TANGERANG (IndoTelko) - Teknologi Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan tengah menjadi bahan pembicaraan. Implementasi teknologi tersebut sebenarnya bukan baru terasa satu atau dua tahun belakangan, namun kemampuan AI kian membuat siapapun kagum hingga cemas karena anggapan bakal menggeser peran manusia.
Baru-baru ini Medcom.id menggelar diskusi panel Tech Talk’ bertajuk "Artificial Intelligence dan Indonesia di Era Digital." Acara ini digelar di Indonesia Convention Center (ICE) di BSD City, Tangerang bersamaan dengan ajang Gaikindo Indonesia International Auto Show (GIIAS) 2023.
Hadir dalam diskusi ini antara lain : Kepala Badan Riset dan Inovasi dan Nasional (BRIN) Laksana Tri Handoko, VP Digitaliasi Kelistrikan Divisi Management Digital PLN Agus Trisusanto, Head of Business Development Widya Wicara Defi Ariyami, dan Dirjen Komunikasi Publik Kemenkominfo, Usman Kansong.
Dikatakan Pemimpin Redaksi Medcom.id, Indra Maulana, diskusi ini digelar bersamaan dengan Hari Kebangkitan Teknologi Nasional (Hakteknas) yang diperingati setiap tanggal 10 Agustus.
"Kita mendiskusikan sesuatu yang fenomenal dan sangat menarik, sebuah bagian dari transisi zaman yang akan berpengaruh ke depan. Artificial Intelligence dari manfaatnya sudah kita ketahui dan dengar serta rasakan," katanya.
Ia menjelaskan, yang harus menjadi catatan juga adalah cara beradaptasi atau menyesuaikannya bahkan hingga dampaknya ke depan yang bisa menimbulkan problem, sehingga ini jadi tantangan bagi kita khususnya Indonesia untuk meregulasi perkembangan dan pemanfaatannya.
Sementara, Laksana mengatakan, negara atau pemerintah sebenarnya sudah sangat menyadari terhadap perkembangan teknologi Artificial Intelligence (AI). Faktanya, pemerintah bahkan sudah merilis Peraturan Presiden tentang Strategi Nasional (Stranas) Percepatan Penyelenggaraan Kecerdasan Artifisial sejak tahun 2020.
"Kami sedang memproses PerPres terkait strategi nasional untuk AI, tapi kami tidak ingin hanya sekadar mengatur," ungkapnya.
"AI hanya soal satu hal, yaitu bagaimana bisa memanfaatkan big data. Sekarang, kita harus mulai pikirkan Bersama komunitas sehingga bisa menemukan model bisnis yang sesuai, dan AI bisa jadi tool penggerak roda ekonomi," tambah Laksana.
Dijelaskannya, AI bukan tujuan akhir melainkan dipandang sebagai alat. AI harus bisa dimanfaatkan untuk membantu atau mempermudah kehidupan manusia termasuk menciptakan nilai tambah di ragam sektor.
Sedangkan, Agus Trisusanto membagikan contoh nyata dampak implementasi teknologi AI di sektor bisnis seperti Perusahaan Listrik Negara (PLN). Kemampuan AI tidak hanya untuk mentransformasi bisnis di era digital tapi juga meningkatkan kualitas layanan di pengguna.
"Di operasional, teknologi AI bisa membantu kami dalam pekerjaan pembersihan sisa kerak dan debu pembakaran batubara di PLTU. Sebelum AI kegiatan berupa penyemprotan air dilakukan sembarang, ini kan mubazir resource, tidak cuma air, tenaga, dan berbahaya," tuturnya.
"Jadi ada bagian yang kalau terlalu kencang disemprot air malah bisa merusak. Teknologi AI melakukan analisis historical data kegiatan pembersihan (soot blower) sehingga bisa didapatkan parameter yang akurat untuk kegiatan ini," tambah Agus.
Belajar dari data historis pasokan daya listrik dan konsumsi, AI bisa memberikan perhitungan berapa besar pasokan yang harus disediakan berdasarkan faktor tertentu.
"Misalnya, suatu periode pasokan listrik dan konsumsinya kurang akurat dengan prediksi manual kami. Saat itu rupanya sedang musim hujan sehingga rumah-rumah jarang menyalakan AC. Data dari Automatic Weather Station berisi prediksi cuaca justru menjadi salah satu data pendukung AI sehingga demand forecast bisa akurat," kata Agus menjelaskan.
Di tengah booming kemampuan AI seperti ChatGPT dan sejenisnya, rupanya startup lokal asal Yogyakarta bernama Widya Wicara juga mampu mengembangkan implementasi kemampuan AI yang sama hebatnya bahkan lebih unggul karena lebih menguasai penggunaan Bahasa Indonesia.
Di kesempatan yang Sama, Defi Ariyami mengatakan, fungsi teknologi AI itu sendiri secara general bisa melakukan prediksi, personalisasi pengalaman, hingga menciptakan layanan dari produk baru. "Kami di Widya Wicara mengembangkan kemampuan text-to-speech dan speech-to-text," ujarnya.
Berdasarkan penjelasan fitur atau kemampuan AI Widya Wicara yang dijelaskan Defi, semuanya menampilkan kehebatan sekelas ChatGPT dalam hal dua kemampuan tadi. Di sini kemampuannya dikemas lagi ke dalam fitur lain.
"Widya Wicara menawarkan akurasi tingkat tinggi dengan kemampuan respon yang sangat cepat. Kemampuan text-to-speech dihadirkan ke fitur seperti Virtual Voice Over, Widya Audio Widget, Widya Audio Book, hingga Virtual News Anchor," jelas Defi.
Melihat seluruh keunggulan dan manfaat implementasi AI dalam kehidupan sehari-hari termasuk sektor bisnis, Usman Kansong sepakat dengan BRIN bahwa implementasi AI bukan dibatas tapi harus sambil diawasi lewat kebijakan dan regulasi.
Sedangkan, Usman Kansong mengatakan, infrastruktur, SDM, dan regulasi adalah aspek pengembangan AI yang saling berkelindan, tidak boleh diabaikan salah satunya. "Teknologi itu selalu berwajah ganda, membantu menyelesaikan persoalan tapi kadang-kadang juga merepotkan," ujarnya.
Ia memberi contoh AI dan media sosial yang kemudian memicu kericuhan politik misalnya di Amerika Serikat saat masa Donald Trump, demikian juga di Indonesia pada beberapa momen. Akibatnya dua hal tersebut dianggap juga mempermudah produksi hoaks.
"Ada anggapan bahwa teknologi misalnya AI kalau diatur-atur dulu malah menekan kreativitas, justru sekarang baru ramai-ramai diregulasi. Kebijakan ini diterapkan tanpa terlalu khawatir terhadap perkembangan teknologi, karena takutnya nanti menjauh padahal teknologi mempermudah kita," tambah Usman. (tep)