus ganda pada teknologi terdepan dan keberlanjutan ini memastikan bahwa perusahaan dapat tumbuh di dunia digital yang berkembang pesat, sambil berkontribusi pada perlindungan planet ini. Dengan mengadopsi teknologi-teknologi yang berpandangan jauh ke depan, perusahaan-perusahaan Indonesia tidak hanya dapat berkembang di dunia digital yang terus berubah, tetapi juga berkontribusi pada upaya keberlanjutan global.

GCG BUMN
Ditulis
Oleh Haris Izmee, Direktur Utama Equinix Indonesia

Artikel Terkait
Rekomendasi
Berita Pilihan
More Stories
Data Center Service Provider of the year