telkomsel halo

Hati-hati relaksasi TKDN sektor TI

05:00:00 | 13 Apr 2025
Hati-hati relaksasi TKDN sektor TI
Presiden Prabowo Subianto memerintahkan jajarannya agar regulasi mengenai Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) harus dibuat dengan fleksibel dan realistis guna menjaga daya saing industri Tanah Air di pasar global.

Hal tersebut disampaikan Presiden Prabowo dalam sesi dialog pada acara Sarasehan Ekonomi yang digelar di Menara Mandiri, Jakarta, pada Selasa, 8 April 2025.

“TKDN sudahlah niatnya baik, nasionalisme. Saya kalau saudara—mungkin sudah kenal saya lama, mungkin dari saya ini paling nasionalis. Kalau istilahnya dulu, kalau mungkin jantung saya dibuka yang keluar Merah Putih, mungkin,” tutur Presiden.

“Tapi kita harus realistis, TKDN dipaksakan, ini akhirnya kita kalah kompetitif. Saya sangat setuju, TKDN fleksibel saja, mungkin diganti dengan insentif,” lanjut Presiden Prabowo.

Pernyataan Presiden Prabowo Subianto ini sebagai respons dari keluarnya kebijakan tarif impor baru dari Presiden AS Donald Trump.

Dalam keterangan Gedung Putih, salah satu alasan Indonesia dikenakan tarif impor 32% adalah Indonesia mempertahankan persyaratan konten lokal di berbagai sektor, rezim lisensi impor yang kompleks, dan mulai tahun ini, akan mewajibkan perusahaan sumber daya alam untuk mendepositokan semua pendapatan ekspor dari transaksi senilai US$250.000 atau lebih.

Selaras dengan hal tersebut, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menegaskan bahwa kebijakan relaksasi TKDN merupakan bagian dari strategi diplomasi ekonomi Indonesia dalam menghadapi kebijakan bea masuk resiprokal dari AS.

Ia menyebut bahwa pemerintah tengah menyiapkan materi negosiasi yang komprehensif, di mana relaksasi TKDN untuk sektor Teknologi Informasi, seperti produk dan layanan dari General Electric (GE), Apple, Oracle, hingga Microsoft, menjadi salah satu instrumen penting.

Menurut Airlangga, dengan membuka ruang untuk relaksasi TKDN, Indonesia menunjukkan fleksibilitas dalam kebijakan industrinya, tanpa mengabaikan kebutuhan untuk tetap menjaga nilai tambah di dalam negeri.

Relaksasi TKDN sendiri diharapkan dapat meningkatkan daya tarik investasi asing, khususnya dari AS, yang selama ini masih terhambat oleh berbagai persyaratan kandungan lokal. Dengan memberikan kelonggaran tertentu, Indonesia membuka peluang bagi transfer teknologi dan pengembangan kapasitas industri dalam negeri melalui kolaborasi yang lebih luas.

Untuk diketahui, berdasarkan Peraturan Menteri Perindustrian No. 29 Tahun 2017, untuk produk handphone, komputer genggam, dan tablet (HKT), persentase TKDN yang diminta untuk memperoleh sertifikat adalah sebagai berikut: Handphone (HP): TKDN minimal 30%. Komputer Genggam: TKDN minimal 30%. Tablet: TKDN minimal 30%.

Ada tiga skema yang dapat dipilih untuk mendapatkan sertifikat TKDN bagi produk HKT:

Skema Penghitungan TKDN Kualitatif:
Pada skema ini, komponen yang digunakan dalam produk dihitung berdasarkan kriteria kualitatif.
Aspek yang dinilai meliputi komponen lokal yang digunakan, komponen yang diproduksi di dalam negeri, serta kegiatan riset dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia.

Skema Penghitungan TKDN Kuantitatif:
Skema ini berfokus pada perhitungan persentase komponen dalam produk yang berasal dari dalam negeri.
Persentase tersebut dihitung berdasarkan nilai komponen yang dihasilkan di dalam negeri dibandingkan dengan nilai total produk. Penilaian ini lebih bersifat numerik dan gunakan data dari produksi yang aktual.

Skema Kombinasi:
Skema ini menggabungkan elemen-elemen dari kedua skema di atas, yaitu kualitatif dan kuantitatif.
Metode ini memungkinkan perusahaan untuk memperoleh sertifikat TKDN dengan kombinasi dari penghitungan kualitatif dan kuantitatif sesuai dengan kondisi spesifik dari produk yang diajukan.

Persentase ini mencerminkan komponen lokal yang ada dalam produk yang harus memenuhi batas minimum untuk mendapatkan sertifikat TKDN. Jika suatu produk memiliki TKDN di atas persentase yang ditetapkan, maka produk tersebut akan memiliki nilai tambah yang lebih baik di mata regulasi dan pasar, serta dapat berpotensi mendapatkan insentif atau dukungan dari pemerintah.

Reaktif
Langkah reaktif pemerintah banyak disayangkan karena melangkah ditengah ketidakpastian yang dibuat Trump. Buktinya, Trump sendiri menunda implementasi tarif barunya karena mendapat tekanan dari pasar global dan domestik.

Pemerintah seharusnya tidak menjadikan pelonggaran kebijakan TKDN sebagai alat tawar-menawar tanpa memperhitungkan implikasi serius terhadap ekosistem industri nasional yang telah dibangun selama satu dekade terakhir.

Kebijakan TKDN sejauh ini telah memicu gelombang investasi signifikan di sektor manufaktur lokal, terutama di bidang smartphone, komputer, dan jaringan 4G.

Realisasi belanja pemerintah terhadap produk ber-TKDN meningkat dari Rp989 triliun pada 2022 menjadi hampir Rp1.500 triliun pada 2023. Jumlah produk bersertifikat TKDN juga melonjak dari 3.200 pada 2019 menjadi lebih dari 8.000 produk pada 2022.

Asosiasi Pengusaha TIK Nasional (Aptiknas)menilai kebijakan tersebut berpotensi menggerus produksi ICT lokal hingga 30-50%. Diingatkan organisasi itu, selama ini produk ICT lokal wajib memenuhi TKDN agar bisa masuk ke E-katalog pemerintah, namun relaksasi untuk produk AS justru mengancam posisi pelaku lokal.

Tak hanya hardware, potensi ancaman juga datang dari sektor software. Padahal, saat ini sudah banyak software lokal yang dikembangkan oleh anak bangsa, namun belum mendapatkan porsi perlindungan yang memadai.

Di saat para pelaku usaha tengah beradaptasi dengan regulasi dan berinvestasi besar untuk membangun lini produksi lokal, wacana pelonggaran bisa menjadi sinyal buruk bagi kepastian usaha.

Benar, implementasi TKDN selama ini tidak lepas dari kekurangan. Salah satunya adalah penyalahgunaan skema TKDN Industri Kecil (IK) oleh perusahaan besar untuk mendapatkan sertifikat secara cepat dan murah, meskipun tidak memenuhi kriteria sebagai industri kecil.

Kasus seperti ini sudah dikeluhkan oleh asosiasi industri seperti Perprindo. Belum lagi, masih ada praktik akal-akalan seperti “lokalisasi kemasan” dan “perakitan semu” tanpa nilai tambah nyata bagi rantai pasok nasional. Celah regulasi, lemahnya pengawasan, serta minimnya insentif dan dukungan bagi produsen lokal memang menjadi pekerjaan rumah pemerintah.

Namun solusinya bukan melonggarkan TKDN secara gegabah. Yang dibutuhkan adalah reformasi tata kelola: memperketat pengawasan, menghapus celah manipulasi, dan menyediakan insentif fiskal bagi investor yang serius membangun manufaktur di dalam negeri. Jika pelonggaran dilakukan tanpa kerangka strategi industri jangka panjang, maka Indonesia berisiko kembali menjadi pasar konsumsi bagi produk impor—menghancurkan benih kemandirian digital yang tengah tumbuh.

Pelonggaran TKDN boleh dipertimbangkan dalam konteks diplomasi ekonomi, tetapi harus dibingkai dalam kepentingan nasional yang lebih besar.

Perdagangan bukan sekadar soal tarif, melainkan juga strategi pembangunan industri. TKDN, dengan segala kekurangannya, telah menjadi alat untuk membangun daya saing jangka panjang. Jangan sampai kita memotong pohon hanya karena rantingnya berlumut.

GCG BUMN
@IndoTelko

Artikel Terkait
Rekomendasi
Berita Pilihan
More Stories