JAKARTA (IndoTelko) - Pasca pandemi, kerja hibrid alias hybrid working diprediksi bakal jadi tren yang akan diterapkan banyak perusahaan. Namun, penerapan sistem tersebut memiliki tantangan baru dan harus diantisipasi sebelum perusahaan menerapkannya. Apa saja tantangannya dan bagaimana solusinya?
Laporan tren pengalaman karyawan qualtrics 2022 menyebut organisasi di seluruh Asia Tenggara terus mempertimbangkan, mengadopsi, dan menyempurnakan model kerja hibrid. Laporan tersebut mengungkapkan bahwa sepertiga pekerja (34%) akan mencari pekerjaan baru jika dipaksa untuk kembali ke kantor secara penuh.
Model kerja hibrid menjadi cara kerja yang paling disukai di wilayah tersebut saat ini. Pengaturan paling populer di kalangan karyawan adalah tiga hari bekerja dari jarak jauh dan dua hari bekerja di kantor.
Salah satu tantangan paling mendesak bagi organisasi dan perusahaan dalam peralihan ke model kerja hibrid adalah memprioritaskan kesejahteraan jangka panjang karyawan dan menetapkan pedoman yang jelas tentang cara kerja. Meningkatkan pengalaman teknologi bagi karyawan dalam lingkungan kerja hibrid juga harus menjadi fokus strategis saat penerapan kerja hibrid.
Saat karyawan dapat bekerja dari rumah dan masuk ke kantor, mereka berharap ada transisi dan pengalaman yang lancar dalam bekerja maupun alat penunjangnya, misalnya semudah masuk ke browser Chrome di perangkat baru. Semuanya ada di sana, seperti kata sandi, aplikasi pendukung (dan plugin) siap, dan semua komunikasi, riwayat, dan preferensi disimpan.
Namun, banyak perusahaan berjuang untuk membuat hal-hal ini mulus. Rata-rata perusahaan menggunakan belasan aplikasi, banyak di antaranya tidak terintegrasi. Karyawan memerlukan banyak login dan kata sandi. Izin bervariasi dari satu perangkat dan sistem ke yang berikutnya. Belum lagi adanya kebijakan ‘bring your own devices’ (BYOD) dan jaringan WiFi rumah dengan bandwidth yang bervariasi tentu membuat karyawan kesulitan saat bekerja hibrid.
Membuat pengalaman pengguna yang luar biasa bukanlah tugas satu kali dan selesai. Hal ini merupakan inisiatif berkelanjutan untuk memastikan semuanya berjalan lancar bagi pengguna, terlepas dari rute mana yang mereka ambil untuk melakukan pekerjaan mereka. Salah satu platform yang bisa digunakan untuk penerapan kerja hibrid adalah JumpCloud.
Jumpcloud merupakan salah satu zero-trust directory platform yang dapat digunakan oleh suatu perusahaan dalam melakukan autentikasi, autorisasi, dan juga manajemen untuk para user, device, dan application di mana semuanya dapat dilakukan dalam satu platform untuk memudahkan kontrol dan pengawasan terhadap setiap aset digital yang dimiliki oleh suatu perusahaan.
Menurut pengamat IT dan Product Owner Primary Guard, Razin Umran, dengan adanya JumpCloud, maka perusahaan dapat menerapkan kontrol pada aset digital mereka, sehingga setiap user yang ingin mengakses web aplikasi perlu melalui rangkaian proses autentikasi terlebih dahulu. "Setelah itu JumpCloud juga dapat membandingkan privilege dari setiap user, sehingga nantinya user hanya dapat mengakses aset berdasarkan tingkatan mereka," katanya.
Dengan menggunakan satu platform JumpCloud, tim IT perusahaan dapat merampingkan dan meningkatkan pengalaman user mereka serta pengalaman manajemen admin. Hal ini berefek membuat pekerjaan menjadi lebih mudah, lebih aman, dan lebih memuaskan bagi semua yang terlibat.
Semua user dapat dikelola secara terpusat di JumpCloud, artinya akses mereka dikelola di tempat yang sama. Di mana pun pengguna berada, perangkat apa yang mereka gunakan, atau sumber daya apa yang mereka butuhkan aksesnya, tim IT perusahaan dapat melihat, menyediakan, dan mencabut akses kapan pun dibutuhkan, semuanya di JumpCloud.
Ditambahkan Razin, dengan adanya JumpCloud, perusahaan dapat melakukan semuanya dalam satu platform saja tanpa harus ada biaya tambahan untuk solusi yang berbeda, di mana Directory Service, RADIUS, SSO Management, Password Management, dan Device Management, dan User Management dapat diimplementasikan oleh JumpCloud.
Ia menjelaskan, JumpCloud dapat membantu perusahaan dengan menerapkan policy management terhadap device yang sudah didaftarkan ke dalam platform. Hal ini dilakukan untuk menghadapi serangan siber yang menjadi tantangan dalam penerapan kerja hibrid. "Tentunya hal ini dapat dilakukan dalam satu dashboard saja. Setiap device yang telah didaftarkan, JumpCloud dapat menerapkan policy sesuai dengan keperluan perusahaan," katanya.
Ia mencontohkan, dimana perusahaan dapat menerapkan Full Disk Encryption, Disable USB Mass Storage Devices, dan puluhan policy lainnya. Jika nantinya terdapat insiden seperti loss of devices, maka JumpCloud dapat melaksanakan fitur Erase Device di mana semua data yang ada di dalam device tersebut akan dihapus untuk menghindari kebocoran data oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.
Sebagai Official Partner JumpCloud di Indonesia, Malaysia, dan Filipina, Primary Guard dapat membantu perusahaan untuk menerapkan cloud directory service di lingkungan kerja dan juga membantu perusahaan dalam melakukan identifikasi permasalahan sampai memberikan solusi yang tepat untuk setiap use case dengan implementasi JumpCloud. (mas)